Oleh: Juwita,S.Pd 

Manusia adalah makhluk sosial yang merupakan bagian dari kehidupan khalayak yang luas. Kehidupan tidak hanya milik personal, jika manusia menyadari kehidupan bukan untuk personal, timbullah penghayatan, kesadaran yang terakselerasi dalam bentuk keinginan untuk berbagi dalam hal “ pikir dan rasa “. Kehidupan bersifat multilevel dimana untuk membangun kesatuannya kearah positif membutuhkan perubahan-perubahan, termasuk didalamnya kaidah-kaidah beretika sebagai dasar ekspresi pribadi manusia. 

Figur pelintas batas adalah pribadi yang mampu memposisikan dirinya sebagai sosok yang komunikatif estetis, yang menunjukkan cara ekspresi sikap perilaku diwujudkan ke dalam bentuk keindahan satu rasa yang khas. Satu kebahagiaan yang sangat luar biasa bila menjadi figur yang mampu berkomunikatif dengan perilaku yang estetis dengan latar belakang dan dimensi kehidupan yang berbeda, semua kita pasti berkeinginan menjadi sosok pribadi pelintas batas, dan figur tersebut adalah dambaan kita ditengah kebaikan dan keburukan yang mengakrabi perilaku manusia setiap saat, terutama untuk mewujudkan dan menggerakkan perasaan kepada kenyataan pengambilan keputusan yang bermakna dan mendatangkan mamfaat. 

Figur pelintas batas adalah angin segar, dengan kehadirannya akan membuat orang merasa nyaman, kepergiannya adalah sebuah kerinduan, berikut ini beberapa hal yang merupakan ciri figur pelintas batas diantaranya yaitu: 

1. Altruistis, yaitu memiliki sifat mendahulukan kepentingan orang lain. Naluriah manusia mendahulukan diri terhadap orang lain ini pada kenyataannya memang perlu, Hak mendahulukan diri ini pun diakui dan dibenarkan oleh Allah SWT, namun ada tempat dan batasnya, biasa disebut hak-hak privasi, jelas diakui sepenuhnya oleh Allah SWT, supaya disalurkan kepada usaha lebih mendekatkan diri kepada Allah dengan ibadah yang lebih banyak dan lebih ikhlas, kusyu’ dan tawadhu’. 

Dalam kehidupan sosial kita diwajibkan untuk mendahulukan kepentingan orang lain, apalagi bila ada kekuasaan yang diamanahkan kepada orang tersebut, namun bila tidak memiliki sifat altruistisme kelihatanlah sangat bebal terhadap kepentingan masyarakat umum, tak tergerak melihat saudara-saudaranya yang lemah tertindas, dia hanya memperkaya diri dan golongannya. Sifat altruistis menuntun pelaku kepada perilaku untuk berbuat adil, terhindar dari korupsi, kolusi, nepotisme, mendahulukan kesejahteraan diluar pribadinya dengan tidak menganut prinsip kerja cangkul, berperilaku jujur dan penyayang. 

Bila sifat altruistis dimiliki, maka kehadiran sosok tersebut akan tetap selalu dirindukan oleh masyarakat, sebaliknya bila sifat altruistis tidak dimiliki akan jadi hajatan agar sosok tersebut segera menghilang. 

2. Tidak mempersulit Imam Muslim meriwayatkan dari Sahabat Jabir bin Abdillah ra, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

 إِنَّ اللَّهَ لَمْ يَبْعَثْنِي مُعَنِّتًا وَلَا مُتَعَنِّتًا وَلَكِنْ بَعَثَنِي مُعَلِّمًا مُيَسِّرًا 
Artinya : Sesungguhnya Allah tidak mengutusku menjadi orang yang mempersulit (masalah) dan orang yang mencari-cari kesulitan, tetapi sebagai pendidik yang memudahkan. 

Kita akan dicintai bila menjadi sosok yang tidak mempersulit permasalahan dalam berbagai masalah, selalu memberikan kemudahan mengatasi permasalahan yang tidak membuat orang pesimis dan rendah diri. 

Bahkan mampu mencari solusi untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi orang lain. 

3. Relasitisme Artinya persona fungsional yang menyadari kaitan individu dengan lingkungan dan menyatakan diri ada hubungan dan melaksanakan fungsi relasi, komit dengan masalah sosial, empati sosial yang tinggi, sadar kelemahan dan keterbatasan. Perilaku relasitisme dimunculkan akan timbul sikap rendah hati, tidak meremehkan orang lain, menghargai dan tidak egoistis. 

Kutipan kata bijak dari Samuel Butler :” Karakter paling nyata dari kebodohan adalah kesombongan dan kebanggaan pada kecongkakan.” 

Memiliki sikap relasitisme tidak akan malu bertanya, gigih menjalin link yang positif, senang dan tulus menerima kritikan atau saran darimana pun sumbernya. 

4. Instropeksi diri Mengintropeksi diri dengan tidak menyalahkan orang lain dapat menentukan keputusan akhir dari suatu tujuan yang ingin dicapai. Masalah mengintropeksi diri dengan menyalahkan orang lain, dimulai dengan disiplin terhadap diri sendiri, lapang dada terhadap orang lain. Jika kita berperilaku disiplin dan berlapang dada, otomatis kita akan dapat menjaga kelakuan dan memaafkan perbuatan orang lain dengan benar-benar ikhlas dari relung hati, maka akan terhindar dari kebencian dan konflik dengan orang lain. Perbedaan antara orang yang selalu merenungi untuk instropeksi diri dengan orang biasa adalah dengan hati yang tidak mencari kesalahan orang lain, tetapi mencari kesalahan diri sendiri, dengan sifat memaafkan diri sendiri dan memaafkan orang lain. 

Dalam perjalanan kehidupan, misalnya mulai dari pejabat negara yang memimpin sampai rakyat jelata, ketika terjadi konflik apabila kedua belah pihak dapat mengintropeksi diri sendiri, menanyakan pada nurani apa yang telah diperbuat, pasti semua konflik dan perselisihan dapat diselesaikan dengan mudah. Tetapi jika hanya menyalahkan pihak lain dan tidak dapat mengintropeksi diri sendiri, maka akan timbul kebencian dan konflik makin berkepanjangan, yang akan menyebabkan ketidak harmonisan dan kehancuran hubungan. Sosok yang selalu menginstropeksi diri akan melahirkan jiwa kepribadian yang bijaksana dalam semua hal, dengan tidak menyalahkan dan memarahi orang lain, tidak akan menyembunyikan kesalahan, tidak melemparkan tanggung jawab diri sendiri, sehingga tidak akan menyebabkan konflik dan pertengkaran dengan orang lain. 

5. Senyuman Suasana hati akan luluh dengan sebuah pekerjaan yang ringan dan mudah dilakukan yakni senyuman, Nabi Muhammad Saw telah meluluhkan hati siapa saja dengan senyuman, mampu menyihir hati dengan senyuman., menumbuhkan harapan dengan senyuman, mampu menghilangkan sikap keras hati dengan senyuman, mensunnahkan dan memerintahkan umatnya agar menghiasi diri dengan akhlak mulia ini. Bahkan beliau menjadikan senyuman sebagai lahan berlomba dalam kebaikan. 

Rasulullah saw. bersabda, 

فقال: (وتبسمك في وجه أخيك صدقة) رواه الترمذي وصححه ابن حبان. 

“Senyummu di depan saudaramu adalah sedekah.” At Tirmidzi dalam sahihnya. 

Menjadi figur pelintas batas tidak akan pelit untuk selalu menyunggingkan bibirnya yakni senyuman, yang akan sangat berdampak pada psiklogis seseorang, yang menceminkan suasana hati, menjadikan sosok yang tidak ditakuti. Dalam kehidupan senyuman mampu membawa dampak positif yang efektif, yaitu senyuman menjadi pendahuluan ketika hendak meluruskan orang yang keliru, dan menjadi bagian pembuka ketika mengingkari yang munkar. Orang yang selalu cemberut akan menyengsarakan dirinya sendiri dan memunculkan banyak penyakit baik lahir atau batin. 

Sukar senyum berarti tidak menikmati suasana, kurang bersyukur,kurang menerima dengan ikhlas suatu keadaan yang datang. Sosok yang mau menebar senyum, selamanya ia akan senang dan gembira dalam kehidupan, baik suka maupun duka.

Penulis merupakan Guru SDN 1 Indrapuri 
SHARE :
 
Top