Dr. Sri Suyanta Harsa, MAg
Dosen FKT UIN Ar-Raniry

Ilustrasi
Muhasabah 9 Zulkaidah 1440
Saudaraku, dalam iman Islam kita dituntut dan dituntun untuk bijaksana  bersikap, apalagi dalam mengarungi hiruk pikuk kehidupan di dunia yang cenderung hedonik seperti sekarang ini. Di samping harus terus beramal shalih dan taddabur alam beserta zamannya, juga harus lebih bisa banyak mendengarkan untuk kemudian meresapi memahaminya sebelum bertindak.

Gemuruhnya kehidupan, kondisi sosial, cita-cita, keinginan, informasi, berita, iklan, ceramah, atau suara-suara yang disampaikan para pihak selalu saja meliputi keseharian kita, maka menjadi pendengar yang baik merupakan langkah yang bijaksana.

Dalam tataran yang lebih serius, memang, aktivitas mendengarkan tidaklah semudah yang kita bayangkan. Malah energi yang dibutuhkan untuk mendengarkannyapun dua kali lipat daripada energi untuk berbicara. Itulah sebabnya, makanya kita sebagai manusia dianugrahi oleh Allah dua buah telinga sebagai piranti untuk mendengarkan sementara lisan untuk bicara hanya satu. Karena energinya lebih besar maka lebih sulit untuk menjadi pendengar apalagi pendengar yang baik, dan sebaiknya malah dengan mudah lisannya untuk banyak bicara. 

Aktivitas mendengarkan menghajadkan keseriusan konsentrasi sepenuh hati. Oleh karena itu aktivitas mendengarkan dengan baik akan melibatkan telinga sebagai indera pendengaran, akal pikiran dan hati sebagai sarana meresapi dan mengalkulasi baik buruknya. 

Ketika telinga menangkap suara, seperti adzan berkumandang, ayat-ayat suci al-Qur'an dilantunkan oleh anak-anak kita, desiran angin, gemuruhnya lautan, rerintihan para fakir miskin saat menahan lapar atau sakitnya badan, bisikan dari teman-teman sejawat, perkataan staf atau bawahan, petuah para penceramah atau hikmah apapun juga, kemudian ditangkap oleh akal pikiran untuk seterusnya dihayati dan direnungkan dalam hati yang nantinya berbuah kebajikan dan kebijakan dalam segala hal yang relevan.

Sebaliknya ketika telinga mendengar gosip murahan, umpatan, sumpah serapah, nyanyian iklan-iklan erotik, dan suara-suara sumbang lainnya dari orang-orang yang tidak bertanggungjawab, maka mestinya hati segera berlindung pada Allah seru sekalian alam untuk menjauhinya dan bila terpaksa mendengarkan juga maka biarlah semua itu menjadi konsumsi sendiri dengan tidak turut menyebarluaskan.

Dalam konteks sosial kemasyarakatan, aktivitas mendengarkan apapun perkataan mitra bicaranya, ditunjukkan dengan bahasa tubuh dan sikap lahiriyah yang responsif, sehingga merasa diapresiasi. Inilah filosofi mengapa kita harus banyak mendengarkan untuk menghargai orang lain daripada berbicara yang belum tentu didengarkan atau dibutuhkan oleh orang lain. 

Itulah di antara rahasianya mengapa Allah menyebut piranti untuk mendengarkan itu mendahului dari pada akal dan hatinya. Dan dalam praktik pendidikan profetik, aktivitas awal saat setelah kelahiran tiba adalah memperdengarkan adzan atau kalimat thayibah lainnya. Suara kebenaran akan keesaan Allah yang pertama sekali didengarkan sehingga menyelimuti hati nuraninya.

Dalam Qs. Al-Nahlu 78 Allah berfirman yang artinya, Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.

Dan saudaraku, kepiawaian mendengarkan "suara kebenaran" merupakan anugrah yang sengaja dititipkan oleh Allah kepada hamba-hambaNya. Oleh karenanya Allah juga dikenal sebagai Al-Sami'.

Al-Sami' secara populis dipahami bahwa Allah adalah zat Yang Maha Mendengarkan, sehingga segera memperkenankan segala permohonan dan doa-doa dari hamba-hambaNya.

Di antara bukti didengarkan dan dikabulkannya doa Nabi Ibrahim dapat kita baca tentang pragmen kisahnya. Dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama Ismail (seraya berdoa): "Ya Tuhan kami terimalah daripada kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui". (Qs. Al-Baqarah 127)

Begitu juga diperkenankannya doa keluarga Imran, (Ingatlah), ketika isteri 'Imran berkata: "Ya Tuhanku, sesungguhnya aku menazarkan kepada Engkau anak yang dalam kandunganku menjadi hamba yang saleh dan berkhidmat (di Baitul Maqdis). Karena itu terimalah (nazar) itu dari padaku. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui". (Qs. Ali Imran 35)

Oleh karenanya, kita harus yakin bahwa Allah mendengarkan permohonan kita, karena semua yang ada adalah kepunyaanNya dan atas kebijakan pengetahuanNya, maka permohonan kita pasti diperkenankanNya, Dan kepunyaan Allah-lah segala yang ada pada malam dan siang. Dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (Qs Al-An'am 13)

Di ayat lain juga disebutkan yang maknanya, Maka jika mereka beriman kepada apa yang kamu telah beriman kepadanya, sungguh mereka telah mendapat petunjuk; dan jika mereka berpaling, sesungguhnya mereka berada dalam permusuhan (dengan kamu). Maka Allah akan memelihara kamu dari mereka. Dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (Qs. Al-Baqarah 137)

Demikian juga, Telah sempurnalah kalimat Tuhanmu (Al-Quran) sebagai kalimat yang benar dan adil. Tidak ada yang dapat merubah rubah kalimat-kalimat-Nya dan Dialah yang Maha Mendenyar lagi Maha Mengetahui (Qs al-An'am 165)

Ketika potensi bisa lebih arif mendengarkan mewujud secara nyata dalam keseharian kita, maka sudah seharusnya kita mensyukurinya, baik di hati, lisan maupun perbuatan konkret.

Pertama, meyakini sepenuh hati bahwa Allah pasti mendengarkan permintaan dan keluhan hamba-hambaNya. Keyakinan ini harus tertancap kuat di hati, sehingga melahirkan ketenangan dan kebahagiaan dalam mengarungi hidup dan kehidupan ini.

Kedua, mensyukuri dengan lisan seraya terus memujiNya dan memperbanyak mengucapkan alhamdulillahi rabbil 'alamin. Kita bersyukur kepada Allah karena Allah senantiasa mendengarkan dan memperkenankan permohonan kita.

Ketiga mensyukuri dengan tindakan nyata yaitu berusaha menjadi orang suka mendengarkan dan mengabulkan permintaannya. Maka zikir pengkodisian qalbu agar senantiasa terbuka sehingga melalui telinga kita dapat mendengar dan menerima suara kebenaran saja adalah membasahi lisan dengan mengucapkan ya Allah ya Sami', ya Allah ya Sami', ya Allah ya Sami'.
SHARE :
 
Top