Da l a m k a m u s b a h a s a : L i s a a n u l ' A r a b , a l - Qaamuusul Muhiith dan al- Mu'jamul Wasiith: (bab: 'Aqada), Kata "aqidah" diambil dari kata dasar "al-'aqdu" bermakna ar-rabth (ikatan), al-Ibraam (pengesahan), al-ihkam (penguatan), attawatstsuq (menjadi kokoh, kuat), asysyaddu biquwwah (pengikatan dengan kuat), at-tamaasuk (pengokohan) dan alitsbaatu (penetapan). Kata dasar dan makna aqidah yang paling sering kita dengar dan temui adalah pada kata “aqad nikah” a t a u p u n “ a q a d j u a l - b e l i ” . S e c a r a kebahasaan maka kedua frasa tersebut mengandung makna “ikatan”. Maksudnya adalah ketika hati kita yakin akan sesuatu sehingga keyakinan tersebut kokoh dalam diri kita maka itu adalah aqad (ikatan). 

Perhatikanlah ketika seorang pria yakin dan teguh hati akan pilihan dirinya t e r h a d a p s e o r a n g w a n i t a m a k a implementasi dari keyakinan hatinya adalah dengan melaksanakan aqad nikah pertanda bahwa ikatan hati telah kokoh dan mantap. Begitu juga dalam jual beli, ketika sorang pembeli sudah yakin dengan barang yang dipilih, maka terjadilah 'aqad' yang bertujuan untuk mengkokohkan pilihan pembeli dalam sebuah ikatan dengan keyakinan bahwa barang tersebut akan menjadi miliknya. Dari contoh tersebut, secara istilah (terminologi), Aqidah merupakan perkara yang wajib dibenarkan oleh hati dan jiwa sehingga menjadi tenteram karenanya, menjadi suatu kenyataan yang teguh dan kokoh, yang tidak tercampuri oleh keraguan dan kebimbangan. Begitu juga dengan ikatan kita dengan Allah, meyakini dengan tidak meragukan apapun, tidak beprasangka, bahwa sesungguhnya diri kita ini milik Allah, apapun yang terjadi terhadap seorang hamba, apakah itu kehidupan atau kematian, kebahagiaan atau kesedihan, sehat atau sakit, kaya atau miskin, raja atau rakyat jelata semua sudah tertulis dalam qudrahnya Allah. Ikatan kita sebagai hamba dan Allah sebagai Rabb kita sudah didahului dengan perjanjian bahwa Allah tidak menciptakan jin dan manusia kecuali hanya untuk menyembah Allah. 

Dengan aqidah yang benar, tauhid, iman dan amaliyah kita tentu saja berada tepat di jalan yang dikehendaki oleh Allah. Refleksi dari s e m u a i t u a d a l a h k e m u d a h a n d a l a m melaksanakan perintah Allah dan menjauhi segala laranganNya serta ikut sunnah Nabi SAW. Apabila hubungan kita dengan Allah (hablumminallah) sudah benar, otomatis akan terwujud hubungan kita yang baik (akhlaqul karimah) dengan manusia (hablumminannas), sebaliknya apabila kita masih ragu dengan Allah tentu saja akan terpancar akhlak yang buruk dari diri kita. Tak salah bila Aqidah Akhlak menjadi salah satu mata pelajaran yang diajarkan di sekolah keagamaan s e b a g a i a w a l p e n g e n a l a n d a n penguatan. S e k a r a n g m a r i k i t a bermuhasabah diri, sesungguhnya aqidah ini merupakan ikatan dalam janji dan keyakinan hati, maka sudah sempurnakah Aqidah kita? Sudahkah kita melakukan apa yang dikehendaki oleh Allah dan RasulNya? Masihkan kita meminta sesuatu selain pada Allah? Kalaulah kita masih bermaksiat kepada Allah, masih mengagung-agungkan sesuatu selain Allah, sering meninggalkan shalat, masih melaksanakan larangan Allah, masih meragukan sunnah Nabi SAW dan masih belum meyakini status kita sebagai hamba maka yakinlah Aqidah kita jauh dari kesempurnaan dan tentu saja berimbas pada akhlak kita terhadap sesama. Wallahu'alam fissawab.
SHARE :
 
Top