Oleh: Hj.Supiati, S. Ag., M. Sos

Sekretaris IPARI Kota Banda  Aceh

Tragedi di Bandung yang menimpa seorang ibu dan dua anaknya meninggal dunia menjadi pengingat pahit bagi kita semua. Dalam sekejap, sebuah keluarga hancur akibat tekanan hidup dan masalah rumah tangga yang dibiarkan menumpuk tanpa penanganan. Fakta dari olah tempat kejadian perkara menunjukkan rumah terkunci dari dalam, tidak ada tanda kekerasan fisik, dan adanya surat permohonan maaf dari sang ibu yang mengungkapkan kelelahan serta tekanan batin. Kejadian ini tidak hanya menyayat hati, tetapi juga menimbulkan pertanyaan mendalam: bagaimana keluarga bisa sampai pada titik ini, dan apa yang bisa dilakukan untuk mencegah tragedi serupa?

Menurut data WHO, stres kronis, tekanan ekonomi, dan konflik rumah tangga merupakan faktor risiko utama terhadap kesehatan mental dan potensi kekerasan dalam rumah tangga. Penelitian psikologi keluarga menunjukkan bahwa orang tua yang mengalami stres berat cenderung mengalami gangguan kemampuan pengambilan keputusan dan kontrol emosi, yang secara tidak langsung berdampak pada keselamatan anak-anak mereka. Dengan kata lain, keluarga yang tidak memperoleh dukungan emosional dan psikososial berisiko tinggi mengalami disfungsi keluarga yang fatal.

Kasus ini mengungkap beberapa lapisan masalah yang saling terkait:

1. Tekanan Ekonomi dan Utang

Beban finansial sering menjadi pemicu stres kronis. Dalam kasus Bandung, sang ibu menulis dalam suratnya tentang tekanan utang dan rasa putus asa terhadap kondisi keluarganya. Teori stres psikososial menyebutkan bahwa stres berkepanjangan tanpa coping mechanism dapat memunculkan perilaku destruktif, baik terhadap diri sendiri maupun orang lain.

2. Komunikasi yang Buruk dan Dukungan Emosional Minim

Kurangnya komunikasi efektif antara pasangan menyebabkan akumulasi konflik. Anak-anak menjadi korban tidak langsung dari ketidakmampuan orang tua dalam mengelola emosi. Menurut teori sistem keluarga (Family Systems Theory), setiap anggota keluarga saling memengaruhi; ketegangan orang tua dapat memengaruhi kesejahteraan psikologis anak secara signifikan.

3. Kesadaran Terbatas tentang Kesehatan Mental

Masih banyak orang tua yang mengabaikan pentingnya menjaga kesehatan mental diri sendiri dan anak-anak. Pendidikan dan literasi psikologi keluarga yang rendah membuat mereka tidak menyadari tanda-tanda stres berat, depresi, atau gangguan mental ringan yang dapat bereskalasi menjadi tragedi.

Upaya Preventif dan Pendampingan

Sebagai bagian dari upaya pencegahan, penyuluh keluarga dan tenaga profesional di bidang psikososial memegang peran strategis. Berikut beberapa langkah kunci:

1. Deteksi Dini dan Edukasi Kesehatan Mental

Penyuluh harus mampu mengidentifikasi tanda stres dan gangguan mental pada orang tua. Edukasi keluarga tentang pentingnya kesehatan mental, pengelolaan stres, dan pengasuhan berbasis kasih sayang harus dilakukan secara rutin, termasuk melalui modul penyuluhan dan workshop komunitas.

2. Pendampingan Psikososial dan Dukungan Layanan Publik

Kelompok dukungan, konseling psikologi, dan konseling agama harus diakses oleh keluarga yang menghadapi tekanan hidup. Pemerintah dapat memfasilitasi layanan ini melalui program desa/kelurahan, layanan online, atau hotline krisis keluarga.

3. Optimalisasi SDM Penyuluh

Penyuluh perlu diberdayakan dengan kemampuan analisis kasus, pemahaman psikologi keluarga, serta keterampilan komunikasi efektif untuk menuntun keluarga keluar dari tekanan. SDM penyuluh yang kuat akan menjadi garda terdepan dalam pencegahan tragedi keluarga.

4. Kebijakan Terpadu Pemerintah

Pemerintah harus memandang keluarga sebagai unit utama pembangunan manusia. Integrasi program ekonomi keluarga, literasi keuangan, kesehatan mental, dan edukasi parenting menjadi solusi menyeluruh. Dengan demikian, intervensi tidak hanya bersifat reaktif tetapi juga preventif.

Tragedi ini mengingatkan kita bahwa kesejahteraan mental keluarga sama pentingnya dengan kebutuhan fisik. Orang tua yang sehat secara psikologis adalah fondasi utama bagi anak-anak yang aman dan berkembang secara optimal. Peran penyuluh, didukung oleh kebijakan pemerintah yang terintegrasi, menjadi kunci dalam menciptakan lingkungan keluarga yang aman, nyaman, dan penuh dukungan. Dengan deteksi dini, edukasi, dan pendampingan yang tepat, tragedi serupa dapat dicegah, dan keluarga tetap menjadi unit harmonis yang menjadi pondasi bangsa.

SHARE :

0 facebook:

 
Top