Oleh: Wahyu Qadri, S.HI 

Penyuluh Agama Islam Kota Langsa

Korupsi adalah persoalan global yang merusak sendi-sendi kehidupan suatu bangsa. Di Indonesia, praktik korupsi telah mengakar dalam berbagai aspek, baik ekonomi, sosial, hingga politik yang melemahkan pertumbuhan ekonomi, menggerus kepercayaan publik, dan membuka celah bagi mereka yang tidak layak menduduki posisi strategis. Kenyataan ini menggambarkan betapa seriusnya dampak korupsi dan perlunya langkah pencegahan sejak usia dini.

Pendidikan memegang peran sentral dalam pencegahan korupsi. Ia bukan hanya sarana mencerdaskan anak bangsa, tapi juga wahana membentuk karakter dan moral generasi penerus. Hal ini selaras dengan tujuan pendidikan nasional yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003, yakni mencetak manusia beriman, bertakwa, cerdas, dan bertanggung jawab.

Laporan terbaru dari Transparency International menyebutkan bahwa indeks persepsi korupsi (IPK) Indonesia tahun 2023 stagnan di angka 34, dengan peringkat ke-115 dari 180 negara. Angka ini bahkan turun dari tahun sebelumnya. Ini menjadi alarm bahwa budaya korupsi masih mengakar dan penegakan hukum belum sepenuhnya memberikan efek jera.

Dalam konteks ini, pendidikan antikorupsi menjadi strategi penting. Tujuannya tidak bersifat menindak, melainkan membentuk kesadaran dan sikap sejak dini agar peserta didik menjauhi perilaku koruptif dalam kehidupan sehari-hari. Sebab, korupsi tidak selalu tampil dalam bentuk besar seperti suap atau penggelapan uang negara. Mencontek, membolos, atau datang terlambat ke sekolah juga merupakan bentuk korupsi waktu dan nilai, yang jika dibiarkan akan mengakar menjadi kebiasaan buruk.

Salah satu pendekatan menarik dalam pendidikan antikorupsi datang dari Kota Langsa, Aceh. Sebagai seorang Penyuluh Agama Islam, saya memperkenalkan metode inovatif yang diberi nama UTANG PERMISI, singkatan dari Ular Tangga Permainan Misi Pemberantasan Korupsi. Metode ini memadukan unsur permainan edukatif dengan nilai-nilai antikorupsi yang relevan bagi kalangan remaja.

Melalui permainan ini, peserta didik dilibatkan dalam berbagai misi dan tantangan yang menanamkan nilai-nilai seperti kejujuran, tanggung jawab, dan kerjasama. Mereka belajar membuat pilihan yang benar, menghadapi konsekuensi dari tindakan yang salah, serta memahami pentingnya keadilan dalam kehidupan bersama. Aktivitas semacam ini tidak hanya menyenangkan, tapi juga menggugah kesadaran.

Inovasi semacam UTANG PERMISI menjadi bagian dari pembelajaran karakter di sekolah. Kurikulum yang mendukung pembentukan akhlak mulia akan mendorong proses pendidikan yang lebih bermakna. Ketika guru mengajar dengan semangat membina dan mendidik, maka siswa tidak hanya akan menyerap ilmu pengetahuan, tetapi juga membangun sikap positif dalam kehidupannya.

Pendidikan antikorupsi harus melibatkan semua pihak, baik di lingkungan sekolah, keluarga, maupun masyarakat. Peserta didik dapat menjadi agen perubahan yang menolak segala bentuk kecurangan, dimulai dari hal-hal sederhana dalam keseharian. Lembaga pendidikan pun perlu membuka ruang partisipatif agar siswa aktif dalam gerakan-gerakan yang menumbuhkan integritas.

Melalui metode UTANG PERMISI yang saya gagasa ini, pencegahan korupsi bisa dilakukan dengan pendekatan kreatif dan menyenangkan. Ini merupakan bentuk ikhtiar untuk membangun generasi muda yang tidak hanya cerdas, tetapi juga berkarakter kuat dalam menolak segala bentuk ketidakjujuran. Inilah investasi terbaik demi masa depan bangsa yang lebih bersih dan bermartabat.

SHARE :

0 facebook:

Post a Comment

 
Top