Oleh : Sayed Muhammad Husen
Saya silaturrahim ke markaz da'wah
pimpinan Abu Muhammad barubaru
ini. Karena itu, tulisan ini bukan
berdasarkan dialog rutin kami di serambi
masjid. Dialog bisa kami lakukan kapan
saja, di masjid, di warkop, markaz atau
bahkan di tempat kami bisa bertemu. Dia
terbuka dan bersedia merespon berbagai
masalah keislaman dan kemasyarakatan
yang sedang aktual. Abu Muhammad suka
layani konsultasi agama.
Kunjungan silaturrahim ini tidak
membicarakan lebih banyak
tentang hasil pemilu, sebab saya
tahu dia tak suka dengan sistem
pemilu yang dianggapnya bukan
ajaran Islam.
Abu Muhammad tak
sepaham dengan demokrasi yang
dianggapnya bukan sunnah rasul.
“ D e m o k r a s i d a p a t s a j a
memenangkan ahli maksiat.
Rakyat bodoh memilih orangorang
bodoh yang tak punya niat
m e m p e r j u a n g k a n I s l a m d i
parlemen. Ini batil,” kritiknya.
Pada kesempatan itu, dia bicara tema
dakwah. “Kita memerlukan tenaga yang
cukup banyak untuk menata wilayah
dakwah yang cukup luas di Aceh. Saya
telah memulai dan memprakarsai puluhan
tahun, tinggal lagi dukungan donatur dan
komponen lainnya untuk percapatan
dakwah ini,” harap Abu Muhammad.
Dia “mempromosikan” perluasan dakwah
yang dilakukan akhir-akhir ini di wilayah
tengah Aceh. Ia menempatkan da'i di
wilayah itu. Ia pun secara rutin
mengunjungi lokasi dan menggandeng
organisasi dakwah lain sebagai mitra.
Istrinya yang juga seorang da'iyah ikut
mendukung sepenunuhnya. Secara
terjadwal ummu, sebutan akrab istrinya,
mengisi materi dakwah disana.
Dalam obrolan kami hari itu, saya sempat
menyelipkan topik pemilu. Saya minta
tanggapan Abu Muhammad terhadap janjijanji
caleg selama kampanye. “Janji politik
pun wajib ditunaikan,” tegasnya. Jadi
semua janji bersifat pribadi, dengan
masyarakat dan janji terhadap negara wajib
ditunaikan. “Allah Swt akan meminta
tanggungjawab di yaumil akhir.”
Bagaimana pula dengan caleg yang tak
menunaikan janjinya Abu? “Itu perbuatan
dosa. Tak boleh sembarangan bikin janji.”
Apakah kita sebagai saudara seiman boleh
mengingatkan janji politik itu, Abu?
“Semua janji boleh diingatkan, guna
membebaskan saudara kita dari dosa yang
kadang kala tak disadarinya,” kata Abu
Muhammad.
“Kalau dia benar-benar tak sanggup
melaksanakan janji, misalnya akibat tak
terpilih sebagai caleg atau anggota DPD,
dia boleh minta maaf. Dia bisa bikin iklan
di koran, minta maaf kepada publik karena
janji-janji itu tak mungkin dipenuhinya,”
jelasnya. “Tanggungjawab janji politik itu
dunia akhirat, ini bagian dari akhlak politik
Islam.”
Kalau seseorang tak juga penuhinya, Abu?
“Maka masyarakat akan menilai, bahwa dia
adalah politisi munafik. Sungguh
mengerikan penilaian ini, yang berakibat
kapanpun kehidupan politiknya tak akan
berkah. Ia tak akan hidup bahagia,” tegas
Abu.
Abu Muhammad mengakhiri dialog sore
itu dengan harapan: ada sebagain badan
da'wah yang memilih fokus da'wah
terhadap dunia politik seperti pernah
dilakukan oleh Dewan Da'wah Islamiah
Indonesia (DDII). Kami berpisah dan
saling mendoakan tak tergelincir dalam
membuat janji. Amien ya Rabb.