Woman was made from the rib of
man, She was not created from his head to top him, Not from his feet to be
stepped upon, She was made from his side to be close to him, From beneath his
arm to be protected by him, Near his heart to be loved by him.
Bagaimana perasaan seorang pria jika dikelilingi banyak wanita?
Jika pertanyaan itu disodorkan kepada saya, maka ungkapan “bangga” nampaknya
cukup mewakili perasaan saya. Saya senang setiap hari dikelilingi wanita
cantik, shalihah pula. Dan tentu pada saat itu saya semakin merasa menjadi
‘pangeran’. Ups, jangan curiga dulu, karena wanita-wanita cantik nan shalihah
yang saya maksud adalah istri dan dua anak saya yang keduanya ‘kebetulan’
wanita. Insya Allah.
Tidak
hanya itu, sebelum saya menikah, saya juga lebih banyak disentuh oleh wanita,
yakni ibu karena semenjak usia enam tahun saya memilih untuk ikut ibu saat ia
bercerai dengan ayah. Sebuah naluri kedekatan anak terhadap ibunya yang tidak
sekedar karena telah menghisap ratusan liter air susu ibunya, melainkan juga
ikatan bathin yang tak bisa terpisahkan dari kehangatan yang senantiasa
diberikan seorang ibu terhadap anaknya.
Karena
itulah, dalam hidup saya tidak ingin berbuat sesuatu yang sekiranya dapat
mengecewakan dan melukai seorang wanita. Namun sikap yang tepat dan bijak harus
diberikan seorang pria mengingat wanita itu terbuat dari tulang rusuk yang
bengkok, yang apabila terdapat kesalahan padanya, pria harus berhati-hati
meluruskannya. Terlalu keras akan mematahkannya, dibiarkan juga salah karena
akan tetap pada kebengkokannya. Meski demikian, tidak sedikit pria harus
membiarkan wanita kecewa demi meluruskan kesalahan itu, toh setiap pria yang
melakukan itu pun sangat yakin bahwa kekecewaan itu hanya sesaat kerena
selanjutnya akan berbuah manis.
Wanita
itu ibarat bunga, yang jika kasar dalam memperlakukannya akan merusak
keindahannya, menodai kesempurnaannya sehingga menjadikannya layu tak berseri.
Ia ibarat selembar sutra yang mudah robek oleh terpaan badai, terombang-ambing
oleh hempasan angin dan basah kuyup meski oleh setitik air. Oleh karenanya,
jangan biarkan hatinya robek terluka karena ucapan yang menyakitkan karena
hatinya begitu lembut, jangan pula membiarkannya sendirian menantang hidup
karena sesungguhnya ia hadir dari kesendirian dengan menawarkan setangkup
ketenangan dan ketentraman. Sebaiknya tidak sekali-kali membuatnya menangis
oleh sikap yang mengecewakan, karena biasanya tangis itu tetap membekas di hati
meski airnya tak lagi membasahi kelopak matanya.
Wanita
itu mutiara. Orang perlu menyelam jauh ke dasarnya untuk mendapatkan kecantikan
sesungguhnya. Karenanya, melihat dengan tanpa membuka tabir hatinya niscaya
hanya semu sesaat yang seringkali mampu mengelabui mata. Orang perlu berjuang
menyusur ombak, menahan arus dan menantang semua bahayanya untuk bisa
meraihnya. Dan tentu untuk itu, orang harus memiliki bekal yang cukup sehingga
layak dan pantas mendapatkan mutiara indah itu.
Wanita
itu separuh dari jiwa yang hilang. Maka orang harus mencarinya dengan seksama,
memilihnya dengan teliti, melihat dengan hati-hati sebelum menjadikannya
pasangan jiwa. Karena jika salah, ia tidak akan menjadi sepasang jiwa yang bisa
menghasilkan bunga-bunga cinta, melainkan noktah merah menyemai pertikaian. Ia
tak akan bisa menyamakan langkah, selalu bertolak pandang sehingga tak
memberikan kenyamanan dan keserasian. Ia tak mungkin menjadi satu hati meski
seluruh daya dikerahkan untuk melakukannya. Dan yang jelas ia tak bisa menjadi
cermin diri disaat lengah atau larut.
Wanita
memiliki kekuatan luar biasa yang tak pernah dipunyai lawan jenisnya dengan
lebih baik. Yakni kekuatan cinta, empati dan kesetiaan. Dengan cintanya ia
menguatkan langkah orang-orang yang bersamanya, empatinya membangkitkan mereka
yang jatuh dan kesetiaannya tak lekang oleh waktu, tak lebur oleh perubahan.
Dan
wanita adalah sumber kehidupan. Yang mempertaruhkan hidupnya untuk sebuah
kehidupan baru, yang dari dadanya dialirkan air susu yang menghidupkan.
Sehingga semua pengorbanannya itu layak menempatkannya pada kemuliaan surga,
juga keagungan penghormatan. Tidak berlebihan pula jika Rasulullah menjadi
seorang wanita (Fathimah) sebagai orang pertama yang kelak mendampinginya di
surga.
Untung
saya bukan penyanyi ngetop yang menjadikan wanita dan cintanya sebatas syair
lagu demi meraup keuntungan. Sehingga yang tampak dimata hanyalah wanita
sebatas bunga-bunga penghias yang bisa dicampakkan ketika tak lagi
menyenangkan. Kebetulan saya juga bukan bintang sinetron yang kerap
diagung-agungkan wanita. Karena kalau saya jadi mereka, tentu ‘kebanggaan’ saya
dikelilingi wanita cantik bisa berbeda makna dengan kebanggaan saya sebagai
seorang yang bukan siapa-siapa.
Bagusnya
juga wanita-wanita yang mendekati dan mengelilingi saya bukanlah mereka yang
rela diperlakukan tidak seperti bunga, bukan selayaknya mutiara dan tak
selembut sutra. Bukan wanita yang mencampakkan dirinya sendiri dalam kubangan
kehinaan berselimut kemewahan dan tuntutan zaman. Tidak seperti wanita yang
rela diinjak-injak kehormatannya, tak menghiraukan jerit hatinya sendiri, atau
bahkan pertentangan bathinnya. Juga bukan wanita yang membunuh nuraninya
sendiri sehingga tak menjadikan mereka wanita yang pantas mendapatkan
penghormatan, bahkan oleh buah hatinya sendiri.
Dan sudah pasti, selain tak ada wanita-wanita macam itu yang
akan mendekati lelaki bukan siapa-siapa seperti saya ini, saya pun tentu tidak
akan betah berlama-lama berdekatan dengan mereka, apalagi bangga. Semoga … (cintaberdua@hotmail.com)