Oleh: Hj. Rosmiati, S.Ag., M.Sos

Penyuluh Agama Islam Kec. Baiturrahman, Kota Banda Aceh dan Ketua PD IPARI Banda Aceh


Sebelum datang Islam, dikenal sebagai zaman jahiliah. Kaum perempuan dipandang rendah, tak memiliki hak, dan sering menjadi korban praktik tidak manusiawi, termasuk penguburan bayi perempuan hidup-hidup. Dalam sistem sosial yang patriarkis ekstrem, perempuan tidak hanya dianggap lemah, tetapi menjadi beban dan aib keluarga. 

Beruntung, revolusi besar lahir di padang pasir Arab, yang dibawa oleh sosok manusia agung, Nabi Muhammad SAW. Dia tidak hanya mengubah struktur sosial masyarakat Arab, juga menegakkan hak asasi perempuan dalam sistem kehidupan Islam.

Masyarakat Arab pra-Islam terkenal tidak ramah terhadap perempuan. Terbukti, mereka tidak memiliki hak waris, tidak dianggap sebagai saksi yang sah, dan sering jadi objek transaksi sosial dan ekonomi. Di tengah sistem kehidupan yang sangat tidak adil tersebut, lahir Nabi Muhammad yang membawa misi kemanusiaan dan keadilan universal.

Nabi Muhammad berkomitmen menyuarakan perubahan dan mempraktikkan langsung prinsip keadilan gender melalui ajaran Islam.  Di antara bentuk nyata perjuangannya demi memuliakan perempuan, yaitu penghapusan praktik jahiliah. Islam, dengan tegas mengutuk praktik penguburan bayi perempuan dan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan.

Selain itu, perjuangan nabi membuat perempuan memiliki hak waris dan ekonomi. Dalam surat An-Nisa: 7, Allah menegaskan laki-laki dan perempuan berhak menerima warisan, sebuah hal yang revolusioner pada masa itu. Perempuan diperbolehkan memiliki harta sendiri dan mengelola kekayaan tanpa campur tangan laki-laki.

Keberasaan Nabi Muhammad mampu mengangkat posisi perempuan sebagai manusia yang setara dalam tanggung jawab spiritual dan sosial. Dalam surat Al-Ahzab: 35, Allah menyebut laki-laki dan perempuan secara sejajar dalam hal keimanan, amal, dan pahala.

Terkait ilmu, Nabi Muhammad mendorong pendidikan bagi perempuan. Dalam banyak riwayat, istri nabi, Siti Aisyah dikenal sumber ilmu hadis dan fikih, yang menjadi rujukan bagi para sahabat laki-laki sekalipun.

Nabi Muhammad bukan semata sumber ilmu. Lebih dari itu, manusia berparas tampan ini sosok teladan terbaik. Ia tidak pernah bersikap kasar terhadap istrinya, bahkan membantu mereka dalam pekerjaan rumah tangga. Dalam sebuah hadis, diceritakan nabi menjahit baju sendiri dan memperbaiki sendalnya. Keagungan nabi juga pernah diriwayatkan Aisyah, bahwa akhlak Rasulullah adalah Al-Qur'an, penuh kasih sayang, adil dan memuliakan perempuan.

Perjuangan Nabi Muhammad memuliakan perempuan berhasil menciptakan peradaban berbeda dengan masyarakat sebelumnya. Di bawah naungan Islam, muncul tokoh-tokoh perempuan yang memainkan peran besar. Misalnya Siti Khadijah sebagai pengusaha sukses yang menggabungkan kemandirian ekonomi dan spiritulitas tinggi. Siti Aisyah, sosok perempuan cerdas kritis, dan hafalannya luar biasa serta menjadi guru dari para sahabat setelah wafat Rasulullah. Demikian pula Ummu Salamah, istri Rasulullah yang ahli diplomasi dan bijaksana.

Sementara Siti Fatimah Az-Zahra, putri tercinta  Rasulullah menjadi teladan dalam kesederhanaan dan spiritualitas dalam rumah tangga. Nusaibah binti Ka’ab sebagai pejuang di medan perang, ahli militer dan pertahanan. Ia ikut berjuang di garis depan bersama nabi.

Warisan ini menjadi dasar bagi pembelaan hak-hak perempuan dalam Islam, yang bertahan dan berkembang dalam berbagai konteks budaya dan sejarah umat Islam. Penting disadari, warisan  tersebut harus terus dihidupkan, bukan hanya dikenang. Ketimpangan, kekerasan, dan diskriminasi terhadap perempuan yang masih terjadi di berbagai belahan dunia Islam adalah ironi yang bertentangan dengan ajaran nabi. Tugas generasi sekarang menggali kembali nilai-nilai luhur yang dibawa Rasulullah dan menerapkannya dalam konteks modern dengan semangat keadilan dan kasih sayang.

Nabi Muhammad bukan hanya seorang nabi dan rasul, tetapi juga reformis sosial yang membebaskan perempuan dari belenggu penindasan. Ajarannya bukan sekadar hukum, tapi juga visi kemanusiaan yang agung. Dalam dunia yang terus berubah, pesannya tetap relevan. Perempuan makhluk mulia, setara, dan berhak dihargai sepenuhnya sebagai bagian dari umat manusia. Hal ini senada dengan riwayat Imam Tirmidzi, "Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik kepada istrinya, dan aku adalah yang paling baik kepada istriku."

SHARE :

0 facebook:

 
Top