Oleh Sri Suyanta Harsa

Ilustrasi
Muhasabah 16 Rabiul Awal 1441 
Saudaraku, dalam hal nikmat, terdapat dua kata yang kemudian menjadi judul muhasabah hari ini, dimana maknanya sangat kontras dan berlawanan, makanya ditulis versus satu atas lainnya. Syukur terhadap nikmat Allah merupakan akhlak terpuji atau akhlaqul mahmudah sedangkan kufur terhadap nikmatNya merupakan akhlak tercela atau akhlaqul mazmumah. Meski demikian, baik syukur nikmat maupun kufur nikmat sama-sama bermuara di hati, yang sama-sama bisa menyembul dalam perilaku sehari-hari. Dengan demikian ada perilaku yang menunjukkan rasa syukur dan sebaliknya juga ada perilaku yang mencirikan kufur terhadap nikmat Allah.

Dalam iman Islam, syukur dipahami sebagai ungkapan dan ekspresi terima kasih dari manusia terhadap Allah atas segala nikmat yang telah dicurahkan kepadanya. Segala keadaan dan karunia yang dinikmati oleh manusia merupakan anugrah Allah ta'ala semata melalui jalan dan ketetapanNya yang maha sempurna. Sedangkan kufur merupakan ungkapan atau ekspresi pengingkaran atas nikmat Allah yang telah dicurahkan kepadanya. Dalam pandangan orang-orang yang kufur nikmat, meyakini bahwa segala hal ikhwal yang terjadi dan dialaminya selama ini adalah hasil kerjanya sendiri, Allah tidak ikut campur dalam kehidupan orang-orang kufur nikmat.

Syukur merupakan akhlak dan warisan para nabi dan rasul, sedangkan kufur adalah slogan dan ajaran iblis. Tuntutan dan tuntunan bersyukur benar-benar menjadi tatanan kemuliaan, sehingga mengantarkan siempunya ke surga. Sebaliknya kufur merupakan pangkal kenestapaan, makanya menyebabkan masuk neraka.

Bagi orang-orang beriman syukur nikmat merupakan tuntunan kemuliaan, bahkan hidup di dunia ini sejatinya ya bersyukur kepada Allah saja. Maka kekufuran sejatinya menandakan tidak hidup atau tidak punya kehidupan. Bagi orang yang masih dianugrahi hidup mestinya bersyukur agar benar-benar hidup. Bagi orang yang kufur nikmat sejatinya hatinya sudah tertutupi (ada covernya, ada kagirnya) sehingga tidak hidup lagi, meskipun masih bernafas dan berjalan ke sana kemari.

Bagaimana kita tidak bersyukur, dari kuantitasnya saja kita tak akan pernah sanggup menginventarisir untuk menghitung karuniaNya, apatah lagi kualitasnya. Kita harus meyakini bahwa segala kenikmatan dan karunia itu datangnya dari Allah. Allah berfirman yang artinya Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah-lah (datangnya)”. (Qs. Al-Nahl 53)

Kita dikaruniai nikmat hidup bahkan berusia panjang disertai nikmat iman, nikmat Islam, nikmat terus bisa beribadah, merasakan nikmat shalat, nikmat zakat, nikmat puasa, nikmat haji, nikmat umrah, nikmat qurban, nikmat sehat fisik dan sehat phikhis, nikmat keamanan, nikmat kesejahteraan, nikmat keadilan, nikmat kemakmuran negeri, nikmat berbagii, nikmat berkeluarga, nikmat memiliki otangtua juga istri/suami atau anak cucu, nikmat bertetangga, nikmat berteman, nikmat berguru, nikmat bermasyarakat, nikmat berbangsa bernegara, nikmat bermufakat bermusywarah, nikmat sempat, nikmat kaya, nikmat ilmu, nikmat amal, nikmat saat mendidik, nikmat bekerja, nikmat berkah pagi, nikmat siang, nikmat petang, nikmat berbuka puasa, nikmat malam, nikmat istirahat, nikmat tidur pulas, nikmat mimpi indah, nikmat bangun dini hari, nikmat shalat lail, nikmat subuhan, nikmat berjamaah, nikmat memberi atau mendengar tausiyah, nikmat zikir dan doa, nikmat berfastabiqul khairat, nikmat bepergian, nikmat dalam perjalanan, nikmat saat menjabat, nikmat dalam bekerja, nikmat pemandangan, nikmat keindahan, nikmat lautan, nikmat air udara api dan tanah, nikmat pegunungan, nikat pertambangan, nikmat berkendaraan, nikmat kesuksesan, nikmat kemenangan...dan seterusnya.

Saudaraku, saking banyaknya karunia, maka pantes saja bila kemudian Allah bertanya berulang-ulang kali "fabiayi alaai rabbikuma tukaddiban?" Nikmat mana lagi yang bisa kamu dustakan?

Allah berfirman yang artinya Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (Qs. Al-Nahl 18)

Dan, mengapa Allah akan menyiksamu, jika kamu bersyukur dan beriman dan Allah adalah Maha Mensyukuri lagi Maha Mengetahui. (QS. An-Nisa’ 147)

Sebagaimana (Kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasul diantara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al Kitab dan Al-Hikmah, serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui. Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku. (Qs. Al-Baqarah 151-152)

Dan (ingatlah juga), tatkala Rabbmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih". (Qs. Ibrahim 7)

Jika kamu kafir maka sesungguhnya Allah tidak memerlukan (iman)mu dan Dia tidak meridhai kekafiran bagi hamba-Nya; dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridhai bagimu kesyukuranmu itu; dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Kemudian kepada Tuhanmulah kembalimu lalu Dia memberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui apa yang tersimpan dalam (dada)mu. (Qs. Al-Zumar 7)

Oleh katena itu, ketika kita berusaha menjadi hamba-hambaNya yang pandai bersyukur atas karunia Allah ta'ala, dan menjauhi sifat kufur nikmat, maka sudah selayaknya kita buktikan syukur itu baik di hati, lisan maupun perbuatan nyata.

Pertama, bersyukur dengan hati yakni meyakini sepenuhnya bahwa dengan bersyukur maka hidup menjadi mujur, kufur menyebabkan hidup menjadi hancur.

Kedua, bersyukur di lisan dengan memperbanyak melafalkan alhamdulillahi rabbil 'alamin. Semoga Allah terus membukakan hati kita untuk dapat menambahi rasa syukur kita kepadaNya. Di samping itu, kita memohon agar tidak sering keluh kesah, dan tidak lengah dalam ibadah.

Ketiga, bersyukur dengan langkah konkret, yaitu berusaha memanfaatkan karunia Allah sesuai peruntukannya dan tujuannya. Mensyukuri hidup dengan mengabdi, mensyukuri kesehatan dengan ibadah, mensyukuri ilmu dengan semakin dekat kepadaNya, mensyukuri harta dengan mengeluarkan zakat atau wakaf atau sedekahnya, mensyukuri keluarga dengan mendidiknya, mensyukuri tahta dengah amanah karenanya, mensyukuri rezeki dengan menggunakannya sebaik-baiknya... dan seterusnya.

Adapun dzikir kondisoning agar hati diliputi rasa ridha sehingga senantiasa dapat bersyukur kepada Allah ta'ala adalah membasahi lisan dengan ya Allah ya Syakuur, ya Allah ya Syakuur, ya Allah ya Syakuur ... dan seterusnya.
SHARE :

0 facebook:

Post a Comment

 
Top