Lamurionline.com--MENARIK melihat perkembangan dan pertumbuhan Aceh dewasa ini. Di satu segi Seuramo Mekkah telah bangun kembali dan mulai mampu bersaing dengan daerah-daerah lainnya di Nusantara, khususnya pascatsunami 2004. Namun, di sisi lain kita seolah latah mengadopsi berbagai macam kemajuan teknologi yang belum tentu bermanfaat bagi warga masyarakat. Isu yang sedang marak berkembang sekarang ini adalah penggunaan videotron. Apakah ini sebuah proyek yang mempunyai nilai untung atau sekadar alat yang nilainya buntung?
Apa sebenarnya videotron itu? Saya yakin banyak di antara kita yang belum terlalu familiar dengan istilah tersebut. Dulu, pertama mendengar kata ini, saya dan seorang sahabat malah berpikir ia semacam robot Megatron seperti dalam film Transformer. Secara sederhana, videotron adalah sebuah bentuk reklame digital dengan visual gambar yang bergerak (digital visual advertising). Ternyata ia juga disebut Megatron atau LED Screen Billboard. Sebagian orang juga menyebutnya “Media Reklame Digital Raksasa”. Jadi fungsi utamanya adalah untuk menampilkan iklan gambar yang bergerak sehingga terlihat lebih menarik. Materinya dapat di-update dengan cepat sesuai dengan keinginan pemiliknya.
Berbeda dengan iklan baliho atau billboard biasa yang cenderung statis dan gampang rusak warnanya karena iklim dan cuaca, videotron yang berbasis layar LED (ligh-emitting diodes) lebih mudah untuk menggantikan content iklannya karena terhubung dengan PC/laptop dan juga remote control, serta lebih cerah warnanya dengan grafis yang bergerak, sehingga tidak membuat orang cepat bosan. Secara teknis, LED adalah jenis pencahayaan yang menggunakan semi-konduktor untuk mengubah listrik menjadi cahaya. Jadi dapat kita katakan bahwa videotron adalah semacam alternatif baru khususnya bagi pengguna jasa advertising atau iklan.
Layanan masyarakat
Selain sebagai sarana iklan komersial, videotron saat ini mulai dilirik oleh berbagai instansi sebagai alat penyampaian program. Harapannya tentu saja supaya masyarakat dapat mengetahui program-program pemerintah yang sedang berjalan dan yang akan diusulkan untuk dilaksanakan. Inilah yang sedang digagas oleh pemerintah Aceh, khususnya Dinas Pendidikan, untuk dapat menggunakan videotron sebagai layanan masyarakat (public information) dalam dunia pendidikan.

Di level internasional, videotron sudah banyak dipasang di bandara, destinasi pariwisata dan perusahaan-perusahaan swasta lainnya seperti bank dan mall. Mereka menargetkan supaya konsumen bisa mengetahui dengan cepat macam-macam program layanan atau produk dan jasa yang disediakan. Konon, videotron terpanjang di dunia mencapai 457.2 meter terdapat di Fremont Street Experience, Las Vegas, Nevada, Amerika Serikat. Dari segi ini, penggunaan videotron sangat efektif dan efisien. Namun dalam konteks pemerintahan Aceh, apakah penggunaan alat ini sudah tepat sasaran?
Negara-negara Asia Tenggara, khususnya Indonesia yang berpenduduk padat, menjadi tujuan pasar (market place) bagi perusahaan-perusahaan besar dunia untuk menjual produk-produknya. Seiring dengan naiknya pertumbuhan ekonomi, negara kita menjadi komoditi berbagai barang dan jasa yang sangat menguntungkan. Hal ini tidak terlepas dari perkembangan teknologi dan informasi yang begitu pesat. Sekarang, semua orang bisa dengan mudahnya mengakses informasi secara global dari mana saja.
Di awal kemunculannya pada 1970-an, televisi mampu membius penontonnya sehingga menjadi sasaran utama dalam beriklan bagi perusahaan-perusahaan besar. Namun tidak berlangsung lama, internet menjadi sensasi di awal 2007. Masyarakat ramai berpindah kepada Internet yang membuat dunia periklanan juga berpindah haluan. Dewasa ini, dengan banyaknya aktivitas di luar ruang, menuntut adanya media iklan luar ruang (outdoor media) untuk berbagi informasi yang tidak dapat dipenuhi oleh telivisi dan internet yang lebih terfokus di dalam ruang saja (indoor media).
Maka lahirlah videotron sebagai sebuah solusi baru dunia periklanan. Dulu spanduk, baliho, dan billboard sempat menjadi media utama dalam beriklan. Namun banyaknya layanan tersebut seakan menjadi “sampah visual” yang merusak pemandangan. Pemasangan spanduk yang semrawut dan baliho yang bertebaran di mana-mana membuat lingkungan menjadi jelek. Dengan konsep penyatuan indoor media dan outdoor media, videotron dapat menggantikan media-media pendahulunya secara lebih kreatif dan elegan.
Pemasangan videotron bukan tanpa polemik. Oleh karena itu, hendaknya teknologi super canggih ini dapat diterapkan secara proporsional: Pertama, yang harus diperhatikan adalah lokasi penempatan. Keamanan dan keselamatan masyarakat harus menjadi prioritas. Videotron yang berukuran besar bisa jadi mengganggu kenyamanan lalu lintas akibat efek suara bising dan uap panas yang ditimbulkan. Kedua, faktor cuaca apabila terlalu ekstrem seperti angin ribut dan hujan badai yang bisa merobohkan video raksasa tersebut juga perlu dipertimbangkan. Dan, ketiga, secara sosial, isi yang ditayangkan dalam videotron tersebut hendaknya dapat mendidik masyarakat bukan malah merusak moral, seperti iklan rokok.
Berpotensi korupsi
Bersumber APBA 2016, Dinas Pendidikan (Disdik) Aceh membuat program videotron dengan pagu anggaran Rp 8,5 miliar. Proyek yang sudah lolos pembahasan di DPRA ini rencananya akan dibangun di lima titik, yaitu di Aceh Besar, Pidie, Aceh Tamiang, Aceh Barat, dan Subulussalam dengan rincian dana Rp 1,7 M per titik lokasi. Dengan jumlah dana yang sangat besar tersebut, maka wajar jika ditakutkan berpotensi korupsi ketika dana riilnya malahan tidak sampai setengah dari usulan tersebut (hanya berkisar Rp 300 juta/unit).

Banyak pihak sebenarnya yang mempersoalkan manfaat dari proyek videotron tersebut dalam dunia pendidikan. Bukan hanya kalangan akademisi, anggota dewan sampai masyarakat luas juga bertanya-tanya. Menurut Kepala Disdik Aceh, Hasanuddin Darjo, program videotron ini untuk penyampaian “informasi pendidikan yang bisa mendorong dan memotivasi masyarakat untuk mengetahui bahwa pendidikan di Aceh sudah berkembang dan maju.” (Serambi, 15/7/2016).
Namun anggota DPRA, Bardan Sahidi, justru mengatakan sulit menjelaskan apa manfaat videotron ini dalam dunia pendidikan.
Ketika mutu pendidikan Aceh masih rendah bahkan kalah dengan provinsi tetangga, Sumatera Utara, bukankah lebih baik membuat program yang bisa mendongkrak kualitas siswa di Aceh? Untuk mendorong peningkatan mutu pendidikan di Aceh, khususnya di daerah-daerah, saya rasa lebih baik kita fokuskan kepada program-program online, seperti video conference dan distance learning yang justru memberikan kontribusi lebih banyak dalam hal belajar dan mengajar di era teknologi informasi ini.
Pernyataan Rektor UIN Ar-Raniry, Farid Wajdi Ibrahim, dan Rektor Universitas Syiah Kuala (Unsyiah), Samsul Rizal, sebagai dua tokoh utama pendidikan Aceh sekarang ini patut menjadi pertimbangan kita bersama. Menurut Farid Wajdi Ibrahim, “Videotron tersebut belum sangat prioritas di Aceh. Masih banyak persoalan lain yang belum dilakukan oleh Dinas Pendidikan saat ini.” Sementara Samsul Rizal berpendapat, “Mutu guru jauh lebih penting dari program videotron. Mutu guru jadi fondasi awal yang harus kita bangun ketimbang infrastruktur seperti videotron.” (Serambi, 18/7/2016).
Sebagaimana dijelaskan di atas, videotron sebenarnya lebih cocok untuk media promosi produk barang ataupun jasa. Apa yang dapat kita promosikan dari dunia pendidikan sekarang ini? Mungkin perlu beberapa tahun lagi bagi kita menggunakan videtron ini dalam dunia pendidikan di Aceh sehingga bermanfaat dan tepat guna. Selain dampak positifnya yang belum teruji, alangkah baiknya dana yang besar tersebut dimanfaatkan untuk training para guru dan pembinaan keterampilan siswa, sehingga dunia pendidikan Aceh bisa berkontribusi menciptakan produk-produk baru yang bermanfaat bagi masyarakat.
Seharusnya kita bisa menjadi market leader yang bisa menciptakan dan memproduksi barang-barang sendiri. Bukan cuma mengadopsi dan menggunakan produk-produk dari luar saja, apalagi kalau hanya sekadar media pencitraan dan kampanye terselubung segelintir orang. Semoga kita bisa bersikap bijak dalam menerapkan program dan kebijakan pendidikan yang bermanfaat bagi generasi penerus, sehingga dapat melahirkan calon-calon pemimpin masa depan yang kompeten dan dapat diandalkan. Wallahu a’lam.
* Ahmad Faizuddin, mahasiswa program Doktoral (Ph.D) Educational Management & Leadership, Kulliyyah of Education, International Islamic University Malaysia (IIUM). Email: akhi.faizuddin@gmail.com (Serambi Indonesia)
SHARE :
 
Top