Oleh: Hadi Irfandi
Mahasiswa Pendidikan Agama Islam, Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh
Istilah "people power" kembali naik ke permukaan belakangan ini. Berawal dari naiknya tunjangan DPR di tengah masyarakat yang ekonominya sedang melarat, gelombang protes pun pecah. Sejak 25 September 2025, demonstrasi massa berlangsung di berbagai kota besar. Katanya, people power dibutuhkan untuk mereset kembali sistem demokrasi yang dianggap semakin menjauh dari aspirasi rakyat.Namun pertanyaannya, apakah people power benar-benar jalan keluar?
Euforia Sesaat dan Bahaya Anarkisme
Fakta sejarah dan pengalaman politik dunia menunjukkan bahwa people power (gerakan massa) sejauh ini hanya memberikan euforia sementara. Ia mungkin mampu menggulingkan penguasa, tetapi gagal mengubah sistem rusak yang menjadi akar masalah. Bahkan kerap dibumbui anarkisme (kekerasan) yang tak jarang memakan korban.
Masih segar dalam ingatan kita saat Presiden Prabowo Subianto memanggil Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto dan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk membahas perkembangan keamanan terkini. Artinya, kita hampir saja mengulang kembali momen mencekam bernama “Darurat Militer” yang pernah menghantui negeri ini.
Jangan jangan, people power justru sekadar lingkaran setan semata.
Jalan Perubahan dalam Sejarah Islam
Sejarah Islam memberikan jawaban yang terang. Rasulullah saw. tidak pernah menyerukan revolusi massa apalagi sampai merusak fasilitas umum untuk menggulingkan rezim Quraisy. Beliau memilih menempuh metode dakwah yang bertahap dan terarah. Inilah yang dikenal sebagai tharîqah nabawiyyah, yang terbukti efektif melahirkan peradaban agung.
Rasulullah saw. memulai dengan membina para Sahabat dengan fikrah Islam sehingga keimanan mereka kokoh. Mereka tidak hanya menjadi pengikut, tetapi juga pejuang ideologis yang siap menanggung risiko. Tahap ini menunjukkan pentingnya membangun kesadaran dan karakter, bukan sekadar mobilisasi massa.
Selanjutnya, beliau melanjutkan dengan tafâ‘ul ma‘a al-ummah (interaksi dengan masyarakat). Islam disampaikan secara terang-terangan serta tanpa kekerasan (masirah) di tengah-tengah masyarakat. Namun, fokus utama Rasulullah saw. adalah tetap membongkar kebobrokan sistem kufur Quraisy. Masirah ini halal, juga ampuh membuat opini umum memihak pada Islam dan memupuk kesadaran kolektif pada diri umat.
Nabi juga mendatangi kabilah-kabilah, berdialog, dan mencari dukungan politik sembari tetap punya limitasi yang kokoh. Tahap ini sering kita kenal dengan "thalab an nushrah".
Ayat "Katakanlah, ‘Hai orang-orang kafir! Aku tidak akan
menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu
bukan penyembah Tuhan yang aku sembah." (TQS.
al-Kafirun [109]: 1-3) misalnya, adalah batasan tegas untuk tidak menggadaikan keimanan ketika melakukan tawar menawar negosiasi.
Puncaknya, penduduk Madinah secara sukarela menyerahkan kekuasaan kepada beliau, hingga lahirlah Daulah Islam untuk pertama kalinya. Tidak ada orang yang terluka atau terbunuh, baik dari penguasa lama ataupun rakyat.
Jika dibandingkan, people power hanya mengandalkan jumlah dan emosi, sedangkan tharîqah nabawiyyah mengandalkan kesadaran serta dakwah yang kontinyu. Hasilnya jelas berbeda: people power sering berakhir dengan kekecewaan, sementara metode Rasulullah saw. melahirkan peradaban Islam yang tidak lapuk hingga berabad-abad.
Khatimah
Karena itu, jika umat Islam benar-benar ingin lepas dari siklus tirani dan ketidakadilan, jawabannya bukan demokrasi apalagi people power. Keduanya terbukti tidak menyentuh akar masalah: sistem yang rusak. Jalan satu-satunya adalah meneladani metode dakwah dan perubahan ala Rasulullah saw.—menempuh tharîqah nabawiyyah, menegakkan Islam secara menyeluruh, dan membangun kembali sistem pemerintahan Islam yang diridhai Allah Swt.
Sudah saatnya kita tidak lagi terjebak pada solusi instan yang berulang kali gagal. Umat ini membutuhkan perubahan politik yang mendasar, terarah, dan beradab. Sejarah Rasulullah saw. bukan sekadar catatan masa lalu, melainkan peta jalan yang relevan untuk hari ini. Jalan dakwah itulah yang akan menghantarkan kita pada perubahan sejati, bukan sekadar euforia sesaat bernama "people power".

0 facebook:
Post a Comment