Oleh : Adly Muhammad Harun
Perayaan maulid adalah salah satu hari besar dalam agama Islam yaitu hari lahirnya nabi Muhammad SAW pada 12 Rabiul Awal di setiap tahun hijriah. Biasanya ini di peringati oleh umat Islam di berbagai belahan dunia guna sebagai sosok yang selalu dikenang sekaligus diteladaninya. Bagi masyarakat Indonesia yang mayoritas berpenduduk muslim, maulid diperingati dalam berbagai bentuk kegiatan. Kadang kala mareka mengadakan dengan cara siraman rohani, aneka lomba, serta bentuk kegiatan lain yang bernafaskan syiar-syiar Islam. Acap kali kegiatan ini di sajikan dalam bentuk hidangan yang untuk disantapkan dengan cara bersama-sama. kegiatan ini berguna saling bertukar pikiran, juga untuk mempererat tali persaudaraan yang berkurang diantara mareka di karenakan kesibukaan-kesibukan tersendiri. Uniknya penyajian itu semua tidak terlepas dari budaya dan adat-istiadat masyarakat setempat. Cara dan bentuk pelaksanaan yang bercorak ragam mencerminkan keberagaman masyarakat Indonesia yang terdiri dari berbagai suku bangsa dalam satu naungan Islam. 

Di Aceh, budaya maulid tidak jauh dari bu kulah dan punjoet. Dua jenis makanan ini sudah menjadi suatu simbol yang melekat pada ritual maulid ditanah serambi mekkah secara umum. Di tanah Jawa, perayaan maulid itu tidak terlepas dari yang namanya galungan, dimana galungan ini adalah hidangan makanan, buah-buahan serta tumpeng yang dibuat meninggi berbentuk kerucut dan kemudian nanti dibagikan kepada masyarakat juga untuk dimakan secara bersama-sama pula. Masih dalam kelambu maulid, perayaan maulid tanah Jawa dan Sumatra khususnya Aceh mengandung unsur kemiripan begitu juga di tanah Celebes, sebutan lain untuk pulau Sulawesi. Majene adalah salah satu kabupaten yang terletak di provinsi Sulawesi Barat yang mayoritas penduduk muslim dan bersuku Mandar. Perayaan maulid juga memiliki kesan yang sangat unik. Disamping cara perayaaannya juga sajian yang mareka hidangkan juga sangat berkesan. Salabose adalah sebuah tempat dimana Syeih Abdul Mannan Salabose pertama menyiarkan Islam di tanah mandar. Tempat ini menjadi salah satu tempat pertama yang melaksanakan peringatan maulid di Sulawesi Barat, dimana sudah menjadi kepercayaan suku Mandar bahwa tidak boleh mengadakan perayaan maulid sebelum dimulai di tempat ini, sehingga kini sudah menjadi sebuah agenda besar dalam kelender wisata religi provinsi Sulawesi Barat. Aneka loka( pisang), tallo’( telur) dan sokkol mareka sajikan disini. Loka dan sokkol(ketan) serta buah-buah lainnya mareka letakkan dalam sebuah tempat yang mareka sebut dengan galuga, galuga ini juga beragam ada yang berbentuk rumah adat, Sandeq( perahu khas masyarakat mandar) dan lain-lain. sedangkan tallo” mareka ikat pada ujung rautan bambu yang sudah dihias untuk ditancapkan pada tiang yang mareka siapkan yang disebut dengan tirri”. 

Unsur sajian itu hampir semua sama, di Aceh ada punjoet, di jawa ada tumpeng dan di sulawesi ada sokkol yang kesemua itu terbuat dari ketan. Namun hal ini masih sangat bagus dan menjadi identitas pada setiap perayaan maulid di tanah air. Konsep agama dan adat istiadat masih dalam satu balutan yang sangat harmonis sehingga masih sangat berkesan. Mungkin ini yang tidak lagi ada pada budaya masyarakat aceh yang kian terkerus zaman. 

Kini, kita jarang menemukan punjoet dan bu kulah pada acara maulid di Aceh khususnya Aceh Besar. Padahal ini sebuah hal unik yang semestinya terus dibudayakan dalam masyarakat Aceh sebagai sebuah keunikan tersendiri tetapi justru nasi kotak dan rantangan yang menghiasi hidangan maulid di Aceh. Tetapi itu semua bukan hal yang sangat dirisaukan tetapi rasa cinta terhadap agama yang harus terus di galakkan.

Penulis merupakan peserta Pertukaran Pemuda Antar Provinsi (PPAP) Asal Aceh Besar


Foto Terkait :

SHARE :
 
Top