LAMURIONLINE.COM | BANDA ACEH — Di tengah ancaman bencana alam yang kerap melanda, seperti gempa, tsunami, dan banjir, masyarakat Kecamatan Meuraxa, Kota Banda Aceh, kini memiliki “garda terdepan” baru dalam upaya pencegahan penyebaran Tuberkulosis (TB) paru: para kader kesehatan siaga bencana.

Melalui program pengabdian kepada masyarakat bertajuk “Peningkatan Kapasitas Kader Kesehatan Siaga Bencana dalam Pengendalian Tuberkulosis Paru di Wilayah Rawan Bencana di Kecamatan Meuraxa”, tim dosen dari Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Aceh (Poltekkes Kemenkes Aceh) melakukan kegiatan sosialisasi dan pelatihan pada 15 kader di Gampong Alue Deah Teungoh dalam metode pencegahan TB secara non-farmasi, tanpa obat, tapi dengan perubahan perilaku.

Kegiatan yang dilaksanakan pada 13 -14 September 2025 ini merupakan inisiatif strategis yang menjawab dua tantangan sekaligus: tingginya angka kasus TB di wilayah padat penduduk dan kerentanan geografis terhadap bencana. Saat fasilitas kesehatan rusak atau tidak bisa diakses pasca-bencana, risiko penularan TB justru meningkat akibat kepadatan pengungsian dan buruknya ventilasi.

“Di pengungsian, satu orang yang batuk tanpa etika bisa menularkan TB ke puluhan orang dalam hitungan jam. Maka, kaderlah yang menjadi ujung tombak,” ujar Dr. Yeni Rimadeni, S.KM., M.Si., Ketua Tim Pengusul, dalam sosialisasi akhir di Kantor Geuchik Gampong Alue Deah Teugoh.

Empat Langkah Sederhana, Dampak Besar

Tim pengabdian mengajarkan empat langkah praktis yang mudah diterapkan bahkan di tenda pengungsian:

1. Batuk ke siku bukan ke udara menggunakan lengan dalam sebagai pelindung saat batuk atau bersin.

2. Pakai masker atau kain bersih, Wajib dipakai oleh pasien TB dan orang yang tinggal serumah, bahkan saat berada di posko pengungsian.

3. Buka jendela, biarkan cahaya matahari masuk. TB bakteri mati di udara segar dan sinar UV. Ruang pengungsian harus selalu berventilasi.

4. Jangan tidur berdekatan, Jarak antar kasur minimal 1 meter untuk memutus rantai penularan.

“Ini bukan hal yang rumit, Ini perilaku sehari-hari yang bisa diajarkan ibu rumah tangga, remaja, bahkan anak-anak,” kata Wiwit Aditama, Anggota Tim yang fokus pada sanitasi lingkungan.

Evaluasi pre dan post test kegiatan menunjukkan hasil signifikan. Rata-rata pengetahuan kader tentang pencegahan TB naik dari hanya 45% menjadi 87%. Lebih penting lagi, 92% kader menyatakan siap mempraktikkan dan menyebarkan pesan ini di komunitas mereka.

Untuk memperkuat pesan, tim juga membuat poster edukasi inovatif berjudul Langkah Sederhana, Dampak Besar dalam Mengendalikan TB di Masyarakat pada Situasi Bencana”. 

Tim pengusul berencana memperluas program ini ke seluruh wilayah rawan bencana di Aceh. Target jangka panjang: mengintegrasikan kurikulum pencegahan TB non-farmasi ke dalam pelatihan rutin kader siaga bencana yang diadakan oleh Dinas Kesehatan Kota Banda Aceh.

“TB bukan hanya masalah medis, tapi masalah ketahanan komunitas. Ketika masyarakat siap menghadapi bencana, mereka juga siap melawan penyakit,” tutup Dr. Yeni.*

SHARE :

0 facebook:

 
Top