Oleh: Hanifah Tarisa Budiyanti S. Ag

Kota-kota besar kerap mengalami tantangan sosial yang makin kompleks seiring derasnya arus modernisasi dan liberalisasi yang makin menjalar ke berbagai lapisan masyarakat. 

Salah satunya kini dialami Balikpapan yang ditetapkan sebagai kota dengan zona merah HIV/AIDS, homoseks dan pengguna narkoba suntik. Innalillah! Atas penetapan ini lah Dinas Kesehatan (Dinkes) bersama lintas instansi dan relawan masyarakat memperkuat upaya pencegahan sekaligus penanganan. 

Alwiati, Kepala Dinkes Balikpapan menegaskan penanganan HIV/AIDS tidak bisa hanya menggantungkan pada layanan medis. 

Menurut Alwi, pencegahan di tingkat hulu harus menjadi prioritas melalui kolaborasi lintas sektor. Dalam program pencegahan, Dinkes melibatkan Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana (DP3AKB), Dinas Sosial, Pekerja Sosial Masyarakat (PSM), hingga Pusat Pembelajaran Keluarga (PPATBM). 

Relawan Masyarakat juga didorong untuk melakukan sosialisasi langsung ke lingkungan warga. Kelompok homoseksual serta penggunga narkoba suntik disebut menjadi kelompok paling rentan. Karena HIV tidak menimbulkan gejala khas, satu-satunya cara adalah memastikan status kesehatan melalui pemeriksaan laboratorium. 

Pemeriksaan juga diarahkan kepada ibu hamil untuk mencegah penularan kepada pasangan maupun bayi yang dikandung.

Alwiati menegaskan pentingnya kesadaran bersama masyarakat. “Kesetiaan pada pasangan, kehidupan beragama dan pola hidup bersih sehat adalah kunci. Tanpa kesadaran kolektif, fasilitas kesehatan sebesar apa pun tidak akan cukup.” Tegas Alwi. 

Selain di Balikpapan, kota yang dijuluki kota tepian juga mengalami peningkatan kasus HIV yang didominasi kelompok Lelaki Seks dengan Lelaki (LSL). Fakta ini diungkap oleh Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Samarinda, dr. Ismid Kusasih, pada Jumat (12/9/2025). 

Menurut Ismid, fenomena serupa juga tidak hanya terjadi di Samarinda, melainkan juga hampir di seluruh kabupaten/kota di Indonesia. Walaupun begitu, kasus HIV kini juga menjalar ke kalangan umum, termasuk ibu rumah tangga yang terdeteksi posituf melalui skrining kesehatan.

Ismid menilai kondisi tersebut sebagai tanda bahwa HIV di masyarakat layaknya fenomena gunung es. 

Semakin banyak skrining dilakukan, semakin besar juga kasus yang terdeteksi. Dinkes Samarinda sendiri sering memasifka skiring HIV, terutama pada kelompok yang dianggap rentan. Pada 2024 lalu, sebanyak 47 ribu orang mengalami pemeriksaan, dan ditemukan 527 kasus baru. Sedangkan hingga pertengahan 2025, 20 ribu orang telah dites, dengan 223 kasus baru terdeteksi, 220 diantaranya sudah aktif menjalani pengobatan.

Secara keseluruhan, sudah ada 2.000 pasien yang terdeteksi HIV di Samarinda dan seluruhnya tercatat telah rutin menjalani terapi dan pengobatan sehingga pasien bisa hidup normal dan produktif. 

Namun, Ismid menegaskan pentingnya deteksi dini agar penderita tidak jatuh pada kondisi AIDS. Karena kata Ismid kalau sudah AIDS, imunitas tubuh habis dan risiko kematian tinggi.

Sungguh membaca fakta di atas membuat bulu kuduk merinding karena ketakutan akan terinfeksi juga tanpa sadar mengingat pesatnya kenaikan kasus HIV. 

Realitas ini sejatinya memperlihatkan bahwa meski ada banyak progtam pencegahan yang digencarkan, sampai menggandeng beberapa lembaga sosial, nyatanya angka penyebaran HIV/AIDS tetap meningkat dan mengkhawatirkan. Itu artinya berbagai pendekatan yang ada belum mampu menyentuh akar masalah yang sesungguhnya. Lantas mengapa kasus HIV/AIDS terus meningkat tanpa bisa dibendung kelajuannya? Ada apa dibalik semua ini?

Sekulerisme Biangnya

Sesungguhnya jika kita mencermati lebih dalam, lonjakan kasus HIV/AIDS di negeri ini disebabkan oleh sistem sekulerisme, yaitu sebuah cara pandang yang memisahkan agama dari kehidupan. Lihat saja aturan-aturan yang ada di negeri ini semuanya tidak ada yang bernuansa Islami melainkan justru bernuansa kebebasan. 

Bagaimana tidak dikatakan bebas jika berbagai perilaku menyimpang yang ada di tengah-tengah kita tak pernah ditindak sebagai suatu perbuatan kriminal.

Padahal dalam Islam, segala sesuatu yang melanggar hukum syara’ adalah perbuatan yang harus dihukum di dunia. 

Namun sayang, dengan dalih kebebasan berekspresi yang dilegalkan oleh HAM dan demokrasi membuat berbagai perilaku seksual menyimpang terus menyebarkan eksistensinya di kalangan generasi muda. 

Alhasil, generasi muda pun merasa bahwa perbuatan yang menyimpang tersebut sah-sah saja asal tidak merugikan orang lain.

Begitupun konten-konten pornografi yang tersebar masif di negeri ini. 

Bayangkan saja jika Indonesia mendapat peringkat keempat di dunia kategori negara dengan pengakses situs pornografi terbanyak. Akibatnya generasi pun semakin ter-influence untuk berperilaku menyimpang, memiliki orientasi seksual yang berbeda, atau bergaul bebas. 

Halal haram menurut agama tidak lagi menjadi standar dalam berbuat. Yang ada hanyalah hawa nafsu dan kepuasan diri. Inilah cara pandang sekuler kapitalis yang memisahkan agama dari kehidupan dan menjunjung tinggi materi (kebebasan).

Belum lagi, agenda moderasi dan pencegahan radikalisme telah membuat generasi semakin lemah saja akidahnya. 

Mereka dijauhkan dari pemahaman Islam secara menyeluruh sehingga menghadiri konser lebih disenangi dibanding menghadiri kajian yang membahas Islam secara menyeluruh. 

Kalaupun ada yang mengikuti kajian, mereka hanya mencukupkan kajian pada topik yang ingin mereka dalami saja semisal topik tentang akhlak atau pernikahan. 

Padahal pembahasan Islam itu sungguh luas mencakup akidah, syariah, dan dakwah. 

Alhasil, inilah yang menyebabkan generasi semakin bebas aja perilakunya. Kelompok pelangi pun tak terbendung penyebarannya. Tanpa sadar negara seperti melegalisasi perbuatan mereka. Maka, sulit rasanya jika hanya mengandalkan peran individu saja yang menolak sistem sekuler kapitalis ini. Perlu masyarakat yang bertakwa dan negara yang mendukung penuh penerapan sistem Islam. Bagaimana mekanismenya?

Islam Solusinya

Allah Taala berfirman :

“Dan ingatlah kisah Luth, ketika dia berkata kepada kaumnya, “Mengapa kamu mengerjakan perbuatan fahisyah (keji), padahal kamu melihatnya (kekejian perbuatan maksiat itu)?”

“Mengapa kamu mendatangi laki-laki untuk memenuhi syahwatmu, bukan mendatangi perempuan? Sungguh, kamu adalah kaum yang tidak mengetahui (akibat perbuatanmu). (TQS An-Naml (27): 54-55)

Membaca ayat di atas saja, sesungguhnya bisa membuat kita mengerti bahwa perbuatan homoseksual berikut penyimpangan seksual lainnya adalah tercela dan terlaknat di sisi Allah. Kita pun juga mengetahui bagaimana akhir kisah kaum Nabi Luth yang dihukum Allah dengan dihujani batu dari tanah yang keras dan dijungkirbalikkan lah negeri mereka (lihat QS Al-Hijr ayat 73-76). 

Terkait pencegahan HIV/AIDS, Islam telah menetapkan bahwa adanya perintah menjaga pergaulan antar perempuan dan laki-laki dengan memerintahkan menutup aurat dan menundukkan pandangan. (Lihat QS An Nur ayat 30-31). 

Islam juga melarang khalwat (berdua-duaan) dan ikhtilat (campur baur) antar lawan jenis untuk menjaga interaksi keduanya, Islam mendorong setiap individu agar meningkatkan ketakwaan kepada Allah sehingga muncul rasa takut untuk melakukan aktivitas maksiat.

Negara pun juga mendukung penerapan aturan Islam ini dengan menjaga akal dan kehormatan rakyatnya melalui pemblokiran konten-konten pornografi, penutupan tempat-tempat yang mengundang kemaksiatan serta menstandarkan kebijakan yang dikeluarkan adalah berdasar halal dan haram. 

Bukan seperti sekuler kapitalisme yang berdasar kepentingan dan materi semata. Hal ini sungguh niscaya karena karakter penguasa dalam sistem Islam sesungguhnya adala junnah (pelindung) dan raain (pengurus).

Nabi saw., bersabda “”Sesungguhnya al-imam (khalifah) itu perisai yang (orang-orang) akan berperang mendukungnya dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)-nya.” (HR Muttafaqun ’Alayh dll.)

Jikalau masih ada rakyat yang berani melanggar hukum syara’ di atas, maka negara akan menetapkan sanksi langsung. Untuk mereka yang memiliki penyimpangan seksual akan dinasihati untuk segera bertaubat dan meninggakan perbuatannya. Jika tetap tidak mau, maka menurut mayoritas ulama hukum bagi kaum homo adalah dirinya dijatuhkan dari gedung tinggi. Begitupun yang berzina jika ia belum menikah maka dicambuk dan jika sudah menikah maka dirajam sampai mati. 

Demikianlah mekanisme Islam dalam menjaga kehormatan, akal dan harga diri manusia agar tidak terjerumus ke perbuatan yang menyimpang dan dimurkai Allah. Sungguh penting untuk kita mengkaji Islam secara menyeluruh, mengamalkan, serta mendakwahkan Islam agar kebangkitan Islam bisa segera kita rasakan. Wallahu ‘alam bis shawab.

SHARE :

0 facebook:

 
Top