LAMURIONLINE.COM | BIREUN
- Kegiatan Manasik Haji hari kelima untuk Wilayah IV yang meliputi Peulimbang, Jeunieb, Pandrah, Simpang Mamplam, dan Samalanga kembali dilaksanakan di Masjid At-Taqarrub, Simpang Mamplam pada Jum'at, (17/4/2025).

Para jamaah mendapatkan pembekalan dari pembimbing haji yang juga dikenal sebagai tokoh kharismatik, Abiya H Muhammad Baidawi, dengan materi bertajuk Bimbingan Manasik Haji dan Umrah. 

Dalam penyampaiannya, Abiya Baidawi mengingatkan pentingnya membawa karakter yang baik menuju Tanah Suci. “Bagaimana kelakuan kita di gampong, begitulah kita di Tanah Haram,” ujarnya. 

Abiya menegaskan, ibadah haji bukan sekadar ritual fisik, tapi perjalanan spiritual yang menuntut kesiapan hati dan jiwa. 

“Niatkan dan pasangkan dalam pikiran hanya dua ibadah, haji dan umrah. Jangan membawa pikiran lain, apalagi hal-hal yang tidak relevan seperti belajar melipat ambal atau menyusun rantang,” pesannya. Ia menyindir dengan halus kebiasaan sebagian jamaah yang masih terbawa aktivitas rumah tangga saat beribadah.

Ia juga mengajak jamaah menyucikan hati dan senantiasa berburu kebaikan. “Satu kebaikan di Tanah Haram setara dengan 100.000 kebaikan di tempat lain. Maka bersihkan jiwa sebelum berangkat, dan biasakan diri berbuat baik sejak dari sini,” tambahnya.

Dalam kesempatan tersebut, Abiya turut mengingatkan sepuluh hal yang menjadi larangan ketika seorang jamaah telah berniat ihram. Larangan-larangan tersebut mencakup tindakan-tindakan yang dilarang secara syar'i seperti memotong rambut atau kuku, menggunakan wangi-wangian, serta menutup kepala bagi laki-laki dan wajah bagi perempuan. 



Jamaah laki-laki diingatkan tidak mengenakan pakaian yang berjahit. Selain itu, larangan lainnya meliputi memburu binatang, menikah atau menikahkan, serta melakukan hubungan suami istri dan hal-hal yang mengarah padanya. Termasuk pula dalam larangan ihram adalah berkata kotor, bertengkar, atau melontarkan ucapan yang dapat mencederai nilai-nilai ibadah. 

Manasik hari kelima ini menjadi momentum penting untuk membekali jamaah tidak hanya secara fikih, tapi juga secara akhlak dan mentalitas. Karena sejatinya, haji yang mabrur lahir dari niat yang lurus dan perilaku yang terjaga sejak sebelum keberangkatan. (Syahrati)

SHARE :

0 facebook:

Post a Comment

 
Top