Oleh : Ahmad Faizuddin

Berbagai bendera partai politik (parpol) kembali berkibar. Poster, spanduk, dan selebaran berhiaskan w a j a h - w a j a h c a l o n p e m i m p i n n e g e r i terpampang dimana-mana bagaikan artis musiman. Tak lupa tertera slogan-slogan berisi janji-janji pro rakyat yang seolah-olah dengan mudahnya dapat ditunaikan. Inilah yang namanya pesta demokrasi negeri yang diadakan 5 tahun sekali. Sungguh meriah! Semua berlomba-lomba mendapatkan kursi di pemerintahan dengan alasan “untuk kesejahteraan rakyat”. Benarkah itu? Rakyat sekarang sudah cerdas. Mereka tidak melihat janji-janji yang diberikan. Namun lebih mempertimbangkan karakter calon pemimpin negerinya. 

Masyarakat perlu bukti, bukan janji. Wakil-wakil rakyat itu harus mempunyai kapasitas untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dalam bidang ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan sebagainya. Namun tampaknya praktik yang ada di negeri kita ini masih jauh dari yang namanya jujur dan bersih. Baru-baru ini dalam sebuah harian nasional dilaporkan bahwa, menurut Edward Aspinall (seorang pakar politik dari Australian National University), Indonesia adalah Negara kedua yang tertinggi praktik politik uang ketika proses pemilu berlangsung. Sementara Philipina menempati posisi teratas. Alangkah rindunya kita kepada seorang pemimpin yang benar janjinya seperti Nabi Ibrahim a.s. dan Ismail a.s. Firman Allah SWT, “Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman: "Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam (pemimpin) bagi seluruh manusia". Ibrahim berkata: "(Dan saya mohon juga) dari keturunanku". Allah berfirman: "Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang yang zalim" (Q.S. Al- Baqarah: 124) “Dan ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka) kisah Ismail (yang tersebut) di dalam Al-Qur'an. Sesungguhnya ia adalah seorang yang benar janjinya, dan dia adalah seorang Rasul dan Nabi (54) Dan ia menyuruh ahlinya untuk bersembahyang dan menunaikan zakat, dan ia adalah seorang yang diridhai di sisi Tuhannya” (55) (Q.S. Maryam 19). Sifat istimewa menepati janji ini sudah ada pada diri Ismail sejak kecil. Ingatlah ketika beliau berjanji untuk menunaikan perintah Allah SWT d e n g a n s a b a r ke t i k a t u r u n p e r i n t a h menyembelihnya kepada Nabi Ibrahim a.s. Bahkan tanpa ragu-ragu Ismail meyakinkan Ayahnya untuk menunaikan janji tersebut. Sebagai imbalannya Allah menempatkan mereka berdua sebagai orang-orang yang diridhai-Nya. Hanya pemimpin yang suka menepati janji seperti inilah yang dapat membawa rakyatnya menuju keta'atan kepada Allah SWT walaupun perintah itu sulit sekalipun untuk dilaksanakan. Pemimpinnya saja sanggup berkorban, maka rakyat akan mendukung segala program yang dicanangkan. Memimpin itu adalah amanah dan amanah hanya dapat dibebankan kepada orangorang yang sanggup menunaikannya. Sahabat Nabi SAW, Abu Dzarr, pernah meminta suatu jabatan. Maka Nabi SAW dengan lembut menjawab, “Kamu lemah, dan ini adalah amanah sekaligus dapat menjadi sebab kenistaan dan penyesalan di hari kemudian (bila disia-siakan) (H.R. Muslim). Nabi SAW juga melarang untuk meminta jabatan apalagi berambisi dengan jabatan tersebut (H.R. Bukhari Muslim). Alangkah rindunya kita kepada seorang pemimpin yang adil seperti Nabi Daud a.s. Firman Allah SWT, “Wahai Daud, Kami telah menjadikan kamu khalifah (pemimpin) di bumi, maka berilah putusan antara manusia dengan haq (adil) dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu” (Q.S. Shad(38) : 22). Alangkah rindunya kita kepada seorang pemimpin yang menjadi pelayan ummat (khadimul ummah) seperti Nabi Muhammad SAW. Firman Allah SWT, “Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, terasa berat baginya penderitaanmu lagi sangat mengharapkan kebaikan bagi kamu, sangat penyantun dan penyayang kepada kaum mukmin” (Q.S. At-Taubah(9) : 129). Beliau SAW mempunyai 4 sifat sempurna sebagai seorang pemimpin ummat, yaitu shidq (benar dalam segala ucapan dan tindakannya, tidak bohong), amanah (memelihara dan menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya, tidak khianat), fathanoh (cerdas dan handal menanggulangi masalah, tidak bodoh), dan tabligh (menyampaikan secara jujur dan bertanggung jawab atas segala tindakannya – accountability dan transparency –, tidak menutup-nutupi kekurangan dan melindungi kesalahan). 

Alangkah rindunya kita kepada seorang pemimpin yang tegas, berwibawa dan pandai menyelesaikan persoalan ummat seperti Umar bin Khattab. Beliau senantiasa berpatroli di tengahtengah masyarakat baik di kala siang maupun malam. “Patroli” Umar ini tidaklah sama dengan “blusukan” Jokowi. Umar tidak memerlukan pengawal apalagi wartawan untuk mengekspos kegiatan dia membantu orang-orang yang memerlukan. Dia membantu khususnya memberikan makan fakir miskin dengan tangannya sendiri karena dia sadar seorang pemimpin adalah pelayan ummat itu sendiri. Syaikhul Islam, Ibnu Taymiyah, dalam Al- Siyasah Al-Syari'ah menyebutkan ada dua kriteria pemimpin yang ideal, yaitu kuat (mampu) dan amanah (Q.S. Al-Qashash: 26, Yusuf: 54, At- Takwir: 19-21). Menurut beliau, sifat kuat seorang pemimpin tergantung dari sikap professional dalam menghadapi masalah. Kuat dalam memimpin perang berarti mempunyai jiwa berani dan lihai mengatur strategi. Kuat dalam menetapkan hukum berarti mempunyai ilmu dan memahami kondisi masyarakat, serta mampu menerapkan hukum sesuai Al-Qur'an dan Sunnah. 

Adapun sifat amanah seorang pemimpin mempunyai 3 dimensi: bertaqwa kepada Allah dengan sungguh-sungguh, tidak memperjual belikan ayat-ayat Allah untuk kepentingan dunia, dan tidak takut dengan ancaman manusia (Q.S. Al- Maidah: 44). Adakah sosok-sosok pemimpin dan wakil rakyat yang akan kita pilih mewakili sifat dan karakter-karakter tersebut di atas? Semoga. Wallahua'lam

© Akhi, 2014 (Gombak: 20/04, 9:45 a.m.)
SHARE :
 
Top