Oleh: Ust. Dr. Muhammad Yusran Hadi, Lc., MA.
Di antara daerah yang dilanda banjir besar baru-baru ini adalah kabupaten Aceh Tamiang. Bencana banjir di Aceh Tamiang terjadi pada awal bulan November 2022. Bencana ini telah merendam 146 kampung di 12 kecamatan di kabipaten Aceh Tamiang. Lebih dari 29 ribu kepala keluarga harus mengungsi. Pada saat yang sama, banjir juga melanda di berbagai daerah di Indonesia. Begittu pula setelahnya sampai hari ini.
Beberapa hari kemudian, bencana gempa bumi yang berkekuatan 5,6 magnito mengguncang dan memporak porandakan kabupaten Cianjur, Jawa Barat, pada hari Senin (21/11/2022). Gempa ini menewaskan 600 orang, melukai ribuan orang dan menghancurkan ribuan rumah. Ribuan orang harus mengungsi. Setelah itu, gempa bumi kembali mengguncang beberapa daerah di Indonesia.
Kemudian disusul bencana lain berupa letusan atau erupsi Gunung Semeru di Lumajang, Jawa Timur, yang melontarkan awan panas sejak Minggu (4/12/2022) pukul 2.46 WIB. Erupsi terjadi sampai puluhan kali. Setelah itu, erupsi kembali terjadi pada hari Selasa (6/12/222) pukul 05.02 WIB. Tepat satu tahun sebelumnya yaitu 4 Desember 2021, Semeru juga mengalami guguran awan panas. Ribuan orang pun harus mengungsi.
Berikutnya, terjadi bencana kebakaran gedung aula Universitas Abulyatama di Aceh Besar. Kampus yang terletak di Jalan Blang Bintang Lama, KM 8,5 Lampoh Keudee, Kabupaten Aceh Besar ini terbakar pada hari Rabu (14/12/2022) pukul 14.00 WIB. Begitu pula, kebakaran melanda pemukiman di kawasan Jalan Bangka Buntu I, Kelurahan Bangka, Mampang prapatan, Jakarta Selatan, pada hari Senin (26/12) pukul 20.00 WIB.
Selama ini, bencana alam atau musibah banyak terjadi di Indonesia. Berbagai bencana menimpa bangsa kita silih berganti bagaikan siang dan malam. Mulai dari bencana banjir, longsor, kebakaran, gunung meletus/erupsi, gempa bumi, bahkan bencana Tsunami yang sangat dahsyat menimpa bangsa Indonesia. Hampir setiap hari bencana menimpa bangsa Indonesia, baik bencana yang berskala kecil maupun besar, baik yang menimpulkan korban jiwa maupun harta.
Terjadinya banyaknya musibah di Indonesia menimbulkan tanda tanya. Mengapa bencana alam selalu menimpa negara kita Indonesia? Mengapa Indonesia lebih banyak ditimpa musibah dibandingkan negara-negara muslim lainnya? Apakah penyebab bencana tersebut karena proses alam semata tanpa ada kaitannya dengan perilaku buruk dan maksiat manusia atau penyebabnya karena perbuatan maksiat yang dilakukan sebahagian orang secara terang-terangan dan tidak ada upaya untuk mencegah dan melarangnya?
Berbagai pertanyaan tersebut wajar muncul. Mengingat Indonesia adalah negara muslim yang paling banyak dilanda bencana alam dan musibah dibandingkan dengan negara-negara muslim lainnya. Maka tulisan ini mencoba untuk memberi solusi dan jawaban terhadap berbagai pertanyaan di atas. Namun sebelumnya, penulis perlu menjelaskan terlebih dahulu definisi maksiat dan macam-macamnya.
Maksiat Dan Macam-Macamnya
Maksiat adalah keyakinan, perbuatan dan perkataan yang bertentangan dengan Al-Qur'an dan As-Sunnah. Maksiat juga bisa bermakna keyakinan, perbuatan, dan perkataan yang diharamkan oleh Allah ta'ala dan Rasul-Nya..Dengan kata lain, maksiat adalah keyakinan, perkataan dan perbuatan yang menyebabkan dosa.
Hukum melakukan maksiat atau kemungkaran adalah haram (dosa besar). Begitu pula mentolerir kemaksiatan bagi yang mampu mencegahnya. Metolerir kemaksiatan berarti meridhai dan melegalkannya. Hukumnya sama dengan pelaku maksiat."
Di antara bentuk kemaksiatan adalah kelalaian manusia terhadap kewajiban kepada Allah ta'ala seperti shalat lima waktu, puasa, membaca al-Quran, berzikir, membayar zakat, syukur nikmat, melaksanakan amal ma'ruf dan nahi munkar, dan sebagainya. Manusia disibukkan dengan berbagai kesenangan dan kenikmatan dunia. Mereka berlomba-lomba mengejar harta, pangkat, jabatan sehingga melupakan dan meninggalkan kewajiban-kewajiban agama tersebut.
Di samping itu, kemaksiatan dalam aqidah (keyakinan) berupa syirik, khurafat, tahayul, sihir, perdukunan, meyakini mengetahui hal yang ghaib (kasyaf), tawassul, memakai jimat, tradisi yang diyakini membawa keberkahan, manfaat, dan menolak bala, dan sebagainya. Termasuk pula dalam maksiat jenis ini adalah bid'ah dalam aqidah dan paham-paham sesat seperti syi'ah, liberalisme, sekulerisme, tasawuf bathiniah, tasawuf wihdatul wujud, ahmadiyah, dan sebagainya. Maksiat dalam aqidah ini tumbuh subur dan berkembang pesat di Indonesia.
Termasuk kemaksiatan yaitu maksiat dalam ibadah beupa bid'ah. Bid'ah sudah menjadi tradisi atau budaya yang dilegalkan. Perbuatan bid'ah dianggap biasa dan tidak berdosa. Bid'ah dianggap agama atau syariat yang dilazimkan dalam ibadah sehari-hari. Padahal bi'd'ah itu bukan agama atau syariat Islam. Karena perbuatan bid'ah ttu tidak ada dalilnya dari Al-Qur'an dan As-Sunnah. Bahkan Allah ta'ala dan Rasul-Nya mengharamkan bid'ah.
Selain itu, termasuk kemaksiatan adalah segala perbuatan yang diharamkan dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah seperti kezhaliman, korupsi, suap, pembunuhan, penganiaan, pemerkosaan, pencurian, minum minuman keras, judi, menampakkan aurat, pacaran, perzinaan, mengkonsumsi dan menjual barang haram seperti narkoba, sabu-sabu, ganja, rokok, dan sebagainya
Kemaksiatan bisa juga berupa segala perkataan yang diharamkan oleh Al-Qur'an dan As-Sunnah serta ijma' ulama seperti menipu/manipulasi, mengadu domba, memecah belah persatuan umat, menghina, mencaci, menfitnah, menyakiti, ghibah, mengucapkan selamat hari raya agama kafir sepeeti natal, dan sebagainya
Semua keyakinan, perkataan dan perbuatan di atas merupakan maksiat yang mengundang bencana atau azab Allah ta'ala. Maksiat tersebut merajela di Indonesia dan terjadi setiap harinya. Sebahagian maksiat dilegalkan dan menjadi tradisi. Meskipun sebahagiannya dilarang oleh permerintah yaitu maksiat kriminal, namun tetap saja banyak terjadi.
Maksiat Penyebab Utama Bencana
Bencana atau musibah sangat berkaitan dengan perbuatan maksiat yang dilakukan manusia. Bencana terjadi akibat perbuatan manusia khususnya maksiat. Kemaksiatan merupakan penyebab utama terjadinya bencana sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah.
Allah ta'ala berfirman, “Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (QS. Asy Syura: 30).
Allah ta'ala juga berfirman, “Dan tidaklah Kami membinasakan suatu negeri kecuali penduduknya melakukan kezaliman.” (QS. Al-Qashash: 59).
Allah ta'ala juga berfirman, "Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan." (Al-A'raf: 96).
Alla ta'ala juga berfirman, "Lalu mereka ditimpa (bencana) dari akibat buruk apa yang mereka perbuat. Dan orang-orang yang zalim di antara mereka juga akan ditimpa (bencana) dari akibat buruk apa yang mereka kerjakan dan mereka tidak dapat melepaskan diri." (Az-Zumar: 51).
Allah ta'ala juga berfirman, "Dan (penduduk) negeri itu telah Kami binasakan ketika mereka berbuat zalim, dan telah Kami tetapkan waktu tertentu bagi kebinasaan mereka." (Al-Kahfi: 59).
Allah ta'ala juga berfirman, "Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang yang hidup mewah di negeri itu (agar menaati Allah), tetapi bila mereka melakukan kedurhakaan di dalam (negeri) itu, maka sepantasnya berlakulah terhadapnya perkataan (hukuman Kami), kemudian Kami binasakan sama sekali (negeri itu). (Al-Isra': 16).
Alllah ta'ala juga berfirman, "Kemudian Kami binasakan mereka karena dosa-dosa mereka sendiri, dan Kami ciptakan generasi yang lain setelah generasi mereka." (Al-An'am: 6)
Rasulullah shallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda, “Jika manusia mengetahui kezaliman dan tidak memberantasnya, maka Allah akan menimpakan azab kepada mereka.” (HR. Abu Daud).
Rasulullah shallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda, “Jika suatu kaum mengetahui kemaksiatan, tapi mereka tidak memberantasnya, padahal mereka mampu melakukannya, maka Allah akan menimpakan azab kepada mereka sebelum mereka meninggal.” (HR. Abu Daud).
Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, “Tidaklah musibah tersebut turun melainkan karena dosa. Oleh karena itu, tidaklah bisa musibah tersebut hilang melainkan dengan taubat.” (Al-Jawabul Kaafi, hal. 87)
Bencana atau azab itu datang tidak hanya menimpa para pelaku maksiat saja, namun juga menimpa orang-orang yang tidak melakukan maksiat yaitu orang-orang shalih, anak-anak, wanita, laki-laki dan orang tua.
Allah ta'ala berfirman, “Dan peliharalah dirimu dari siksaan yang tidak hanya menimpa orang-orang zhalim saja di antara kamu. Ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksa-Nya.” (Al-Anfal: 25).
Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma memberi komentar mengenai ayat ini. Ia berkata, “Allah ta'ala menyuruh kaum mukminin untuk tidak mentolerir kemunkaran yang terjadi pada mereka. Jika tidak, Dia akan menimpakan azab secara menyeluruh kepada mereka”. (Tafsir Ibnu Katsir: 4/22).
Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan ayat di atas, ia berkata, "Allah ta'ala memperingatkan hamba-hamba-Nya kaum mukminin cobaan atau ujian yang menimpa pelaku maksiat dan orang lainnya yang bukan pelaku maksiat. Allah tidak mengkhususkannya kepada pelaku maksiat namun menimpakan semuanya di mana bencana tidak bisa ditolak. (Tafsir Ibnu Katsir: 4/22).
Zainab Ummul Mukminin radhiyallahu ‘anha pernah bertanya kepada Rasulullah shallahu 'alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah, apakah kita akan dibinasakan, sedangkan orang-orang shalih di tengah-tengah kita? Rasulullah shallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Iya, jika kejahatan merajalela. (HR. Muslim).
"Rasulullah shallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda, "Sesungguhnya manusia jika melihat kemunkaran tapi tidak menghentikannya, maka Allah ta'ala akan menimpakan hukuman kepada mereka secara menyeluruh.” (HR. Tirmizi)."
Rasulullah shallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Sesungguhnya Allah tidak mengazab manusia secara umum hanya karena perbuatan maksiat dari orang-orang tertentu, kecuali mereka semua mengetahui kemaksiatan itu, namun tidak mau memberantasnya. Padahal sebenarnya mereka mampu. Jika mereka melakukan seperti ini maka Allah akan mengazab semuanya, yang tidak melakukan dan yang melakukan. (HR. Abu Daud).
Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata: “Allah ta'ala menyuruh kaum mukminin untuk tidak melegalkan kemunkaran yang terjadi pada mereka. Jika tidak, maka Allah akan menimpakan azab secara menyeluruh kepada mereka”.
Berdasarkan penjelasan Al-Qur'an dan As-Sunnah di atas, maka kita dapat menyimpulkan bahwa penyebab utama bencana adalah kemasiatan yang merajalela. Dengan demikian, bencana dan kemaksiatian sangat berkaitan erat. Inilah ajaran dan aqidah Islam yang wajib diyakini oleh seorang muslim.
Oleh karena itu, agar bangsa Indonesia tidak ditimpa suatu musibah atau azab, maka hendaklah kita bertaubat secara nasional dengan meninggalkan segala maksiat dan mentaati Allah ta'ala dan Rasul-Nya.
Allah ta'ala berfirman, “Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang yang hidup mewah di negeri itu (agar menaati Allah), tetapi bila mereka melakukan kedurhakaan di dalam (negeri) itu, maka sepantasnya berlakulah terhadapnya perkataan (hukuman Kami), kemudian kami binasakan sama sekali (negeri itu).” (Al-Isra’: 16).
Dengan demikian, Al-Qur'an dan As-Sunnah telah membantah pemahaman orang kafir dan liberal yang mengatakan bahwa bencana itu terjadi hanya karena perbuatan kelalaian atau kesalahan manusia (human error), proses atau kejadian alam, dan sebagainya, tanpa ada kaitannya dengan maksiat. Pemahaman mereka berdasarkan logika atau sains semata. Pemahaman ini bertentangan dengan Al-Qur'an dan As-Sunnah yang menegaskan bahwa penyebab utama bencana adalah kemaksiatan. Adapun fakror lain hanya sebagai proses saja.
Semoga kita bisa mengambil pelajaran dari berbagai bencana alam yang menimpa bangsa kita selama ini dengan bertaubat dan berkomitmen mengamalkan syariat dengan meninggalkan segala maksiat dan melaksanakan segala kewajiban termasuk kewajiban melaksanakan amar ma’ruf dan nahi munkar. Dan semoga kita dijauhkan dari bencana dan azab Allah ta'ala.
Penulis adalah Ketua Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) Provinsi Aceh, anggota Ikatan Ulama dan Da’i Asia Tenggara, Dosen Fiqh dan Ushul Fiqh Fakultas Syari'ah dan Hukum UIN Ar-Raniry, Doktor Fiqh dan Ushul Fiqh International Islamic University Malaysia (IIUM)
0 facebook:
Post a Comment