Syahrati, S. HI., M. Si. 

Penyuluh Agama Islam Bireuen

Pada Hari Bumi 2025, Kementerian Agama (Kemenag) mengambil langkah nyata yang luar biasa dengan meluncurkan gerakan penanaman satu juta pohon Matoa. Gerakan ini bukan sekadar simbol, tapi juga panggilan bagi kita sebagai umat beragama untuk merawat bumi. Kemenag ingin menunjukkan bahwa menjaga alam adalah bagian dari ibadah dan  tanggung jawab spiritual umat manusia. 

Kenapa Matoa?

Pohon Matoa, yang menjadi fokus dalam gerakan ini, sebenarnya tidak begitu familiar di kalangan banyak orang. Matoa adalah pohon tropis yang berasal dari Papua dan Maluku. Buahnya dikenal dengan rasa yang manis dan segar, mirip dengan buah nangka atau kelengkeng, namun lebih lembut. Keistimewaan dari pohon ini bukan hanya pada buahnya yang enak, tapi juga pada daya tahannya yang luar biasa. Matoa dapat tumbuh dengan baik di berbagai jenis tanah dan cuaca, menjadikannya pilihan tepat untuk penghijauan di berbagai daerah.

Selain itu, pohon Matoa memiliki kanopi yang lebat dan rimbun, memberikan keteduhan yang sangat dibutuhkan di banyak area. Dedaunannya yang lebar bisa memberikan naungan yang sejuk dan nyaman, menjadi tempat berteduh dari teriknya matahari. Ini menjadikan pohon Matoa sangat cocok untuk ditanam di taman, perkotaan, atau area publik lainnya yang membutuhkan banyak naungan alami. Dengan penanaman pohon ini, kita tidak hanya menciptakan ruang hijau, tapi juga menciptakan tempat yang nyaman bagi masyarakat untuk beraktivitas.

Matoa juga dikenal sebagai pohon yang mudah dirawat, dengan akar yang kuat dan tahan terhadap erosi. Ini sangat penting, terutama untuk menjaga kelestarian lingkungan kita. Selain itu, pohon Matoa juga memiliki nilai ekonomi karena buahnya yang bisa dikonsumsi dan dijual, memberikan manfaat langsung bagi masyarakat yang menanamnya. Dengan menanam pohon Matoa, kita tidak hanya merawat alam, tetapi juga bisa meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat.

Alam adalah amanah yang harus dijaga dengan baik,sebagainan firman Allah dalam Al-Qur'an, “Dan Dia (Allah) yang menjadikan segala sesuatu yang ada di bumi untukmu” (QS. Al-Baqarah: 29). Oleh karena itu, manusia memiliki tanggung jawab besar untuk memelihara dan tidak merusak alam. Ketika kita menjaga alam, sejatinya kita sedang menjaga keberlangsungan hidup kita sendiri dan generasi mendatang.

Gerakan 1 juta pohon Matoa melibatkan lebih dari 5.000 madrasah di seluruh Indonesia. Santri dan siswa diajak untuk memahami pentingnya menjaga bumi sebagai amanah dari Allah dan langkah nyata untuk menumbuhkan rasa cinta terhadap alam sejak dini di hati generasi muda.

Selain itu, gerakan ini juga melibatkan masyarakat umum. Melalui tagar #1JutaPohonMatoa, Kemenag mengajak semua orang untuk menanam pohon di rumah masing-masing dan berbagi semangat hijau lewat media sosial. Ini menjadi cara yang kreatif untuk menginspirasi banyak orang untuk ikut serta dalam menjaga bumi.

Gerakan ini juga sejalan dengan prinsip ekoteologi, yang mengajarkan kita bahwa menjaga alam adalah bagian dari ibadah. Dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW bersabda, “Jika seorang Muslim menanam pohon atau menabur biji-bijian, lalu dimakan oleh burung, manusia, atau binatang, maka itu adalah sedekah baginya” (HR. Bukhari). Jadi, menanam pohon itu bukan hanya mendatangkan manfaat bagi kita, tetapi juga menjadi amal jariyah yang terus mengalir pahalanya.

Dengan penanaman pohon Matoa, kita tidak hanya berkontribusi dalam melestarikan bumi, tetapi juga menjaga keseimbangan alam untuk generasi mendatang. Ini adalah cara kita menghijaukan bumi dan menyemarakkan iman, mengingat bahwa segala yang kita lakukan untuk bumi adalah bentuk syukur atas karunia Allah yang telah memberikan kehidupan di bumi ini.

SHARE :

0 facebook:

Post a Comment

 
Top