Oleh: Juariah Anzib, S.Ag


Sering kali kita mendengar bahwa Rasulullah Saw hidup miskin dan tidak memiliki harta. Namun sesungguhnya, beliau bukanlah orang miskin. Rasulullah Saw memiliki harta benda yang cukup banyak, tetapi tidak pernah beliau simpan untuk kepentingan pribadi. Semua harta yang beliau miliki disedekahkan dan diwakafkan demi kemaslahatan umat. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam sebuah riwayat. Dari Amr bin Harits—saudara Juwayriyyah binti al-Harits ra—berkata:

“Rasulullah ketika wafat tidak meninggalkan satu dirham, satu dinar, seorang budak laki-laki, seorang budak perempuan, atau sesuatu yang lain, kecuali seekor bighal putih, senjata, dan sebidang tanah yang beliau jadikan sedekah (wakaf).”

Dalam hadits lain, Abu Hurairah meriwayatkan sabda Rasulullah Saw:

“Para ahli warisku tidak meminta bagian dari dinar. Apa yang aku tinggalkan setelah nafkah istri-istriku dan pekerjaku, maka itu adalah sedekah (wakaf).”

Dengan demikian, sepeninggal Rasulullah Saw, semua harta beliau diperlakukan sebagai wakaf untuk umat Islam. Itulah sebabnya beliau terlihat sederhana, seakan tidak memiliki harta benda. Padahal, kedermawanan beliau membuat seluruh kekayaan yang pernah dimiliki menjadi manfaat abadi bagi umat. Rasulullah Saw lebih memilih berbagi, rela menahan lapar, bahkan pernah mengganjal perutnya dengan batu, demi tetap peduli pada sesama.

Harta yang beliau dapatkan tidak pernah beliau nikmati sendiri. Fakir miskin beliau jadikan kerabat, anak-anak yatim beliau perlakukan seperti anak sendiri. Segala harta yang dimiliki, baik dari perniagaan maupun pemberian Allah melalui syariat, beliau kembalikan untuk kepentingan dakwah Islam. Kita juga mengenang bagaimana harta istrinya, Khadijah ra, banyak dibelanjakan untuk perjuangan menegakkan Islam.

Ragam Harta Rasulullah Saw

Dalam bukunya Harta Nabi, Dr. Abdul Fattah As-Samman menyebutkan beberapa harta peninggalan Rasulullah Saw, antara lain:

Pertama, tanah dari Bani Nadhir. Tanah ini diberikan kepada Rasulullah Saw oleh seorang Yahudi yang beriman kepadanya saat Perang Uhud. Ia memiliki tujuh kebun yang diwasiatkan kepada Rasulullah, yaitu Mukhairiq Al-Yahudi, yang gugur sebagai syahid di Uhud.

Kedua, tanah di Madinah dari Bani Nadhir. Setelah kaum Yahudi diusir dari Madinah, Rasulullah Saw mengambil alih tanah dan harta yang mereka tinggalkan, kecuali milik mereka yang masuk Islam.

Ketiga, benteng dan kebun di Khaibar. Setelah Khaibar ditaklukkan, Rasulullah Saw memiliki benteng Na’im, Al-Qamuhs, serta separuh tanah Fadak, hasil dari perundingan damai dengan penduduk setempat.

Keempat, sepertiga tanah Wadi al-Qura. Dari hasil perdamaian dengan Bani Udzrah dan Yahudi, tanah ini dibagi tiga: untuk Rasulullah, Bani Udzrah, dan Yahudi.

Kelima, pasar Madinah (Mahzuz). Rasulullah Saw juga memiliki pasar yang digunakan oleh kaum Muslimin sebagai pusat aktivitas jual-beli.

Selain itu, Rasulullah Saw juga meninggalkan harta pribadi seperti baju perang, pakaian, senjata, hewan tunggangan, dan rumah-rumah untuk istri-istri beliau. Semua itu tidak diwariskan untuk dinikmati keturunannya, melainkan dikelola sebagai wakaf bagi umat Islam.

Jejak Dermawan yang Abadi

Dari uraian di atas, jelaslah bahwa Rasulullah Saw bukanlah orang miskin. Beliau memiliki harta benda, namun tidak pernah dimiliki secara pribadi. Semua harta itu diinfakkan, disedekahkan, dan diwakafkan untuk kepentingan umat.

Inilah teladan agung dari Rasulullah Saw—hidup sederhana meski kaya, dermawan meski berkuasa, dan mendahulukan umat di atas kepentingan diri sendiri.

Semoga kita dapat meneladani jejak beliau, memaknai harta bukan sekadar milik pribadi, tetapi sebagai amanah yang kelak dipertanggungjawabkan. Mari kita hidupkan semangat kedermawanan Rasulullah Saw dengan memperbanyak amal shalih setiap hari.

SHARE :

0 facebook:

 
Top