Oleh: Juariah Anzib, S.Ag

Penulis Buku Kontemplasi Sang Guru


Tidak salah jika orang-orang  beranggapan setiap manusia yang menentang kebenaran disebut sebagai setan. Karena perilaku setan telah merasuk ke dalam jiwanya, sehingga kelakuannya bagaikan setan.  Sifat sombong, angkuh dan takabur merupakan ciri khasnya. 

Tidak jauh bedanya dengan sosok manusia yang satu ini. Karena perilaku bejatnya di masa Jahiliyah hingga penduduk Mekkah memberi gelar kepadanya setan Quraisy. Sungguh gelar yang sangat mengerikan. Siapakah orang dimaksudkan tersebut? Itulah dia Umair bin Wahab. Mari kita menelusuri kisah mengharukan ini dengan penuh penghayatan. 

Dalam bukunya Biografi 60 Sahabat Nabi Saw, Khalid Muhammad Khalid mengisahkan bahwa sebelum masuk Islam  Umair seorang yang sangat benci terhadap Islam. Ia menghasut kesana kemari agar orang-orang Quraisy tidak percaya dengan dakwah Rasulullah saw. Berbagai cara dan upaya dilakukan sehingga Islam terhambat perkembangannya saat itu. Kiprah Umair hampir sama dengan Umar bin Khattab. Sebelum masuk Islam, Umar sebagai provokator terbesar.  Menghalangi siapa saja yang ingin.masuk. Hingga suatu ketika hatinya dilunakkan oleh adiknya sendiri Fatmah binti Al-Khathab dan suami melalui lantunan ayat suci Al-Quran. Allah telah memberi hidayah kepadanya. Dan setelah masuk Islam ia malah menjadi pelindung dan pembela Islam di garda paling depan hingga Islam berkembang pesat.  

Demikian dengan Umair bin Wahab Al-Jumahi, seorang  penentang Islam dengan pedangnya yang terhunus. Siap menebas dan menganiaya serta memfitnah siapa saja yang masuk Islam. Ia menghasut dan mempengaruhi semua orang  agar benci terhadap Islam. Dengan hasutannya yang tajam bak pedangnya yang terhunus dan berbisa bagaikan lidah ular, sehingga pecahnya perang Badar. Ia sangat pandai berkata-kata yang bisa  mempengaruhi sebagian besar pemimpin Quraisy. Maka pantaslah ia disebut sebagai setan Quraisy. 

Menurut penuturan Khalid Muhammad Khalid, perang Badar yang dipelopori Umair  mengalami kekalahan. Hal tersebut tentu saja menjadi pukulan besar bagi Umair. Mereka kembali ke Mekkah dengan kehancuran dan kegagalan. Bahkan Umair mengalami nasib yang sangat menyedihkan. Anak kandungnya sendiri menjadi tawanan kekalahan perang dengan kaum muslimin. Kekecewaan Umair menjadikannya  kebenciannya semakin bergejolak. 

Suatu hari, ia bermusyawarah dengan majlis pamannya Shafwan bin Umayah. Mereka memendam dendam kesumat karena ayahnya Umayah bin Khalaf terbunuh dalam perang Badar. Untuk melampiaskan, mereka berencana akan membunuh Rasulullah saw. Mereka merasa hidup sudah tidak berguna lagi. Untuk itu mereka ingin menuntut balas atas kematian dan kekalahan ini. Umair berkata, andaikan aku tidak berhutang dan khawatir keluargaku terlantar, niscaya aku akan mencari dan membunuhnya. Karena aku punya alasan yang kuat untuk mengelabuinya. Aku akan mengatakan bahwa aku datang untuk membicarakan anakku yang tertawan. 

Mendengar pernyataan tersebut, Shafwan tertarik  sehingga ia berkata, "Biar aku yang menanggung utang dan keluargamu. Aku akan menjaga mereka dengan baik seperti keluargaku sendiri." "Jika demikian mari kita jaga rahasia ini dengan baik!" kata Umair. 

Kemudian Umair pun bersiap-siap melakukan aksinya. Ia mengambil pedang dan mengasahnya hingga tajam dan membubuhi racun. Maka ia pun berangkat ke Madinah. Disepanjang perjalanan ia menghunus pedang di atas bahunya. Tak kala sampai ke Madinah, Umair menambatkan kudanya di depan masjid dan siap beraksi. Melihat gelagat Umair, Umar bin Khattab melaporkannya kepada Rasulullah saw. Bahwa si penghasut musuh Allah datang, pasti ia bermaksud jahat. Rasulullah saw menjawab, "Suruhlah ia masuk menghadapku."

Lalu Umair masuk sambil menimang-nimang pedang di tangannya. Dengan mengawasi gerak geriknya, orang-orang Anshar duduk di dekat Rasulullah saw. Lalu  Rasulullah bersabda, "Biarkanlah dia wahai Umar. Silakan wahai Umair." Ia mendekat seraya berkata "Selamat pagi." Inilah ucapan jahiliyah.

Lalu Rasulullah saw bersabda, "Sesungguhnya Allah telah memuliakan kami dengan ucapan kehormatan yang lebih baik daripada ucapanmu hai Umair, yaitu ucapan salam yang merupakan penghormatan bagi ahli surga." Ia menjawab, "Demi Allah, aku baru mendengar soal itu."

Kemudian Rasulullah saw bertanya, "Apa maksud  kedatanganmu kesini  Umair?" "Kedatanganku sehubungan dengan tawanan yang berada di tanganmu." "Apa maksud pedangmu yang tersandang itu?" "Pedang yang tak berguna. Menurutmu apakah ada manfaatnya pedang itu bagi kami?" "Berkatalah terus terang, apa maksud kedatanganmu kemari!" "Aku tidak datang selain untuk itu." 

Kemudian Rasulullah saw berkata, "Bukankah engkau telah berbincang-bincang dengan Shafwan bin Umayah di atas batu tentang  orang-orang Quraisy yang tewas di sumur Badar, dan engkau berkata, "Kalau bukan karena utang dan keluargaku, niscaya aku akan pergi membunuh Muhammad." Kemudian Shafwan menanggung utang dan keluargamu, asal kamu membunuhku. 

Mendengar pernyataan tersebut, seketika Umair berteriak keras, "Aku bersaksi bahwa tiada Ilah yang berhak disembah selain Allah, dan aku bersaksi bahwa engkau adalah utusan Allah." Perbincangan itu tidak ada yang hadiri selain aku dan Shafwan saja.  Tidak ada yang memberi kabar kepadamu selain Allah. Puji syukur kepada Allah yang telah menunjukkan aku kepada Islam."

Demikian dinamika Umair si setan Quraisy masuk Islam. Hatinya telah diterangi dengan lentera kesucian. Dalam waktu sekejap, hatinya berubah menjadi pembela Islam. Umar Al-Faruq sangat kagum kepadanya, hingga berkata, "Demi dzat yang diriku ditangan-Nya, aku lebih suka melihat babi dari pada si Umair pada awal ia  muncul di hadapan kami. Akan tetapi  sekarang aku lebih suka kepadanya daripada sebagian anakku sendiri."

Khalid Muhammad Khalid menyebutkan, sejak saat itu, Umair menjadi seorang pendakwah yang banyak mengislamkan orang-orang Quraisy. Termasuk Shafwan bin Umayah yang begitu membencinya karena merasa dikhianati. Namun  kini mereka hidup damai dalam cahaya kebenaran. Sang pendakwah Umair terus menerus memperbanyak orang Islam dengan lisan dan pedangnya yang selalu terhunus. Ia berusaha menutupi kekejiannya sebelum Islam dengan bertekad menyerahkan hidupnya untuk berbakti kepada Islam. Ia mengimbangi kesalahannya di masa silam dengan berdakwah menyebar Islam secara terang-terangan dan terbuka tanpa rasa takut. Keimanan telah bersemayam dalam jiwanya dengan tentram dan damai. Pemeluk Islam bersamanya di luar target. Umair menghijrahkan mereka ke Madinah secara terang-terangan. 

Begitulah kisah sosok setan Quraisy yang berubah menjadi manusia berhati malaikat. Semoga taufik dan hidayah selalu dilimpahkan kepada kita semua untuk  menggapai kebenaran dan kesucian.

SHARE :

0 facebook:

Post a Comment

 
Top