Oleh: Dr. H. Akhyar Mohd. Ali, S.Ag., M.Ag

Petugas Haji Daerah (PHD) Kloter 07 BTJ 2025

Istilah Khadimul Haramain Asy-Syarifain (Pelayan Dua Tanah Suci) merupakan gelar kehormatan yang pertama kali digunakan pada masa Kekhalifahan Ayyubiyah (abad ke-12–13 M). Dikutip dari Ensiklopedia Fiqih Haji dan Umrah karya Gus Arifin, gelar ini kemudian dilanjutkan oleh para Sultan Mamluk di Mesir (abad ke-13–16 M), dan para Sultan Turki Utsmani (abad ke-16–19 M). Istilah ini secara harfiah berarti "penjaga dan pelayan dua masjid suci", yaitu Masjidil Haram di Makkah dan Masjid Nabawi di Madinah. 

Secara bahasa, Haramain berarti dua tempat yang disucikan (tanah haram). Oleh karena itu, para tamu Allah, para hujjaj, diharapkan menjaga adab dan larangan yang berlaku di dua tanah suci tersebut. Mereka dilarang melakukan perbuatan yang dilarang (haram), seperti berkata kotor atau cabul (rafats), melakukan kefasikan seperti berbohong, menghasut (fusuq), bersumpah palsu, dan berdebat dengan cara yang tidak baik (jidal). 

Larangan-larangan ini tergambar jelas dalam firman Allah Swt: “(Musim) haji adalah beberapa bulan yang telah dimaklumi. Maka barang siapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fusuq, dan berbantah-bantahan dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa. Bertakwalah kepada-Ku, wahai orang-orang yang berakal.” (QS. Al-Baqarah: 197)

Banyak kisah nyata dari para jamaah haji yang bisa menjadi pelajaran (i’tibar) bagi kita. Ada jamaah yang tersesat berkali-kali dalam perjalanan pulang dari Masjidil Haram, padahal ia selalu melewati rute yang sama setiap kali salat. Ternyata, ada sedikit kesombongan dalam hatinya yang kemudian menyebabkan Allah Swt memperlihatkan "keharaman" yang tersembunyi darinya.

Ada pula seorang jamaah yang saat berada di pesawat dalam perjalanan ke Tanah Suci tiba-tiba meminta turun di tengah perjalanan karena belum berpamitan dengan tetangga dan belum saling memaafkan dengan keluarga. Dalam konteks ini, syariat sangat menganjurkan adanya walimatus safar (kenduri sebelum bepergian) sebagai momen silaturahim dan saling memaafkan.

Kisah lainnya, seorang jamaah mengeluhkan air yang tidak mengalir saat ia masuk ke kamar mandi, namun ketika jamaah lain masuk, airnya justru mengalir normal. Setelah diselidiki, ternyata jamaah tersebut terbiasa menggunakan air secara tidak sah (misalnya, mencuri air tanpa meteran) di tanah airnya. Di Tanah Haram, Allah memperlihatkan akibat dari perbuatan haram itu secara langsung, sebagai pengingat dan sarana introspeksi.

Dua Tempat yang Dimuliakan

Istilah Asy-Syarifain berarti “dua yang dimuliakan”, merujuk kepada Makkah Al-Mukarramah dan Madinah Al-Munawwarah. Di dua kota suci ini, jamaah dianjurkan untuk memperbanyak amal mulia. Siapa yang memuliakan Tanah Suci dan sesama tamu Allah, maka Allah juga akan memuliakannya.

Ada kisah menarik tentang sekelompok jamaah yang ingin mencium Hajar Aswad. Dalam kerumunan padat manusia, tampak mustahil bagi mereka menembus barisan. Alih-alih memaksakan diri, mereka berdoa dan mendoakan orang-orang di sekeliling mereka agar dimudahkan mencium Hajar Aswad. Tak lama, polisi penjaga kawasan tersebut membubarkan kerumunan karena terjadi insiden dorong-mendorong. Dibuatlah barisan baru, dan secara mengejutkan, rombongan jamaah yang bersikap mulia itu justru mendapat posisi terdepan dan dengan mudah dapat mencium Hajar Aswad.

Mencium Hajar Aswad memang bukan kewajiban, tetapi sunnah bagi jamaah haji. Dari ‘Abis bin Rabi’ah diriwayatkan bahwa: “Aku melihat Umar bin Khattab mencium Hajar Aswad, kemudian Umar berkata, ‘Sungguh aku tahu bahwa engkau hanyalah sebuah batu. Seandainya aku tidak melihat Rasulullah mencium engkau, maka aku tidak akan menciummu.’” (HR. Bukhari dan Muslim)

Harapan kita, semoga para dhuyufurrahman, yang kini berada di Tanah Suci, dapat memaksimalkan kesempatan emas ini dengan memperbanyak amal kebaikan dan kemuliaan. Semoga Allah Swt berkenan memberikan mereka haji yang mabrur. 

Editor: Sayed M. Husen

SHARE :

0 facebook:

Post a Comment

 
Top