Oleh: Juariah Anzib, S.Ag
Penulis Buku “Wakaf di Aceh: Tradisi, Inovasi, dan Keberkahan”
Perkembangan dunia terus melaju pesat dalam segala aspek kehidupan. Pendidikan anak pun harus mampu beradaptasi dengan perubahan zaman. Dunia anak-anak kini menghadapi tantangan yang kian kompleks. Teknologi berkembang layaknya air mengalir, siapa yang lambat akan tergilas, tanpa kompromi.
Salah satu produk teknologi yang paling berpengaruh dalam kehidupan anak-anak masa kini adalah handphone (HP). Alat ini telah mengubah banyak hal dalam kehidupan mereka, baik dari sisi positif maupun negatif. Gaya hidup anak-anak sekarang menjadi lebih modern, lebih terhubung, namun juga lebih rentan terhadap berbagai dampak negatif.
Fenomena ini menjadi kegelisahan banyak orang tua. Anak-anak semakin terikat dengan handphone, seringkali mengabaikan kewajiban belajar dan mengaji Al-Qur’an. Mereka lebih senang bermain game ketimbang membuka buku atau berdialog dengan keluarga. Aktivitas yang dulunya menjadi sumber kegembiraan bersama kini tergantikan oleh layar kecil yang menyita seluruh perhatian.
Di sisi lain, handphone juga memiliki potensi besar dalam mendukung pendidikan. Anak-anak dapat mengakses materi pembelajaran secara cepat, mudah, dan praktis. Dengan mengetik kata kunci, mereka bisa memperoleh informasi yang dibutuhkan. Belajar pun menjadi lebih fleksibel dan tidak hanya bergantung pada buku teks. Jika digunakan dengan bijak, tentu saja handphone dapat menjadi sarana meningkatkan kecerdasan dan pengetahuan.
Kemudahan ini menjadi tantangan tersendiri. Tidak semua yang didapat secara instan akan menghasilkan pemahaman yang mendalam. Belajar dari buku tetaplah penting. Buku adalah gudang ilmu, dan membaca adalah kuncinya.
Dalam sebuah kegiatan Saweu Sikula di MIN 13 Aceh Besar, Kapolsek Darul Imarah yang bertindak sebagai pembina upacara menyampaikan bahwa ilmu yang diperoleh dari buku lebih berkah dan membekas dalam jiwa, sebagaimana metode belajar generasi terdahulu.
Rasulullah saw bersabda sebagaimana diriwayatkan oleh Ali bin Abi Thalib ra, "Didiklah anak-anakmu sesuai dengan zamannya, karena mereka hidup bukan pada zamanmu." Hadis ini mengingatkan kita untuk mendidik anak sesuai perkembangan zaman, namun tetap berpijak pada norma-norma agama dan nilai-nilai syariat. Anak-anak masa kini membutuhkan pendampingan yang lebih intensif dari orang tua dan guru karena tantangan zaman mereka jauh berbeda.
Realitas menunjukkan, banyak anak yang seolah terhipnotis oleh handphone. Mereka mengabaikan kewajiban, menjadi lebih kasar, emosional, bahkan berani melawan orang tua. Nilai kesopanan dan adab pun perlahan memudar. Sebagian besar mereka mengakses konten negatif tanpa penyaringan, yang tentu saja sangat membahayakan jika dibiarkan tanpa pengawasan. Ketika kecanduan handphone tidak segera ditangani, kerusakan moral dan karakter sulit dielakkan.
Tak sedikit tontonan yang belum pantas dikonsumsi anak-anak kini begitu mudah diakses. Konten pornografi, kekerasan, dan kriminalitas hadir tanpa filter. Game yang mereka mainkan pun kadang mengandung muatan meresahkan. Tak heran jika handphone dinilai sebagai salah satu faktor utama merosotnya akhlak dan jati diri generasi muda.
Sejumlah wali murid yang kami temui mengaku sangat khawatir. Anak-anak mereka begitu larut dalam dunia handphone, bahkan tidak menggubris panggilan orang tua. Mereka seolah memiliki dunia sendiri yang tidak bisa disentuh oleh siapa pun. Sangat menyedihkan melihat anak-anak kita kehilangan masa kecil yang seharusnya dipenuhi keceriaan dan interaksi sosial.
Permainan tradisional sekarang ini, yang dulu begitu akrab dengan anak-anak perlahan hilang. Tidak ada lagi canda tawa bersama teman-teman, peluh yang membasahi badan karena permainan fisik yang menyehatkan. Yang tersisa hanyalah sekumpulan anak yang duduk diam dengan handphone di tangan masing-masing, tertawa bersama benda mati, dan menjauh dari interaksi manusia.
Di sinilah pentingnya peran guru dan orang tua. Pembatasan penggunaan handphone harus dilakukan secara bijak dan tegas. Jadwal harian anak perlu diatur secara sistematis, sejak bangun tidur hingga tidur kembali. Pendidikan agama dan akhlak harus menjadi prioritas utama, dengan menjadikan guru dan orang tua sebagai teladan.
Kita harus berjuang memutus penjajahan mental yang dilakukan oleh teknologi terhadap anak-anak. Pendampingan tanpa lelah menjadi keniscayaan. Anak adalah amanah, dan amanah itu harus dijaga dengan penuh tanggung jawab. Sedikit kelalaian bisa membawa dampak besar. Semoga Allah memberi kita kekuatan dan hikmah dalam menjalankan amanah ini. Insya Allah, anak-anak kita tumbuh menjadi generasi yang shalih dan shalihah.
Editor: Sayed M. Husen
0 facebook:
Post a Comment