Oleh: Nashihul Umam

Founder TEDUH Community

MoU Helsinki dan hak istimewa Aceh semestinya menjadi anugerah yang membangun masa depan, bukan sekadar slogan kosong. Setelah dua dekade, kita harus bertanya, apakah emas ini masih di tangan balita, nilainya tidak berbeda dengan batu, bergoyang tanpa pemahaman, mudah jatuh dan tercecer atau telah diolah menjadi perhiasan yang membanggakan.

Pendidikan Masihkah Identitas Syariat 

Aceh memiliki ruang merancang kurikulum sesuai syariat dan semangat lokal, tetapai  setelah 20 tahun, perbedaannya dengan provinsi lain masih samar, bahkan seolah pendidikan kita lebih mengafirmasi ketertinggalan daripada identitas.

Sejumlah pertanyaan tajam berikut harus segera dijawab, apa sebenarnya falsafah dan psikologi pendidikan Aceh? Apakah pendidikan hanya dimulai pada usia 6–7 tahun, padahal dalam Islam, pendidikan figuratif dimulai sejak sebelum lahir.

Apakah kultur “fomo” dan alasan orangtua sibuk mendorong anak-anak di bawah enam tahun diarahkan ke PAUD/TK tanpa memperhatikan psikologis alami mereka.  Apakah kurikulum diniyah, tahfidz, dan baca kitab sudah cukup mewakili visi syariat atau justru terlalu menyempitkan makna pendidikan Islam.

Lebih ironis lagi, anak-anak di bawah 15 tahun diberi HP, bahkan dinilai wajib dalam proses belajar. Apakah ini sesuai dengan konsep pendidikan Islam yang mengutamakan ketajaman akal dan budi pekerti.

Ditambah lagi, rasanya tak lebay jika dikatakan pendidikan kita “lulusannya” hanya jadi masyarakat FOMO, asing dengan identitasnya, rendah harga diri, haus eksistensi validasi sosial. Dan berita terbaru, ada pejabat pendidikan malah tersandung kasus korupsi, seolah menambah luka dalam lembaga pencetak bangsa. 

Ekonomi, Pajak atau Keberkahan 

Perpajakan atas kaum Muslim sering dianggap kontras dengan prinsip ekonomi berkeadilan. Seharusnya, Aceh bisa menggali potensi zakat, infak, dan yang paling penting wakaf produktif sebagai pilar pembangunan ekonomi.

Sejarah Islam jelas mencatat, bahwa wakaf produktif tulang punggung kas pemerintahan, tetapi mengapa di Aceh, banyak lahan pertanian dan peternakan masih terbengkalai.  Mengapa kebutuhan primer dan sekunder masih diimpor, padahal tanah ini kaya dan strategis.

Kita sudah memimpin diri sendiri selama 20 tahun dalam damai, tetapi engapa Aceh masih menjadi miskin.  Apakah kita miskin secara sumber daya, atau miskin keberkahan karena sistem yang salah.

Profesor, Jumlah dan Perannya

Dari USK dan UIN Ar-Raaniry saja kini mencapai 250 lebih profesor, sebuah pencapaian impresif yang menggambarkan pertumbuhan akademik yang nyata. Namun pertanyaannya, apakah peningkatan kuantitas ini diikuti oleh kualitas riset yang berdampak pada pendidikan dan kesejahteraan Aceh.

Peran Ulama 

Dulu, ulama penjaga integritas umat dari politik, pendidikan, ekonomi, hingga budaya. Hari ini, peran mereka lebih sering bersifat simbolis, sebatas memberi fatwa atau nasihat. Bahkan kabar terbaru menyebutkan mereka tak dilibatkan dalam kebijakan seperti konser musik, sebagai contoh kecil mengenai seberapa jauh peran mereka disubordinalkan. 

Sementara itu, apakah politik yang mewarnai dan mengarahkan ulama Aceh atau ulama yang mewarnai politik. Keseimbangan ini tampak hilang.

Wilayatul Hisbah

Idealnya, WH (Wilayatul Hisbah) penegak amar makruf nahi mungkar. Pengawas berjalannya nilai-nilai syariat dalam seluruh aspek kehidupan, namun realisasinya masih terbatas pada urusan pakaian, khalwat, atau hiburan saja.

Pelanggaran syariat bukan hanya itu, kerja semata di birokrasi tanpa niat ibadah, praktik suap, korupsi, dan manipulasi data juga merupakan praktik yang merobek nilai-nilai syariat. WH seharusnya bisa merambah seluruh lini, dinas, partai, bahkan lembaga pemerintahan, untuk menjaga moral dan integritas.

SOP WH tidak layak jika disamakan dengan Satpol PP atau polisi negara yang terlalu sempit peran secara ruang dan waktu. 

Dua Dekade Apa yang Tumbuh

Dua puluh tahun bukan sekadar angka, tetapi kesempatan, momentum, dan tanggung jawab. MoU Helsinki memberikan emas. Apakah kita sudah mengubahnya menjadi perhiasan yang membanggakan atau masih berjatuhan di tangan balita, ringan dan mudah lepas.

Semoga kritik ini menjadi batu pijak membangun Aceh dalam keberkahan.

SHARE :

0 facebook:

 
Top