Oleh : Juleha
Mahasiswa Magister Hukum Ekonomi Syariah, IAIN Langsa
Aceh, yang dikenal sebagai Serambi Mekkah, memiliki sejarah panjang sebagai wilayah yang menjunjung tinggi nilai-nilai Islam dalam seluruh aspek kehidupan, termasuk bidang ekonomi. Sebagai daerah dengan kekhususan dalam penerapan syariat Islam, Aceh memiliki tanggung jawab moral dan spiritual untuk menunjukkan bahwa ekonomi yang berlandaskan prinsip halal dan bebas riba dapat membawa kemakmuran yang nyata bagi masyarakat.Di tengah tantangan globalisasi dan sistem keuangan konvensional yang masih didominasi oleh praktik berbasis bunga, Aceh memerlukan langkah strategis untuk menegakkan ekonomi Islam yang adil, transparan, dan berkeadilan sosial. Gerakan menolak riba bukan sekadar pilihan spiritual, melainkan langkah ekonomi cerdas menuju keberlanjutan dan kemandirian daerah.
Menolak riba bukan hanya persoalan akidah, melainkan juga langkah strategis untuk membangun fondasi ekonomi yang sehat, stabil, dan berkelanjutan. Karena sejatinya, kemakmuran sejati tidak datang dari sistem ekonomi yang menindas, tetapi dari investasi yang membawa keberkahan.
Aceh dan Potensi Investasi Halal
Aceh memiliki potensi besar dalam sektor pertanian, perikanan, pariwisata, dan industri kreatif halal. Bila seluruh potensi ini dikelola melalui prinsip investasi halal, maka akan tercipta sirkulasi ekonomi yang tidak hanya menguntungkan secara materi, tetapi juga membawa keberkahan bagi seluruh masyarakat.
Investasi halal menekankan prinsip bagi hasil (mudharabah dan musyarakah), keadilan, transparansi, dan larangan terhadap riba, gharar, serta maisir (judi). Konsep ini sejalan dengan nilai-nilai Islam yang telah lama mengakar dalam kehidupan masyarakat Aceh. Dengan demikian, investasi halal bukanlah konsep asing, melainkan bagian dari identitas dan sejarah panjang peradaban Aceh sebagai Serambi Mekkah.
Mengapa Harus Menolak Riba Sekarang
Riba adalah salah satu penyebab utama ketimpangan ekonomi. Sistem keuangan berbasis bunga menciptakan beban bagi masyarakat kecil, menumbuhkan kesenjangan sosial, dan melemahkan solidaritas ekonomi umat. Dalam jangka panjang, riba dapat menghancurkan keadilan sosial dan menimbulkan ketidakstabilan ekonomi.
Al-Qur’an dengan tegas melarang riba dan menggambarkannya sebagai dosa besar. Allah SWT berfirman:
“Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran dan selalu berbuat dosa.”
(QS. Al-Baqarah: 276)
Menolak riba berarti menolak sistem yang zalim. Aceh, dengan dasar hukum syariatnya, memiliki tanggung jawab moral dan spiritual untuk menjadi pelopor ekonomi bebas riba di Indonesia. Kini saatnya masyarakat Aceh beralih dari praktik ekonomi berbunga menuju investasi halal yang berkeadilan dan memberdayakan.
Membangun Ekonomi Aceh Melalui Investasi Halal
Langkah menuju kemakmuran Aceh berbasis investasi halal memerlukan sinergi antara pemerintah, lembaga keuangan syariah, pelaku usaha, dan masyarakat. Beberapa strategi penting yang dapat ditempuh antara lain:
1. Penguatan Lembaga Keuangan Syariah, yaitu memperluas jangkauan bank dan koperasi syariah hingga ke pelosok daerah agar masyarakat mudah mengakses pembiayaan tanpa riba.
2. Pendidikan dan Literasi Keuangan Halal, yaitu dengan melakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang perbedaan mendasar antara sistem konvensional dan syariah, agar muncul kesadaran untuk berhijrah secara ekonomi.
3. Dukungan Pemerintah Daerah, yaitu Pemerintah Aceh dapat memberikan insentif bagi investor dan UMKM yang menerapkan prinsip halal, termasuk dalam perizinan dan kemudahan modal.
4. Pemberdayaan UMKM Berbasis Syariah, yaitu UMKM akan menjadi tulang punggung ekonomi Aceh. Dengan pendanaan syariah dan sistem bagi hasil, UMKM dapat tumbuh tanpa tekanan bunga pinjaman.
5. Pengembangan Zona Investasi Halal, yaitu membangun kawasan industri halal, termasuk sektor makanan, fashion muslim, dan pariwisata syariah, akan menjadikan Aceh sebagai magnet investasi halal regional.
Dampak Sosial dan Spiritual Investasi Halal
Investasi halal tidak hanya memberi dampak ekonomi, tetapi juga sosial dan spiritual. Masyarakat yang terlibat dalam sistem bebas riba akan merasakan ketenangan batin, keadilan dalam transaksi, dan keberkahan dalam hasil usaha. Hubungan antarindividu menjadi lebih harmonis karena berlandaskan prinsip saling tolong-menolong.
Selain itu, sistem ekonomi syariah mendorong redistribusi kekayaan melalui zakat, infak, dan sedekah. Ini berarti kesejahteraan tidak hanya terkonsentrasi pada segelintir orang, tetapi menyebar ke seluruh lapisan masyarakat inilah hakikat kemakmuran yang sejati.
Tulisan ini merupakan hasil kolaborasi antara penulis dan Dewan Syariah Aceh (DSA) dalam rangka memperkuat literasi publik dan pengembangan pemikiran ekonomi syariah menuju Aceh yang bermartabat dan berkeadilan.

0 facebook:
Post a Comment