Oleh: Ahmad Faizuddin

Sejak debut publiknya pada akhir tahun 2022, kecerdasan buatan generatif (generative artificial intelligence) seperti ChatGPT yang dikembangkan oleh perusahaan OpenAI telah mengalami pertumbuhan fenomenal dan adopsi yang luas dari berbagai kalangan, termasuk akademisi. Namun, masih terdapat banyak pendapat mengenai posisi serta manfaat, kelemahan, dan implikasinya, terutama bagi institusi pendidikan tinggi.

Penggunaan ChatGPT oleh mahasiswa untuk mengerjakan tugasnya telah menimbulkan tanda tanya besar di kalangan akademisi. Beberapa orang menganggapnya sebagai alat untuk meningkatkan pembelajaran dan meringankan beban para pendidik. Sementara yang lain melihatnya sebagai bahaya serius terhadap moralitas pelajar yang mendorong plagiarisme dan kecurangan. Namun, melarang sepenuhnya penggunaan ChatGPT di ruang kelas bukanlah langkah yang bijaksana.

Sebagaimana kita maklumi bersama, teknologi telah mengubah dunia. Oleh karena itu, pendidikan juga harus beradaptasi dengan perkembangan teknologi. Tentu saja kita tidak bisa melawan teknologi. Sebaliknya, untuk memperkaya dan meningkatkan pengalaman pendidikan, kita harus merangkul dan menggunakan teknologi seperti ChatGPT untuk meningkatkan mutu pengajaran dan pembelajaran.

Para akademisi harus mulai menghadapinya karena hal ini akan membawa dampak transformatif bagi mereka di masa depan. Akademisi harus memikirkan bagaimana menggunakan teknologi kecerdasan buatan ini untuk meningkatkan pengajaran di kelas. Kalau digunakan dengan tujuan yang baik, kecerdasan buatan generatif seperti ChatGPT akan menjadi teknologi potensial yang akan memberikan dampak signifikan dalam dunia pendidikan.

Secara teoritis, kecerdasan buatan generatif ini dapat membantu mahasiswa dalam tugas menulis dan penelitian serta mempertajam kemampuan analitis dan pemecahan masalah. Teknologi ini juga dapat membantu mahasiswa dalam pengembangan keterampilan penelitian mereka dengan menilai pengetahuan yang mereka miliki dan materi yang tersedia mengenai subjek tertentu dan memberi petunjuk pada bidang yang belum dijelajahi dan masalah penelitian yang sedang berlangsung sehingga memungkinkan mereka untuk lebih memahami dan menganalisis informasi. 

Transisi ini perlu ditanggapi dengan serius dan dilihat sebagai komponen penting dari tujuan sistem pendidikan kita yang terus berkembang. Ancaman terhadap integritas akademik dapat dikurangi dengan menerapkan etika dan tanggung jawab serta mempertimbangkan keuntungan dan kerugiannya.

Saat ini, perguruan tinggi berada pada titik balik karena berkurangnya jumlah mahasiswa yang mendaftar, meningkatnya biaya pendidikan, dan menurunnya persepsi tentang nilai sebuah gelar. Kehadiran kecerdasan buatan seperti ChatGPT dianggap sebagai ancaman baru. Di saat-saat genting tersebut, Internet hadir dengan kapasitasnya untuk menghasilkan esai akademis, makalah penelitian, dan masalah aritmatika. Sebagai hasilnya, pendidikan tidak akan pernah sama lagi seperti zaman dulu sebelum adanya teknologi kecerdasan buatan. Keberadaan ChatGPT and kecerdasan buatan lainnya dapat menyebabkan krisis dalam pembelajaran, sehingga mendorong para pendidik untuk mempertimbangkan kembali metode dan mutu pendidikan secara keseluruhan.

Akhirnya, yang paling penting adalah memastikan lulusan perguruan tinggi dapat beradaptasi dengan pasar mana pun. Hal inilah yang menjadi kunci untuk menjaga nilai suatu gelar dari sebuah perguruan tinggi. Ini menyiratkan bahwa kita harus menyesuaikan dan memodifikasi kurikulum pendidikan secara berkala. Modifikasi ini mencakup pemeriksaan menyeluruh dan berkelanjutan terhadap metode pembelajaran dan layanan pendidikan yang dapat membantu pelajar menghindari ketergantungan terhadap teknologi kecerdasan buatan. 

Kuala Lumpur, Malaysia: Sabtu, 8 Juni 2024 

SHARE :

0 facebook:

Post a Comment

 
Top