Oleh Sri Suyanta Harsa

Sumber llustrasi: NusantaraNews.com
Muhasabah fi Yaumil Bidh 14 Jumadil Ula 1441 
Saudaraku, tema muhasabah hari ini juga merupakan bagian dari prinsip yang ada dalam kehidupan seorang mukmin terutama terkait dengan akhlakul karimah yang mesti dipeluk. Di antara prinsip yang efektif diyakini dalam hal ini adalah bahwa berlaku sederhana atau seperlunya saja bisa mengantarkan tetap berwibawa. Seperlunya itu tidak berada pada ekstremitas. Misalnya dalam hal bercandatawa benar-benar harus seperlunya saja, agar hati tidak mati karenanya. Karena Rasulullah saw bersabda, Dan janganlah terlalu banyak candatawa. Sesungguh­nya terlalu banyak candatawa dapat mematikan hati.”(Hr. Al-Turmudzi)

Dalam hidup dan kehidupan ini, kita tidak bisa membayangkan seandainya tidak ada yang namanya candatawa. Pasti akan ada ungkapan, laksana langit di malam hari tanpa bintang gumintang; atau tak indah lautan tanpa gelombang; atau tak lezat sayurmakanan tanpa garam atau ungkapan senada lainnya. Semua ini tanpa "candatawa" meniscaya malam akan gelap gulita semakin panjang, dan pergaulan pun menjadi hambar.

Pada tataran realitas, hal-hal yang mengundang gelaktawa merupakan salah satu sarana memperoleh kepuasan hati, kesenangaan dan pelipur lara. Bahkan dalam dunia dakwah dan pendidikan, sekalipun kejenakaan yang dapat mengundang gelaktawa dalam batas tertentu juga diperlukan sebagai salah satu teknik dalam penyampaian pesan atau materi ajar sehingga mudah dipahami, menyenangkan dan tidak membosankan.

Ceramah agama akan diminati oleh segala umur dan kalangan ketika dilakukan dengan serius tetapi santai (sersan), berisi tentang hikmah atau ilmiah, tetapi juga disampaikan dengan menyelipkan candaan. Oleh karenanya kita secara populis terkesan dengan ceramahnya KH Zainuddin MZ, AA Gimnastiar, Ustad Abdul Somad (UAS), Ustad Adi Hidayat dan seterusnya.

Demikian juga proses belajar mengajar (PBM) akan sangat berkesan ketika dikemas dan didesain secara PAIKEMI, pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efektif, menyenangkan dan islami. Agar pendidik dan peserta didik menjadi rilek dan senang, maka dalam praktiknya, sesekali diselingi dengan bermain atau bercandatawa tanpa mengaburkan tujuan yang diharapkannya.

Karena begitu penting maka Islam mengatur keberadaan dan perihal candatawa dimaksud. Candatawa laksana keberadaan dunia ini atas akhirat. Ia sementara, tidak selama-lamanya, dan lebih merupakan sarana bukan tujuan. Allah berfirman yang artinya Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan sendagurau belaka. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka tidakkah kamu memahaminya? (Qs. Al-An'am 32)

Para ulama juga sering menyampaikan bahwa Rasulullah saw juga memiliki rasa jenaka yang tinggi. Di antara cerita yang lazim disampaikan adalah saat seorang nenek mengadu tentang nasibnya di akhirat dengan bertanya tentang peruntukan surga untuk kaum laki-laki saja. Dan Rasulullah menjawab bahwa nenek-nenek tidak ada di surga nanti. Rupanya jawaban itu membuatnya sedih, tetapi kemudian dijelaskan dengan membaca al-Qur'an, Sesungguhnya kami menciptakan mereka (bidadari-bidadari itu) secara langsung. Lalu Kami jadikan mereka gadis-gadis perawan. Yang penuh cinta lagi sebaya umurnya.” (QS. Al-Waqi’ah 35-37). Nenek-nenek hanya ada di dunia saja, dengan iman dan amal shalihnya nantinya dibalas dengan surga yang keadaannya Allah jadikan mereka para gadis perawan.

Begitulah candaan Radulullah saw, bahkan saat sakit jelang wafatnyapun, Rasulullah juga masih sempat bercanda kepada Aisyah isteri yang memangkunya dengan menyampaikan "sepertinya adinda duluan yang akan meninggal, karena saya yang sakit tetapi adinda yang mengaduh".

Nah, dengan normativitas di atas akan menjadi jelas bahwa candatawa itu penting.
Tetapi bercandatawa yang mengundang gelak tawa tentu harus dikendalikan, mesti dibatasi, dan tidak boleh diperturutkan sehingga dapat kebablasan. Karena bagaikan obat bila over dosis bisa berbahaya, di antaranya menyebabkan mengerasnya hati sehingga mati. Bercanda menjadi tidak etis ketika dilakukan di antaranya dengan berketerusan, kepada orang yang tidak suka bercanda, terhadap persoalan-persoalan yang serius dan sensitif, menggunakan kata-kaya yang jorok dan hal-hal yang dilarang oleh syariat.

Candatawa bagikan bintang yang menghiasi langit di malam hari. Candatawa laksana gelombang yang membuat lautan indah menantang. Candatawa bak garam penyedap makanan sehingga lezat cita rasanya. Candatawa seperti halnya obat yang menyehatkan. Bintang, gelombang, garam dan obat akan bekerja sesuai kadar dan ukurannya sehingga sunatullahNya memungkinkan merahmati semesta.

Ketika candatawa telah dapat dikendalikan seetis mungkin dan dapat dilakukan seperlunya saja, maka kita layak mensyukurinya. Pertama, meyakini bahwa candatawa mesti ada batas, saat dan tempatnya. Oleh karena itu kehati-hatian dan kearifan sangat penting agar tidak kebablasan saat bercandatawa. Kedua, mensyukurinya dengan memperbanyak mengucapkan alhamdulillahi rabbil'alamin, Allah menyediakan segala yang dihajadkan demi kebahagiaan manusia, termasuk mengaruniai rasa suka akan kejenakaan. Ketiga, mensyukurinya dengan perbuatan nyata, bercadatawa seperlunya saja.

Sehubungan dengan tema muhasabah hari ini, maka zikir pengkodisian hati penyejuk kalbu guna menjemput hidayahNya adalah membasahi lisan dengan lafal ya Allah ya Hakim. Ya Allah, zat yang maha bijaksana, tuntun kami kepada akhlak yang santun sehingga memperoleh keridhaanMu ya Rabb. Aamiin.
SHARE :

0 facebook:

Post a Comment

 
Top