Oleh Sri Suyanta Harsa

Ilustrasi
Muhasabah 10 Rabiul Akhir 1441 
Saudaraku, tema muhasabah hari ini tentang yunior dan senior. Tentu tidak hanya dikenal pada hal-hal yang bernuansa atletis di bidang keolahragaan, tetapi juga dalam ranah institusional, sosial dan kemasyarakatan. Ya yunior dan senior, dua kata yang menjadi tema muhasabah hari ini memiliki makna yang berbeda. Yunior digunakan untuk merujuk makna "usia pemula, atau baru atau muda", sedangkan senior digunakan untuk merujuk makna "pendahulu, lama, tua, dan berpengalaman".

Dalam praktiknya, yunior dan senior sering digunakan dan dipertimbangkan dalam berbagai-bagai urusan misalnya untuk menduduki  atau mengemban amanah tertentu dan ditentukan berdasarkan beragam aspek. 

Pertama, pertimbangan umur, yakni yunior atau senior dilihat berdasarkan pada umur masing-masing, sehingga sesiapun yang lebih muda umurnya sebagai yunior mesti tabik pada yang lebih tua sebagai senior. Kalau tuan puan sudah berumur 50 tahun berarti sisiapa saja yang berumur di bawah itu berarti yunior tanpa melihat kepenguasaan ilmu atau jabatannya. Dan  bagi yang sudah di atas 50 tahun berarti seniornya. Begitu seterusnya.

Kedua, atas dasar kelas dan jenjang pendidikannya, yakni yunior dan senior didasarkan pada tingkat pendidikannya, SD/MI, SMP/MTS, SMA/MA, PT. Siswa SD kelas 2 sebagai senior dari siswa kelas 1, kelas 3 atas kelas 2, 4 atas kelas 3, 5 atas kelas 4 begitu seterusnya sampai 6 atas kelas 5. Jenjang SMP 7, 8, 9 dan SMA ya 10, 11 dan 12. S1, S2 dan S3.

Di perguruan tinggi mahasiswa yang baru masuk berarti dikira sebagai mahasiswa yunior, dan mahasiswa abang/kakak letingnya disebut seiornya. Di sini kita sering mendengar berita di berbagai kasus PT bahwa sebagai mahasiswa yunior kerap kali diperlakukan "kasar" oleh seniornya, misalnya saat orientasi kampus atau mentoring.

Ketiga, atas dasar pangkat, yakni yunior atau senior didasarkan pada pangkat dan golongannya dalam kepegawaian, maka ada yang paling yunior I/a (juru muda) sampai yang paling senior IV/e (pembina atama) atau jabatan akademiknya dari asisten ahli muda sampai guru besar. Demikian juga di kepolisian atau di TNI.

Keempat, atas dasar durasi waktu, yakni yunior dan senior didasarkan pada sebentar atau lamanya seseorang bergabung dalam sebuah organisasi/institusi. Jadi para pendatang baru pada organisasi atau partai atau paguyuban tertentu dinilai sebagai yunior dan yang sudah lama dikenal sebagai senior.

Keenam, atas dasar profesionalitas, yakni yunior atau senior didasarkan pada kemampuan dan pengalaman dalam bidangnya. Di sinilah orang lama kemudian dikenal sebagai para pendahulu.

Senioritas mana yang diikuti dan dijadikan dasar pijakan pengambilan putusan dalam suatu urusan di instansi tertentu tentu berpulang pada top manager nya atau pada tipe kepimpinannya dan atau pada regulasi yang tersedia.

Oleh karena itu, sekiranya seseorang dipertimbangkan atas senioritasnya akan menjadi sangat jelas. Dari aspek apanya yang mau dikategorikan senior sehingga berhak itu dan itu. Barangkali yang tidak jelas ketidaktahuan atau lebih tepatnya ketidaksepahaman dengan keputusan para pengambil kebajikan dimaksud. Seperti adanya putusan dengan menempatkan orang-orang tertentu yang menurut seseorang sudah memperhatikan aspek senioritas, eh ternyata dinilai belum oleh lainnya.

Senioritas dalam batas-batas kewajaran tentu bisa dipahami apalagi disertai dengan menjauhkan diri dari sikap takabur, atau sikap berbangga diri. Seperti telah seting dusebut bahwa berbangga diri merupakan sifat iblis. Iblis berasal dari kalangan jin yang diciptakan oleh Allah dari api sekaligus dicipta sebelum Nabi Adam. 

Allah berfirman yang artinya, sesungguhnya, Kami telah menciptakan manusia (Adam) dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk. Dan, Kami telah menciptakan jin sebelum Adam dari api yang sangat panas,” (QS Al-Hijr 26-27).

Ketika Allah swt memerintahkan malaikat agar bersujud kepada Nabi Adam as, maka bersujudlah para malaikat, tetapi tidak iblis. Iblis menolak untuk bersujud kepada Nabi Adam a.s. Allah berfirman ''mengapa engkau menolak bersujud kepada Nabi Adam yang telah Aku ciptakan dengan tangan-Ku?" Iblis menimpali ''Aku lebih baik daripada Adam, sebab aku Engkau ciptakan dari api, sedangkan Adam Engkau ciptakan dari tanah liat!"  Allah berfirman "Maka keluarlah kamu dari surga; Sesungguhnya kamu adalah orang yang terkutuk! Sesungguhnya kutukanKu tetap atasmu sampai pada hari pembalasan. Iblis berkata: "Ya Tuhanku, berilah tangguh kepadaku sampai hari ketika mereka dibangkitkan''. Allah berfirman sesungguhnya kamu termasuk  yang diberi tangguh sampai kepada hari yang telah ditentukan waktunya (hari kiamat).

Ilustrasi di atas dapat kita jumpai di berbagai tempat dalam al-Qur'an, yang intinya menceritakan bahwa iblis sebagai senior karena diciptakan sebelum Nabi Adam dan dicipta dari unsur yang lebih tinggi, maka ia  takabur sehingga diusir dari surga dan tidak akan pernah dapat didapatinya kembali. 

Dalam hal ini di antara tanda sikap takabur atau berbangga diri adalah merasa dirinya lebih karena ilmunya, atau ketaatannya atau kedekatannya dengan penguasa, sehingga busa menganggap remeh orang lain apalagi orang tersebut statusnya bukan siapa-siapa dan bukan apa-apa. Na'udzubillahi min dzalika. Padahal semestinya, senioritas harus keniscayakan sikap tawadhuk atas lainnya termasuk kepada yuniornya.

Ketika kita berhasil mengukuhkan sikap bijak, menghormati senior dan menyayangi yunior, maka kini saatnya kita mensyukurinya baik di hati, lisan maupun perbuatan nyata.

Pertama, mensyukuri di hati dengan meyakini bahwa yunior dan senior; pengganti dan yang digantikan, yang muda dan yang tua merupakan keniscayaan sebagaimana siklus kehidupan. 

Kedua, mensyukuri dengan lisan seraya melafalkan alhamdulillahi rabbil 'alamin. Dengan memujiNya, semoga Allah menganugrahi kita hati yang bijak sehingga membawa kemaslahatan di manapun mengabdi.

Ketiga, mensyukuri dengan langkah konkret, yakni menghormati senior dan menyayangi unior

Sehubungan dengan tema muhasabah hari ini, maka dzikir pengkodisian hati penyejuk kalbu guna menjemput hidayahNya adalah membasahi lisan dengan lafal ya Allah ya Awwalu ya Akhiru. Ya Allah zat yang maha awal dan maha akhir, tunjuki kami jalan untuk meraih keridhaanMu ya Rabb. Aamiin.
SHARE :

0 facebook:

Post a Comment

 
Top