Oleh Nursalmi,S.Ag

Ilustrasi: floresa.co
Hari ini tanggal 22 Desember, seluruh Indonesia merayakan hari ibu, ucapan selamat hari ibu mengalir deras di mana mana, terutama di sosial media. Karena ibu adalah mulia. Surga berada di bawah telapak kakinya. Seorang anak wajib mencari surga di bawah telapak kaki ibunya dengan cara berbakti kepadanya. Seorang ibu wajib mengantarkan anaknya dengan melangkah kaki bersama sama menuju surga yang penuh kenikmatan dengan memberikan pendidikan yang baik. 

Untuk mengenang jasa ibu, saya ingin berbagi cerita sedikit tentang tauladan seorang ibu dalam mendidik anak anaknya pada zaman dahulu saat ilmu parenting belum dikenal. Beliau berhasil mengantarkan anak anaknya ke gerbang kesuksesan, walaupun hanya berbekal padi hasil pertanian. 

Kehidupan masa kecil saya cukup bahagia, karena saya mempunyai seorang ibu yang super, meskipun kami tinggal di pedesaan, namun beliau sangat pintar dimata saya, padahal sekolah hanya SRI, itupun tidak selesai. Keluar dari SRI beliau mondok di dayah sampai bapakku menikahinya. Beliau sangat dihormati oleh masyarakat, peduli dengan problema sosial, rajin amar makruf dan nahi mungkar, serta sangat menyayangi anak anaknya. 

Beliau memberikan pendidikan kepada kami setiap saat tanpa henti. Kami tidak boleh mengaji di tempat pengajian (TPA sekarang) sebelum khatam Alquran dengan beliau dirumah. Saya anak ke enam dari enam bersaudara (bungsu) Setiap malam beliau memberikan pendidikan khusus saat menjelang tidur, waktu yang sangat baik saat otak berada di alam bawah sadar, siap merespon semua informasi. Beliau menghafal ayat ayat pendek, doa doa, mencertakan kisah para nabi, pendidikan aqidah,  akhlak dan etika. Kadang ilmu diberikan melalui hafalan syair, baik dalam bahasa Arab kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa aceh, maupun syair syair dalam bahasa aceh. Kebetulan beliau hanya bisa baca tulisan Arab, tidak pandai baca tulis latin, apalagi untuk berbicara dalam bahasa Indonesia, sama sekali tidak bisa. 

Hampir setiap menjelang tidur saya dinyanyikan syair syair tersebut, mulai dari nama nama Malaikat, Rasul Rasul, istri istri Rasulullah dan anak anaknya, tentang kehidupan alam barzah dan alam akhirat, syair syair tentang akhlak dan etika, hikayat perang sabil (syair tentang jihad), semua dinyanyikan dengan nada khas beliau. Yang paling menyentuh bagi saya adalah syair tentang kehidupan alam kubur. Alhamdulillah semua syair tersebut masih terekam di memori saya sampai saat ini dan masih bisa saya hafal semuanya. Semua ilmu yang diberikan masih melekat di pikiran saya mungkin karena diberikan pada masa kecil serta waktu yang tepat, dan alhamdulillah saya amalkan sebagai amal shalih, semoga pahalanya terus mengalir kepada beliau di alam barzah. 

Di usia saya 14 tahun, pada tahun 1982 Allah menguji keluarga kami, ummi menderita penyakit strok. Sebelah badannya lumpuh, dan tidak bisa berbicara. Bisa dibayangkan bagaimana perasaan saya yang masih gadis beranjak masa remaja, yang sedang membutuhkan bimbingan seorang ibu dalam menghadapi masa baligh dan pubertas, tetapi beliau tidak bisa lagi berbicara untuk membimbing saya, tiada lagi nasehat dari lisannya. 

Sejak itu, keadaan menjadi terbalik, hampir setiap malam saya yang menyanyikan syair syair yang dulunya beliau bacakan kepada saya untuk menghiburnya. ‘Ajaib, beliau tidak bisa berbicara, namun ayat ayat Alquran yang sudah dihafalnya, seperti yasin dan lain lain, ketika kita mulai membacanya langsung beliau sambung sampai habis, masya Allah, la haula wala quata illa billah. Kondisi seperti ini beliau alami selama 14 tahun, sampai ajal menjemputnya. 

Sangat menyedihkan, saya harus keluar dari pesantren, prestasi akademik saya di sekolah menurun drastis. Karena saya seorang gadis remaja yang sangat membutuhkan bimbangan seorang ibu, namun saya tidak bisa mendapatkannya lagi, tidak ada lagi tempat curhat, malah di usia yang sangat belia saya harus membagi waktu antara sekolah dan merawat umi, karena kakak kakak dan abang abang saya sudah merantau semua dalam rangka melanjutkan pendidikan dan ada yang sudah bekerja di perkotaan. 

Mungkin ini hanya sebahagian kecil dari berbagai pengalaman seseorang yang sangat membutuhkan bimbingan seorang ibu. Oleh karena itu, berbahagialah bagi saudara yang masih punya ibu dan masih bisa berbicara. Masih bisa memberikan nasehat setiap saat, masih bisa memberikan kuliah subuh setiap pagi, walau kadang terkesan over cerewet di telingamu. Terimalah nasehatnya, amalkan dalam kehidupan keseharianmu, sebelum ibumu diam untuk selamanya. Dan suatu saat engkau akan merindukan ocehannya. 

Umiiii.......
Engkaulah idolaku, tempat aku curhat di kala hatiku luka, 
Aku merindukanmu......

Rindu kasih sayangmu, selalu engkau hapus air mataku dengan selendangmu batikmu ketika aku menangis, selalu engkau nyanyikan syair syair saat aku merengek lapar karena tidak ada jajan. Ingin aku tidur di pangkuanmu sambil mendangar bacaan Alquran dari lisanmu seperti dulu. Aku rindu belaianmu. Aku tulis ini sekedar berbagi pengalaman agar yang membacanya bisa meneladani akhlak muliamu, sebagai ibu tauladan bagi anak2mu, juga anak anak di desa kita,  juga sebagai guru parenting yang hebat, saat saat ilmu parenting belum dikenal seperti sekarang, ummiku hebat, jazakillah khair umi, berkat jasamu aku bisa melihat dunia, bisa terbang ke awan, bisa sampai ke Baitullah yang dulu selalu egkau impi impikan. Semoga aku bisa mengikuti jejakmu dalam mendidik anak anakku dan anak anak bangsa. 

Hanya doa yang bisa kusampaikan, Semoga Allah mengampuni dosa dosamu, diterima amal ibadahmu, di lapangkan dan disinari quburmu, dan semoga pahala amal jariyahmu terus mengalir deras kepadamu hingga yaumil qiyamah yang akan mengantarkanmu ke Jannatun Na’im. Aamiin Ya Mujiibas Saailiin.
SHARE :

0 facebook:

Post a Comment

 
Top