Oleh: Juariah Anzib, S.Ag

Penulis Buku Menjadi Guru Profesional

Istri Rasulullah kedelapan adalah Ummu Habibah binti Abi Sufyan, perempuan muslimah yang suaminya murtad karena pengaruh sikap baik seorang raja. Ketika melakukan hijrah ke Habasyiah, suaminya Ubaidillah bin Jahsy meninggalkan agama Islam dan masuk agama Nasrani. Demikian Sayyid Qutbh dalam Sirah Nabawiyah Tafsir Fi Zhilalil Quran karangan Prof Abdul Malik As-Syaibani.

Sementara Sibel dalam Novel Aisyah menulis, sebelum masuk Islam, Ummu Habibah dan suamimya penganut agama Ibrahim. Mereka termasuk salah seorang diantara sekian orang yang tidak pernah menyembah berhala. Meskipun hidup di tengah-tengah kemusyrikan, namun mereka menganut agama Ibrahim yang mulia, agama yang mengajarkan ketauhidan, mengesakan  Allah dan mengabaikan penyembahan terhadap patung berhala.

Berdasarkan keyakinan dan kebenaran Islam, Ummu Habibah dan suaminya Ubaidilllah rela  meninggalkan tempat kalahirannya demi menyelamatkan akidahnya. Mereka ikut berhijrah bersama kaum muslim lainnya ke Habasyiah. Namun sangat disayangkan, di tengah perjalanan perjuangan, Ubaidillah bin Jahsy terpengaruh prilaku adil raja Habasyiah yang ternyata seorang Nasrani. 

Ummu Habibah tak kuasa membujuk kembali suaminya kembali ke agama Islam. Bahkan yang terjadi adalah, penekanan-penekanan dari suaminya yang memengaruhinya untuk keluar dari Islam dan masuk agama Nasrani. Perbedaan akidah di antara mereka menjadikan Ubaidillah menceraikan Ummu Habibah. 

Hal tersebut membuat Ummu Habibah sangat terpukul dan terbeban. Namun ia tetap tegar dan tabah menghadapinya. Demi mempertàhankan keimanan, dengan keberanian dan kesetiaannya terhadap Islam, ia rela berpisah dengan suaminya. Ia melewati penderitaan dan kepedihan dengan sabar, menjalani kehidupan dan berkeyakinan, bahwa suatu saat akan berakhir dengan kebahagiaan dan kemenangan. 

Sejak saat itu, Ummu Habibah menjanda. Ia menjalani kehidupannya sendirian yang seharusnya  membutuhkan perlindungan. Sebagai seorang perempuan semestinya ia memiliki mahram yang menemaninya.

Selaku perempuan lemah yang suaminya telah murtad, ditambah lagi keadaan ayahnya seorang  musuh besar kaum muslimin, menjadikan dirinya tidak mungkin kembali ke sisi ayahnya, dalam kesendirian tiada tempat untuk berlindung. Keadaan Ummu Habibah terdengar sampai kepada Rasulullah. Hal ini terjadi pada hari-hari sebelum perang Khaibar. Lalu Rasulullah memintanya untuk dijadikan istrinya.

Menurut Sibel, Rasulullah menikahi Ummu Habibah dengan mahar empat ratus dinar. Selesai pernikahan, dilanjutkan dengan jamuan makan bersama atau walimatun nikah. Hal ini merupakan salah satu sunah Rasulullah saw. Setelah pernikahan, Najasi mengirim kembali Ummu Habibah ke tanah Arab bersama dengan para muhajirin Islam lainnya di Habasyiah. Rasulullah dan para sahabat saat itu sedang berada di perang Khaibar.

Ummu Habibah  perempuan yang suka menjaga kebersihan dan kerapian. Rumah tangga tersusun rapi dan indah dengan sentuhan tangannya. Kebersihan dan kerapian Ummu Habibah selalu mendapat pujian baginda Rasulullah. 

Dia seorang yang cerdas, tegar, sabar, lembut dan beradab. Ummu Habibah memiliki wawasan luas, sering mengunjungi ke berbagai tempat, kota dan berbagai wilayah. Oleh karenanya, ia banyak mengenal orang-orang yang berbeda di berbagai tempat yang dia datangi. Ia  mempunyai teman yang banyak di berbagai wilayah yang ia kunjungi, memiliki pergaulan yang sangat luas, bahkan dengan wilayah luar. Itulah sebabnya wawasan pemikirannya sangat luas dan terbuka.                      

Demikian sekilas kisah ummul mukminin, ibunda kita Ummu Habibah. Mari kita mengambil teladan yang baik darinya, sebagai pembelajaran dalam kehidupan sehari-hari.

Editor: smh

SHARE :

0 facebook:

Post a Comment

 
Top