Oleh: Juariah Anzib, S.Ag 

Penulis Buku Wakaf di Aceh, Tradisi, Inovasi dan Keberkahan


Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam suri teladan dalam semua aspek kehidupan. Selaku umat, sudah sepatutnya kita berpegang teguh pada syariat dengan mengikuti langkah dan cara hidup Baginda Nabi. Salah satu ciri khas beliau yang menonjol adalah kedermawanan dalam membelanjakan harta di jalan Allah. Gaya hidupnya senantiasa diliputi kepedulian terhadap sesama, lemah lembut, dan memiliki kepribadian yang sangat mulia.

Seringkali muncul persepsi yang kontradiktif mengenai kondisi finansial Rasulullah saw, yaitu beliau dipersepsikan sebagai sosok yang miskin dan fakir. Padahal sebagaimana ditulis oleh Dr  Abdul Fatah As-Samman dalam bukunya Harta Nabi, beliau justru selalu memohon perlindungan dari kemiskinan dan kefakiran. 

Secara syariat, kemiskinan dan kefakiran merupakan syarat seseorang berhak menerima zakat, sementara Rasulullah saw dan seluruh keluarganya tidak diperbolehkan menerima zakat.

Dalam hadisnya, Rasulullah saw mengajarkan, tangan di atas lebih mulia daripada tangan di bawah. Kedermawanan beliau tak tertandingi. Al-Qur'an pun menegaskan, para Nabi dan Rasul adalah orang-orang pilihan yang berkecukupan. Mereka tidak pernah meminta-minta atau mengharap imbalan jasa atas seruan dakwah mereka. Sementara dakwah membutuhkan pengorbanan harta benda yang tidak sedikit. Jika tidak memiliki harta, tentu dakwah akan terhambat.

Islam sama sekali tidak menjauhkan umatnya dari perhiasan dunia yang halal. Banyak ayat Al-Qur'an memerintahkan untuk menikmati rezeki yang baik yang telah Allah tundukkan bagi hamba-hamba-Nya. 

Rezeki ini dialokasikan bagi orang-orang beriman. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam firman Allah dalam Surah Al-A'raf ayat 32: 

Katakanlah (Muhammad), "Siapa yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah disediakan untuk hamba-hamba-Nya dari rezeki yang baik-baik. Katakanlah, ’Semua itu untuk orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, dan khusus (untuk mereka saja) pada hari kiamat.’" Demikianlah Kami menjelaskan ayat-ayat itu untuk orang-orang yang mengetahui."

Dalam ayat lain, Allah juga berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengharamkan apa yang baik yang telah dihalalkan Allah kepadamu.” (QS. Al-Maidah: 87).

Kita juga sering mendengar bahwa Rasulullah saw bergantung kepada harta istri beliau, Khadijah r.a. Padahal beliau membiayai pernikahannya sendiri dan merupakan sosok suami yang bertanggung jawab penuh atas keluarganya. 

Beliau sosok pemberi nafkah yang patut diteladani. Rasulullah seorang pekerja keras dengan hasil usaha perniagaan yang sukses, di samping menerima berbagai harta hasil rampasan perang (ghanīmah) yang diperoleh secara syariat. 

Jadi jelaslah, Rasulullah saw bukanlah sosok yang menjauhkan diri sejauh mungkin dari harta dan kekayaan. Namun beliau tetap bertawakal kepada Allah dengan terus berusaha dan tidak menyerah pada keadaan.

Sesungguhnya, Rasulullah saw sosok yang kaya dan berkecukupan. Kekayaan itu tidak membuat beliau terlena. Beliau justru sangat gemar bersedekah, bahkan terkadang mengabaikan kebutuhan dirinya sendiri demi menyantuni anak-anak yatim, para janda (termasuk istri-istri yang dinikahinya), fakir miskin, para mu'allaf, dan kaum dhu'afā yang menjadi teman dalam kesehariannya. 

Rasulullah dikelilingi oleh orang-orang yang hidupnya lemah. Jika Nabi saw miskin, lantas bagaimana beliau dapat menyantuni mereka secara berkelanjutan. Hartanya yang banyak selalu beliau sumbangkan untuk kepentingan umat.

Sepeninggal Rasulullah saw, hampir semua harta benda yang beliau miliki diwakafkan untuk umat, kecuali tempat tinggal para istri dan gaji para pekerjanya.

Nabi sosok yang kaya dan dermawan. Karena itu, mari kita teladani kedermawanan Baginda Rasulullah saw dalam kehidupan sehari-hari, sebagai umat yang bersatu dan saling peduli dengan sesama.

SHARE :

0 facebook:

 
Top