Oleh: Juariah Anzib, S.Ag

Penulis Buku Menjadi Guru Profesional



Kita buka sebuah lembaran indah penuh berkah dalam pesona keimanan. Sebuah kisah yang perjalanan seorang shahabiyah Ummul Mukminin Ummu Salamah. Seorang wanita mulia nan  suci dari keluarga bangsawan Arab yang terhormat di tengah kaumnya Bani Makhzum. Putri seorang zadur Rakib yang terkenal murah hati dan penyayang. Ia tumbuh kembang menjadi seorang yang berjiwa jernih seperti ayahnya Abu Umaiyah.

Menurut syaikh Mahmud Al-Mishri dalam bukunya Biografi 35 Shahabiyah Nabi Saw, Wanita cantik jelita ini dikagumi banyak orang. Namun hatinya hanya mampu diluluhkan oleh seorang pemuda Quraisy yang terkenal sebagai seorang ksatria, dia  Abdulullah bin Abdul Asad.  Yang lebih dikenal dengan sebutan Abu Salamah. Ibunya Barrah bin Abdul Muthalib bin Hasyim, bibi Rasulullah saw. Pernikahan ummu Salamah dengan Abu Salamah berlangsung penuh keberkahan merengkuh kebahagiaan.

Wanita lembut berparas sempurna ini beserta suaminya segera beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka tergolong orang-orang yang pertama hijrah ke Habasyah. Ketika ancaman bertubi-tubi menimpa kaum muslimin, Rasulullah saw memerintahkan untuk hijrah ke Habasyah mencari perlindungan sekaligus mensyiarkan dakwah Rasulullah saw. Raja Habasyah memberi jaminan kepada mereka untuk menjalankan agama mereka.

Syaikh Mahmud menyebutkan, Ummu Salamah bersama suaminya juga ikut hijrah ke Madinah Al-Munawwarah bersama rombongan kaum muslmin lainnya. Perjalanan yang penuh derita, namun ia jalani penuh kesabaran. Dalam sebuah riwayat Ummu Salamah menuturkan, ketika sudah bertekat hijrah, Abu Salamah mempersiapkan unta untukku dan anakku, lalu menggiringnya. Anak kami Salamah masih dalam gendonganku. Ditengah perjalanan kami dicegat  sejumlah orang dari Bani Mughirah. Mereka berkata, "kau silahkan saja pergi. Lalu bagaimana dengan kawan wanita kami ini? Atas dasar apa kami membiarkanmu meninggalkan negeri ini dengan membawa istrimu?"

Mereka meraih tali kekang unta dan membawaku pergi agar tidak ikut hijrah. Mereka juga merebut Salamah anak kami secara paksa. Akhirnya Abu Salamah hijrah ke Madinah seorang diri. Peristiwa yang sangat penyayat hati, kami terpisah sendiri-sendiri. 

Sejak kejadian itu, setiap pagi aku duduk ditengah padang pasir. Meratapi nasib  dan menangis disepanjang hari. Hal tersebut berlangsung setiap hari hingga satu tahun lamanya. Menyaksikan kondisiku yang parah tersebut, seorang kerabat dari Bani Mughirah merasa prihatin. Ia menyarankan untuk melepaskanku, karena mereka telah memisahkanku  dari anak dan suamiku.

Setelah aku dibebaskan, lalu Bani Asad mengembalikan anakku. Akupun pergi menuju Madinah menyusul suamiku tanpa didampingi siapapun. Setiba di Tan'in, aku bertemu dengan Utsman bin Thalhah bin Abu Thalhah dari Bani Abduddar. Ia bertanya, "mau pergi kemana wahai putri Abu Umaiyah? Aku menjawab, hendak menemui suamiku di Madinah. Siapa yang menemani mu? Aku menjawab, hanya Allah yang menemaniku dan anakku".

Utsman berkata, demi Allah,  sungguh tak patut engkau pergi seorang diri. Ia meraih tali kekang unta dan pergi menuntunku. Demi Allah aku belum pernah ditemani seorang lelaki Arab yang lebih mulia darinya. Saat istirahat ia menghentikan unta dan menjauh. Setelah aku turun, ia meraih unta dan menurunkan barang-barangku, kemudian kembali menjauh. Menambatkan unta di pohon dan beristirahat di bawah pohon yang lain. 

Kemudian kami melanjutkan perjalanan hingga tiba di Madinah. Ketika tiba di perkampungan Bani Amr bin Auf di Quba, ia berkata. "Di desa itulah suamimu tinggal. Masuklah ke sana dengan berkah Allah." Lalu Utsman kembali ke Mekah. Ummu Salamah kembali berkumpul bersama suami dan anaknya dengan penuh kebahagiaan. Pasangan ini menjalani kehidupan dengan beribadah kepada Allah, membekali diri dengan ketakwaan yang dipelajari langsung dari Rasulullah saw.

Syaikh Mahmud Al- mishri juga menuturkan bahwa, Ummu Salamah selalu mendorong suaminya untuk berjihad. Melawan musuh agama dengan memproklamirkan dakwah nabi. Abu Salamah bergabung dibawah panji Rasulullah saw. Terjun ke kancah pertarungan seperti dalam perang Badar. Hingga mengakibatkan tangannya terluka parah oleh panah Abu Asamah Al-Jusyami. Setelah kembali dari peperangan, Ummu Salamah istri tercinta merawat luka suaminya hingga sembuh.

Satu tahun kemudian, disusul pula dengan perang Uhud. Sebagai ksatria yang tangguh, Rasulullah menunjuk Abu Salamah sebagai komandan pasukan dan menyerahkan panji kepadanya. Dengan sigap ia menyergap Bani Asad bin Khuzaimah sambil  melancarkan serangan sampai musuh kocar kacir. Kaum muslimin mengalami kemenangan gemilang. Namun luka di lengan Abu Salamah saat perang Uhud kembali membusuk yang menyebabkan ia meninggal dunia.

Setelah Abu Salamah meninggal, Ummu Salamah menjanda. Sebelum meninggal dunia, Abu Salamah sempat berpesan kepada istrinya, menikahlah engkau dengan orang yang lebih baik dariku. Sambil ia berdoa, "Ya Allah, berilah Ummu Salamah seorang suami yang lebih baik dariku sepeninggal ku nanti. Yang tidak membuatnya sedih dan tak menyakitinya." Lalu Ummu Salamah berpikir siapakah gerangan lelaki yang lebih baik dari Abu Salamah.

Tak lama setelah itu, maka datanglah Rasulullah saw melamar Ummu Salamah. Namun sebelum Rasulullah datang, Abu Bakar pernah datang melamar, akan tetapi  Ummu Salamah menolaknya. Kemudian hadir pula Umar bin Khathab melamarnya, namun tatap ditolaknya. Tetapi, ketika Rasulullah datang melamar, Ummu Salamah dengan girang mengucapkan selamat datang kepada Rasulullah dan menerima lamarannya dengan bahagia. 

Rasulullah saw menikahi Ummu Salamah dengan karunia Allah. Ia menjadi salah seorang Ummahatul Mukminin dan bergabung dengan keluarga yang suci dan mulia. Disertai seluruh kesenangan fana yang ada didalamnya. Sungguh suatu kemuliaan terbesar bagi Ummu Salamah.

SHARE :

0 facebook:

Post a Comment

 
Top