Oleh Sri Suyanta Harsa

sumber ilustrasi: republika.co,id
Muhasabah 25 Jumadil Tsani 1441
Saudaraku, dalam kajian filosofis sufistik dinyatakan bahwa manusia adalah miniatur alam semesta; mikrokosmos yang merepresentasikan makrokosmos, 'alam shaghir menggambarkan 'alam kabir. Tidak saja menggambarkan keberadaan materi yang ada di alam semesta, karakter dan sifatnya, tetapi juga aktivitasnya. Bila tema muhasabah selama ini tentang sifat atau karakter benda atau hewan tertentu yang bisa saja ada melekat pada diri manusia, maka hari ini kita akan mentadaburi fakta tentang aktivitasnya.

Sejatinya bila terjadi apapun di alam semesta (alam kabir) ini, maka sejatinya merupakan cermin atau perwujudan dari apa yang terjadi dalam dirinya manusia (alam shaghir). Bila hati seseorang bersih maka akan memantul pada perilakunya yang juga bersih, baik dan sopan. Sebaliknya, bila hatinya kotor, maka juga akan merefleksi pada tingkah polahnya yang kotor, jahat dan rusak.

Bila hati seseorang tulus ikhlas, maka beramal pun juga ikhlas, istiqamah, menyejukkan, memudahkan dan membahagiakan. Namun sebaliknya bila hatinya "ada maunya" apalagi semrawut, maka etos kerjanya juga ketika ada maunya saja, dan meja kerja pun (baca rumah, ruang tamu, kamar tidur, kamar mandi, dapur, kendaraannya dll) juga semrawut, berantakan, tak terurus, berkas-berkas menumpuk tak diselesaikan.

Bila hati para warga bangsanya sejuk damai, maka damai sejahteralah hidup dan kehidupannya juga sosial masyarakatnya. Namun bila hati para warga bangsa bergejolak, gempa apalagi terjadi tsunami, maka juga akan mewujud terjadinya huru hara, gempa badai atau tsunami di alam semesta ini. 

Begitulah seterusmya, bagaimana kondisi internal alam manusia dan kondisi eksternal alam semesta saling memengaruhi. Kemudian coba kita perhatikan, bukankan gunung-gunung di alam semesta ini juga terkadang meletus atau erupsi, persis seperti manusia batuk.makanya kemudian ada personifikasi seperti "Gunung Merapi sering batuk lagi", "Kali ini Gunung Bromo batuk lagi" 

Tidakkah kita juga sering mendengar tentang ketegasan seseorang dengan mengatakan bahwa suaranya bak halilintar, sikapnya seperti pedang yang memutuskan tali segala urusan. Bila kita mendapati seorang anak menahan air mata, maka sering dikatakan "wajahnya tampak mendung sepertinya akan hujan". 

Begitulah sinergisitas antara sisi dalamnya manusia dengan sisi luar. Bagaimana tampilan lahir merupakan pantulan dari tampilan batin di  hatinya. Ketika telah mampu menjaga hati sesuci mungkin lalu menghiasi hati seindah mungkin, maka kita layak mensyukurinya. Pertama, mensyukuri di hati dengan meyakini bahwa Allah melalui penciptaan diri manusia, dan juga langit, bumi serta apapun yang terjadi di antaranya merupakan ayat-ayat Allah yang mengantarkan diri manusia pada Rabbnya. Kedua, mengucapkan alhamdulillahi rabbil 'alamin. Dengan mensyukurinya semoga Allah menganugrahkan hidayahNya sehingga kita mampu menjaga hati agar tetap cenderung yang baik-baik, sehingga mewujud di alam ini yang baik-baik juga. Ketiga, mensyukuri dengan tindakan nyata, yaitu menjaga hati agar tetap suci, sehingga dapat merefleksi di alam ini.

Maka dzikir pengkodisian hati dan penyejuk kalbu guna menjemput hidayahNya adalah membasahi lisan dengan ya Allah ya Quddus ya Hafidz ya Allah zat yang maha suci, zat yang nemelihara, tunjukilah kami jalan untuk meraih ridhaMu ya Rabb.
SHARE :

0 facebook:

Post a Comment

 
Top