dok. IST |
LAMURIONLINE.COM I SULTENG - Sebanyak 300 Orang Ta’a mengucap ikrar syahadat di Masjid Jami’ Al Furqon Desa Tanasumpu, Kec Mamosalato, Kab Morowali Utara, Sulawesi Tengah, Jumat (14/02).
Perhelatan akbar yang diselenggarakan Dewan Dakwah Morowali Utara dan Laznas Dewan Dakwah ini didukung oleh sejumlah ormas dan tokoh masyarakat. Di antaranya Ustadz Sigit Sugiyatno (Ketua Dewan Dakwah Morut), Ustadz Insan L Mokoginta (pakar kristologi), dan lain-lain.
Turut hadir Kepala Desa Tanasumpu Suranto, perwakilan kecamatan Iwan Tungka, perwakilan KUA Mamosalato Nurdin Syara, dan tokoh masyarakat M Zaini.
Para peserta ikrar syahadat sebagian berasal dari kawasan pedalaman Lambentana, yang terpencil di belakang Gunung Tokala, seperti Desa Palangpraya, Kec Bungku Utara. Lainnya dari Desa Manyoe dan Padangkalang di lereng Gunung Tokala.
Mereka bagian dari Suku Tau Ta’a Wana yang secara tradisional adalah peladang nomaden (berpindah-pindah), tertutup, dan penganut animisme.
Orang-orang Ta’a itu mulai turun gunung sejak sepekan sebelum hari-H. Misalnya warga Lambentana yang secara berkelompok berjalan kaki ke titik jemputan.
Pun demikian warga Manyoe dan Padangkalang yang sudah mulai turun gunung sejak Selasa (11/2). Mereka transit bermalam di Desa Winangabinaw setelah jalan kaki selama 7-8 jam. Rombongan ini dijemput panitia dengan mobil pada Kamis (13/2).
Menurut laporan Mela Fadla dari Laznas Dewan Dakwah, perjalanan penjemputan dari Desa Tanasumpu ke Lambentana pada Kamis lalu sangat mengerikan.
‘’Bukit-bukit tinggi mengepung perjalanan menuju pedalaman Lambentana. Bebatuan dan bekas-bekas tanah longsor jadi pintu pembuka jalan saat melewati Desa Kolo Atas. Hutan belantara, laut lepas, dan jurang menganga mengapit di hampir semua sisi perjalanan,’’ tutur Mela.
‘’Memasuki Desa Lemo, Kec Bungku Utara, yang masih berjarak 1,5 jam dari Lambentana, aroma pedalaman kian mencekam. Pingin nangis rasanya,’’ imbuh Mela sambil menghayati perjuangan para da’i pedalaman.
Mobil jemputan akhirnya berhenti di sebuah kampung. Sungai berarus deras dan dalam menghadang perjalanan. Selanjutnya, jamaah desa dijemput dengan konvoi motor ke titik kumpul.
Jamaah Orang Ta’a ditampung di Mamosalato dan dilayani keluarga pengurus Dewan Dakwah Morut. Jumat pagi, mereka diajak ke sungai terdekat yang airnya jernih untuk belajar berwudhu. Selanjutnya mereka diberi busana muslim dan muslimah lalu ke masjid Al Furqon untuk bersyahadat.
Sebagai tanda persaudaraan dan cindera hati, para Ustadz memberikan sekadar uang saku kepada tiap peserta ikrar. Seperangkat alat shalat juga diserahkan untuk modal beribadah.
Ustadz Sigit mengatakan, selanjutnya Dewan Dakwah dan ormas-ormas lainnya, memfasilitasi para muallaf untuk mengurus administrasi kependudukan. Sehingga, mereka memiliki Kartu Keluarga dan KTP sebagai penduduk Muslim.
‘’Tidak berhenti di sini. Kami akan terus mendampingi warga Lambentana sebagai Desa Binaan kedua setelah Ngoyo. Agar para muallaf tidak selamanya jadi muallaf,’’ ujar Ustadz Sigit.
Sesuai ajaran Islam, setelah bersyahadat, para muallaf mandi. Lalu yang laki-laki mengikuti shoalat Jumat untuk pertama kalinya.
Ustadz Sigit menjelaskan, syahadat massal ini bukan yang pertama kalinya. Sebelumnya, pada 7 Januari lalu, sebanyak 14 Orang Ta’a dari Lambentana, datang berjalan kaki ke Masjid Al Furqon Mamosalato. Mereka dengan inisiatif sendiri meminta masuk Islam.
‘’Ternyata, mereka tertarik memeluk Islam setelah mendengar pengalaman 2 orang Ta’a dari Desa Bungku Utara yang masuk Islam pada 22 Desember 2019 lalu,’’ ungkap Ustadz Sigit.
Dua orang itu sendiri memeluk islam setelah terinspirasi dari menghadiri acara Syahadat dan Sunatan Massal di Dusun Ngoyo binaan Dewan Da’wah, di Desa Manyoe, Kec Mamosalato. Keduanya lalu mengajak warga Lambentana lainnya untuk berislam. (*/smh/rel)
0 facebook:
Post a Comment