Oleh Sri Suyanta Harsa

Sumber ilustrasi: tempoinstitute.com
Muhasabah 27 Jumadil Ula 1441 
Saudaraku, tema muhasabah hari ini juga merupakan bagian dari prinsip yang ada dalam kehidupan manusia. Di antara prinsip yang efektif diyakini dalam hal ini adalah bahwa menulis dapat mendatangkan keberkahan. Di antara keberkahan menulis adalah sehat lahir batin sehingga memperpanjang umur.

Di samping sebagai prinsip,  "menulis sehingga panjang umur" adalah fakta yang telah mensejarah dalam.kehidupan manusia. Mengapa umur seorang penulis bisa panjang dan hidupnya lebih lama?, dapat kita maknai dengan dua cara, yaitu secara lahiriah dan secara hahikiah substantif.

Secara lahiriah, seperti sudah dikatakan dalam muhasabah yang baru lalu bahwa menulis melahirkan keberkahan berupa kesehatan lahir dan batin. Dengan menulis, akal pikiran akan bekerja akif dan positif sehingga dapat mendorong menormalkam seluruh saraf tubuh untuk bekerja sebagaimana mestinya sehingga menjadi sehat wal afiat. 

Meskipun datangnya ajal atau kematian persoalan qadarullah atau ketentuan Allah, tidak terhalang dengan kondisi sehat wal afiatnya seseorang, tetapi secara munusiawi kualitas kesehatan lahir dan batin dapat menjadi indikator ukuran bahwa usia rata-rata harapan hidup manusia menjadi lebih lama, lebih panjang, apalagi kesejahteraannya terjamin adanya. 

Harapan hidup rata-rata orang Indonesia sesuai dengan indikakator kesehatan dan kesejahteraannya sedikit lebih rendah dari orang Malaysia. September 2019 lalu Kementerian Kesehatan (Kemkes) mengemukakan bahwa usia harapan hidup orang Indonesia semakin meningkat hingga mencapai hampir rata-rata 71,4 tahun berkat semakin meningkatnya kesehatan kesejahteraan masyarakat. Dan sebelumnya Surat kabar the Star melaporkan, Kamis (6/12), posisi harapan hidup negara jiran itu turun empat peringkat dibanding tahun lalu ke urutan 112 dari 222 negara. Orang Malaysia rata-rata memiliki harapan hidup 74,04 tahun. Sedangkan umur rata-rata warga Indonesia 71,62 tahun, berada di peringkat 136. Dengan demikian sehat wal afiat dan kesejahteraan menjadi indikator penting bagi panjangnya harapan hidup seseorang.

Secara hakiki substantif dalam ajran Islam, panjang umur sejatinya tidak terikat dan terkait dengan usia yang dianugrahkan Allah atas masa hidup di dunia fana ini.  Allah berfirnan yang artinya Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang wafat di jalan Allah, (bahwa mereka itu) mati; bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya. (Qs. Al-Baqarah 154)

Berdasarkan normativitas di atas, seandainya para penulis yang terus menulis kebaikan atau ditulis karena kebaikannya dapat dimasukkan kepada orang-orang yang berjihad di jalan Allah yakni menyebarkan ilmu pengetahuan dan hikmah, maka sejatinya para penulis itu tidak pernah mati tetapi selalu hidup. Jadi menulis itu hidup dan menghidupi. 

Kalaupun terjadi "kematian", maka hanya jasadnya saja yang dikubur di liang lahat, tetapi nama, ide, gagasan dan jasanya senantiasa hidup, selalu disebut, dijadikan bahan pembicaraan dan rujukan, didiskusikan oleh antar generasi.

Siapa yang tidak mengenal Imam Malik penulis kitab Al-Muwatha' yang juga pencetus mazhab Malikiyah, Imam Al-Syafi'i penulis kitab Al-Risalat, Al-Umm pencetus mazhab Syafi'iyah, Imam Hanafi penulis kitab Jamiul Kabir pencetus mazhab Hanafiah, Imam Ahmad bin Hanbal pencetus mazhab  Hambali, Imam al-Ghazali penulis kitab ihya Al-'Ulumuddin, Ibnu Khaldun penulis kitab sosiologi antropologi Muqaddimah, Ibnu Sina penulis kitab Qanun fi al-Tibb bidang kedokteran, dan seterusnya para penulis yang tak bisa diinventarisir satu persatu, dimana semuanya menulis dengan merujuk pada Rasulullah Nabi Muhammad saw. Mereka semua dan penerusnya adalah para pejuang jihad fi sabilillah sehingga sejatinya mereka terus hidup tanpa kita menyadari sepenuhnya. 

Kita selalu menyebut namanya, dan membahasnya dalam kelas-kelas, pengajisn-pengajian, diskusi, seminar, simposium, lokakarya, munaqasah skripsi, tesis dan disertasi. Di samping itu, tentu berusaha meneladani keistuqamahannya, kesederhanaannya, ketawadhukaannya, kesalihannya, kedermawanannya, kepiawaiannya, kearifannya dan kelebihan-kelebihannya yang lain.

Ketika memperoleh keberkahan menulis berupa kesrhatan lahir batin dan dipanjangkan umurnya, baik karena menulis, ditulis maupun membaca tulisan, sehingga mengantarkannya pada kedekatan dirinya dengan Rabbnya, maka layak disyukurinya baik di hati, lisan maupun perbuatan nyata. Pertama, meyakini sepenuh hati bahwa keberkahan menulis dipanjangkan umurnya telah menjadi ketetapanNya yang mengikat, siapapun tidak akan pernah bisa melampaui atau mengurangi apapun ketetapan Allah atas hambaNya. Kedua, mensyukuri dengan terus memujiNya dan memperbanyak mengucapkan alhamdulillahi rabbil 'alamin, semoga Allah menganugrahi kita keberkahan demi keberkahan dalam hidup ini, termasuk keberkahan sehat wa afiat dan panjang umur. Ketiga, mensyukuri dengan tindakan nyata yaitu menulis dan terus menulis apapun yang baik-baik, agar sehat wal afiat dan dipanjangkan umurnya.

Maka dzikir pengkodisian hati dan penyejuk kalbu guna menjemput hidayahNya adalah membasahi lisan dengan ya Allah ya Razzaq ya Wahhab, ya Allah zat yang maha mengaruniai rezeki, tunjukilah kami jalan tuk meraih ridhaMu ya Rabb.
SHARE :

0 facebook:

Post a Comment

 
Top