Oleh: Afrizal Sofyan, S.PdI, M.Ag
Anggota MPU Aceh Besar 

lamurionline.com, Proses kehidupan manusia tidak berakhir saat kematian datang menjemput. Masih ada fase panjang yang harus dilewati, termasuk fase kebangkitan manusia dari alam kubur. Sebagai makhluk yang diciptakan oleh Allah Swt, manusia tidak akan hidup selamanya di bumi ini. Pada suatu saat, yang tidak diketahui waktunya, manusia akan meninggalkan dunia dan pergi ke alam kubur. Senang atau tidak, suka atau tidak, hal ini harus manusia jalani, karena kematian bukanlah pilihan yang bisa ditentukan oleh manusia.


Hari kiamat pasti terjadi, tetapi tidak ada seorang manusia pun, bahkan Malaikat yang tahu kapan terjadinya. Itulah keyakinan yang harus tertanam kuat dalam hati setiap muslim. Manusia yang paling mulia dan paling dekat dengan Allah Swt saja, yakni Rasulullah saw, tidak mengetahui kapan kiamat terjadi. Demikian pula Malaikat yang paling mulia dan paling dekat dengan Allah Swt, yakni Malaikat Jibril a.s, juga tidak mengetahuinya.

Fase pertama hari kiamat adalah hari kebangkitan yang disebut juga dengan yaumul ba’ats. Berikut ini saya akan membahas bagaimana yaumul ba’ats itu dan bagaimana Allah Swt membangkitkan manusia pada yaumul ba’ats?

Makna Ba’ats Secara Bahasa

Syaikh Muhammad Thahir Abduzh-Zhahir Al-Afghani dalam kitabnya Tahdzibul Lughah mengartikan kata “Al-Ba’ts” dalam dua makna. Pertama, pengutusan. Hal ini sebagaimana firman Allah Swt, “Kemudian kami utus Musa setelah mereka.” (QS al-A’raf: 103). Makna ba’atsnaa di sini adalah arsalnaa, “Kami telah utus”.

Kedua, bermakna Allah Swt menghidupkan kembali orang yang telah mati, sesuai dengan firman Allah Swt,“Kemudian kami bangkitkan kalian setelah kematian kalian.” (QS al-Baqarah: 56). Maksud dari ba’atsnaakum adalah “kami hidupkan kalian.”

Makna Ba’ats Secara Istilah

Adapun pengertian kata al-Ba’ats secara istilah syar’i adalah Allah Swt menghidupkan orang-orang yang telah meninggal dan mengeluarkan mereka dari kuburnya untuk dihisab dan diberi balasan.

Sayyid Sabiq dalam kitab al-‘Aqaid al Islamiyah mendefenisikan, “Al-Ba’ats adalah pengembalian manusia secara ruh dan jasad sebagaimana di dunia.”

Dengan demikian yaumul baats berarti hari dikembalikannya jasmani manusia dan dihidupkan kembali untuk menjalani proses hisab, peradilan, dan pemberian balasan terhadap seluruh hamba Allah Swt pada hari kiamat.

Menurut Syekh Shalih Al Syaikh dalam kitabnya al-Aqidah al-Wasithiyah menjelaskan, yaumul ba’ats diartikan sebagai hari kebangkitan, yakni kehidupan setelah kematian. Dalam Islam, kehidupan awal setelah alam barzakh adalah yaumul ba’ats yang ditandai dengan tiupan sangkala oleh Malaikat Israfil. Pada saat itu, manusia dibangkitkan dari alam kubur atau alam barzakh. Ruh-ruh yang bangkit ini akan bersatu kembali dengan jasadnya dan akan dikumpulkan di tempat luas bernama padang Mahsyar.

Peniupan Sangsakala

Hari Kebangkitan dimulai dengan peniupan Sangkakala oleh Malaikat Israfil, atas perintah Allah Swt. Dalam kitab Majmu’ Fatawa hlm 4/260-261, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berpendapat, ada tiga kali tiupan dan diamini oleh Ibnu Katsir dalam tafsir beliau ketika menafsirkan surat Az-Zumar ayat 68.

Adapun tiga tiupan menurut Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dapat dipahami dari ayat-ayat al-Qur‘an yang mengabarkan hal tersebut yaitu:

Pertama, ialah tiupan al-faz’u (tiupan yang mengejutkan),“Dan (ingatlah) hari (ketika) ditiup sangkakala, maka terkejutlah segala yang di langit dan segala yang di bumi, kecuali siapa yang dikehendaki Allah.” (QS An-Naml: 87)

Tiupan kedua dan ketiga yaitu tiupan ash-sha’iq (tiupan yang mematikan) dan tiupan qiyam (bangkit), terangkum dalam firman Allah Ta’ala: “Dan ditiuplah sangkakala, maka matilah siapa yang di langit dan di bumi kecuali siapa yang dikehendaki Allah. Kemudian Sangkakala itu ditiup sekali lagi, maka tiba-tiba mereka berdiri menunggu (putusannnya masing-masing).” (QS Az-Zumar: 68).

Sebagian ulama berpendapat, Sangkala ditiupkan sebanyak dua kali. Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin dalam Kitab Syarhu Lum’at al I’tiqad hlm 114 menyatakan, tiupan Sangsakala pertama berfungsi sebagai tiupan yang mengejutkan semua dan membuat pingsan semua makhluk, baik yang di langit maupun di bumi, kecuali yang dikehendaki Allah Swt. Sedangkan tiupan kedua berfungsi untuk membangkitkan semua makhluk dari kuburnya. Setelah tiupan yang kedua ini, bangkitlah manusia dari liang kuburnya untuk menghadap Rabb semesta alam.

Adapun waktu peniupan Sangkala terjadi pada hari Jum’at tanpa diketahui bulan dan tahunnya, sebagaimana disinyalir Rasulullah dalam beberapa hadits diantaranya dari sahabat Aus bin Aus r.a bercerita, bahwa Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya sebaik-baik hari kalian adalah hari Jum’at. Pada hari itu Adam diciptakan dan diwafatkan. Pada hari itu juga Sangsakala ditiup dan petir bergemuruh.” (HR Abu Dawud nomor 883 dan Ibnu Majah nomor 1075).

Kondisi Manusia Tatkala Dibangkitkan

Seluruh tubuh manusia akan hancur dimakan tanah, kecuali yang dikehendaki Allah Swt. Ada beberapa hadits yang menjelaskan tentang tubuh manusia yang tidak hancur dimakan oleh tanah, yaitu pertama, jasad para Nabi. Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla mengharamkan tanah memakan jasad para Nabi.” (HR Abu Dawud nomor 883, Ibnu Majah nomor 1075). Kedua, tubuh para syuhada (orang yang meninggal jihad fi sabilillah).

Menurut hadits sahih yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari, bahwa seorang sahabat Jabir bin Abdillah r.a pernah menggali makam ayahnya yang syahid dalam perang Uhud. Ayahnya dimakamkan bersama orang lain dalam satu liang. Kemudian, beliau merasa kurang nyaman membiarkan jasad ayahnya bersama yang lain dalam satu kuburan. Maka kuburannya digali kembali setelah enam bulan. Ternyata, keadaan ayahnya masih sama seperti saat dikuburkan, kecuali telinganya.

Ketiga, tulang ekor manusia. Rasulullah saw bersabda,“Sesungguhnya pada diri manusia ada satu tulang yang tidak dimakan tanah selamanya. Padanya manusia disusun (kembali) pada hari Kiamat”. Para sahabat bertanya, “Tulang apakah itu, wahai Rasulullah?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Tulang ekor.” (HR Muslim nomor 5255)

Secara umum manusia akan dibangkitkan setelah tiupan ash-sha’iq (tiupan yang mematikan), lalu Allah Swt menurunkan hujan yang membasahi bumi dan menumbuhkan jasad manusia dari tulang ekornya. Jasad-jasad manusia ini tumbuh seperti tumbuhnya sayuran yang disirami hujan, sebagaimana Allah Swt berfirman,“Dan Rabb yang menurunkan air dari langit menurut kadar (yang diperlukan) lalu Kami hidupkan dengan air itu negeri yang mati, seperti itulah kamu akan dikeluarkan (dari dalam kubur).” (QS Zukhruf: 11)

Baginda Rasulullah saw menjelaskan, proses pertumbuhan manusia ketika dibangkitkan,“Kemudian Allah menurunkan hujan bagaikan gerimis atau awan. Maka tumbuhlah darinya jasad-jasad manusia. Kemudian ditiup kembali Sangsakala untuk kedua kalinya, maka tiba-tiba mereka berdiri menunggu (putusan masing-masing).” (HR Muslim nomor 5233)

Rasulullah saw memberitahu umatnya, bahwa mereka akan dibangkitkan dalam keadaan tidak beralas kaki, tidak berpakaian dan belum dikhitan, lalu dikumpulkan di Padang Mahsyar, sebagaimana sabda beliau dari sabahat ‘Abdullah ibnu ‘Abbas r.a,“Wahai manusia, sesungguhnya kalian akan dikumpulkan menuju Allah Ta’ala dalam keadaan tidak beralas kaki, tidak berpakaian dan belum dikhitan.” ‘Aisyah r.a bertanya, “Apakah laki-laki dan wanita saling melihat satu sama lain?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Keadaannya jauh lebih berat dari sekedar melihat satu sama lain.” (HR Bukhari nomor 3349 dan Muslim nomor 2860).

Keadaan Manusia Ketika Dibangkitkan

Dalam kitab Syarhu Lum’at al I’tiqad dijelaskan beberapa kondisi manusia tatkala dibangkitkan di yaumul ba’ats, diantaranya ada orang yang dibangkitkan diwajahnya tidak ada daging sama sekali. Mereka adalah orang yang suka meminta-minta (mengemis) kepada orang lain ketika hidupnya. Hal ini sesuai dengan hadits dari sahabat ‘Abdullah bin ‘Umar r.a, ia berkata, Rasulullah saw bersabda, "Seseorang senantiasa meminta-minta kepada orang lain (mengemis), sehingga ia akan datang pada hari Kiamat dalam keadaan tidak ada sekerat daging pun di wajahnya.” (Muttafaq ‘Alaih).

Islam melarang pemeluknya dari perbuatan meminta-minta (mengemis), apalagi diikuti dengan berbohong dan menipu orang lain dan berpura-pura miskin. Banyak hadits Rasulullah saw yang menjelaskan haramnya meminta-minta dengan menipu dan tanpa adanya kebutuhan yang mendesak. Diantaranya diriwayatkan dari Hubsyi bin Junaadah r.a , ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ”Barang siapa meminta-minta kepada orang lain tanpa adanya kebutuhan, maka seolah-olah ia memakan bara api. (HR Ahmad, Ibnu Khuzaimah, dan ath-Thabrâni)

Hadits lain yang senada dengan hadits di atas, diriwayatkan dari Samurah bin Jundub r.a, Rasulullah saw bersabda, ”Minta-minta itu merupakan cakaran, yang seseorang mencakar wajahnya dengannya, kecuali jika seseorang meminta kepada penguasa, atau atas suatu hal atau perkara yang sangat perlu. (HR At-Tirmidzi, Abu Dawud, dan an-Nasâ`i)

Rasulullah saw merinci siapa saja orang yang boleh mengemis kepada orang lain. Dalam hadits yang diriwayatkan dari sahabat Qabishah bin Mukhariq al-Hilali r.a, Rasulullah saw bersabda, “Wahai Qabiishah! Sesungguhnya meminta-minta itu tidak halal, kecuali bagi salah satu dari tiga orang: (1) seseorang yang menanggung hutang orang lain, ia boleh meminta-minta sampai ia melunasinya, kemudian berhenti, (2) seseorang yang ditimpa musibah yang menghabiskan hartanya, ia boleh meminta-minta sampai ia mendapatkan sandaran hidup, dan (3) seseorang yang ditimpa kesengsaraan hidup, sehingga ada tiga orang yang berakal dari kaumnya mengatakan, ”Si fulan telah ditimpa kesengsaraan hidup”, ia boleh meminta-minta sampai mendapatkan sandaran hidup. Meminta-minta selain untuk ketiga hal itu, wahai Qabishah! Adalah haram dan orang yang memakannya adalah memakan yang haram”. (HR Muslim, Abu Dâwud, Ahmad, dan an-Nasâ`i).

*Teks khutbah di Masjid Al-Mukarramah, Kemukiman Jruek, Kecamatan Indrapuri, Aceh Besar, 21 Oktober 2022/25 Rabiul Awal 1444 H

SHARE :

0 facebook:

Post a Comment

 
Top