Oleh: Mila Agustina - Mahasiswi Ilmu Perpustakaan, UIN Ar-raniry Banda Aceh
lamurionline.com -- Masih banyak orang yang menilai perpustakaan sebagai tempat sunyi, berdebu, dan penuh dengan buku-buku tua yang jarang disentuh. Gambaran seperti itu sering muncul di benak masyarakat karena kebiasaan lama yang menempatkan perpustakaan hanya sebagai tempat penyimpanan koleksi. Padahal, makna dan peran perpustakaan jauh lebih besar dari itu. Ia bukan sekadar gudang buku, tetapi gudang inspirasi adalah tempat di mana ide-ide baru tumbuh, wawasan berkembang, dan mimpi mulai dirancang.
Menurut Sutarno NS (2006), perpustakaan memiliki fungsi utama sebagai pusat sumber informasi, pendidikan, penelitian, rekreasi, dan pelestarian budaya. Fungsi ini menegaskan bahwa perpustakaan tidak hanya menyimpan pengetahuan, melainkan juga menyebarluaskannya agar dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. Buku yang tersusun rapi di rak hanyalah media. Nilai sejatinya terletak pada bagaimana isi buku tersebut menggerakkan pikiran seseorang untuk berpikir kritis, berinovasi, dan terinspirasi.
Perpustakaan sejatinya adalah ruang hidup bagi ilmu pengetahuan. Dalam pandangan Lasa HS (2017), perpustakaan merupakan jantung dari kegiatan belajar dan penelitian. Ia bukan tempat mati yang hanya berisi koleksi statis, melainkan tempat yang terus berdenyut karena adanya interaksi antara manusia dan informasi. Ketika seseorang membaca buku, berdiskusi dengan pustakawan, atau mencari data untuk penelitiannya, di situlah proses penciptaan pengetahuan baru dimulai.
Melalui interaksi tersebut, perpustakaan menjadi tempat lahirnya inspirasi. Misalnya, mahasiswa yang awalnya bingung mencari topik skripsi, bisa mendapatkan ide setelah membaca beberapa jurnal dan buku di perpustakaan. Atau seorang guru yang menemukan metode baru dalam mengajar setelah memanfaatkan koleksi digital yang tersedia. Inspirasi itu muncul bukan karena jumlah bukunya banyak, tapi karena perpustakaan mampu menciptakan suasana yang mendorong orang untuk berpikir dan berkreasi.
Perkembangan teknologi juga ikut mengubah wajah perpustakaan. Jika dulu perpustakaan identik dengan tumpukan buku fisik, kini banyak perpustakaan telah bertransformasi menjadi hybrid library atau digital library. Akses terhadap informasi tidak lagi terbatas oleh ruang dan waktu. Melalui jaringan internet, pengguna bisa membaca e-book, jurnal elektronik, bahkan melakukan riset dari rumah.
Menurut IFLA (International Federation of Library Associations and Institutions), perpustakaan modern berperan sebagai community hubungi pusat interaksi masyarakat yang tidak hanya menyediakan informasi, tapi juga mengembangkan kemampuan literasi digital, berpikir kritis, dan kreativitas. Artinya, perpustakaan menjadi tempat di mana teknologi dan manusia bertemu untuk menciptakan inovasi baru.
Transformasi ini memperkuat pandangan bahwa perpustakaan bukan gudang, karena gudang bersifat pasif yang hanya menyimpan dan menjaga. Sementara perpustakaan aktif yang menghidupkan, menghubungkan, dan menginspirasi. Dengan dukungan digitalisasi, perpustakaan mampu menjangkau lebih banyak orang, termasuk mereka yang sebelumnya sulit mengakses informasi karena keterbatasan waktu atau jarak.
Setiap orang yang datang ke perpustakaan memiliki tujuan berbeda. Ada yang ingin belajar, meneliti, mencari hiburan, atau sekadar mengisi waktu. Namun, tanpa disadari, dari setiap kunjungan itu muncul inspirasi yang bisa mengubah cara berpikir seseorang. Misalnya, anak kecil yang datang ke perpustakaan desa lalu membaca buku tentang luar angkasa. Dari situ, mungkin tumbuh cita-cita menjadi ilmuwan. Atau seseorang yang membaca biografi tokoh inspiratif lalu termotivasi untuk memperjuangkan mimpinya sendiri.
Menurut Sulistyo-Basuki (1991), fungsi utama perpustakaan adalah mendidik masyarakat agar memiliki kebiasaan membaca dan berpikir kritis. Membaca bukan sekadar menambah pengetahuan, tetapi juga menumbuhkan daya imajinasi. Imajinasi inilah yang menjadi akar dari inspirasi. Ketika pembaca mulai bertanya, berandai-andai, dan mencari makna baru dari apa yang dibacanya, di situlah proses kreatif terjadi.
Pustakawan juga berperan penting dalam menciptakan suasana inspiratif tersebut. Mereka tidak hanya bertugas menjaga koleksi, tetapi juga menjadi information navigator yaitu pemandu bagi pengguna dalam menemukan informasi yang tepat. Dalam konsep librarianship modern, pustakawan berperan sebagai fasilitator, mentor, bahkan motivator. Dengan bantuan pustakawan, pengguna tidak hanya mendapat informasi, tetapi juga diarahkan untuk memanfaatkannya secara produktif.
Kini banyak perpustakaan yang menyediakan ruang-ruang kreatif seperti reading corner, coworking space, atau makerspace. Ruang-ruang ini memungkinkan pengunjung untuk tidak hanya membaca, tetapi juga berdiskusi, membuat proyek, dan berkolaborasi. Misalnya, di beberapa perpustakaan universitas besar, ada program “Library Class” yang mengajarkan keterampilan seperti menulis ilmiah, membuat konten digital, atau mengelola referensi penelitian.
Inovasi seperti ini membuktikan bahwa perpustakaan bukan tempat pasif. Ia justru aktif mendorong pengunjung untuk belajar dan menciptakan sesuatu yang baru. Dari sinilah muncul inspirasi yang nyata yang bukan sekadar dari membaca buku, tapi juga dari pengalaman belajar dan berinteraksi dengan sesama pengguna.
Menurut Rahmah (2018), perpustakaan harus menjadi learning organization, yaitu organisasi yang terus belajar dan beradaptasi dengan perubahan. Dengan menjadi lembaga yang dinamis, perpustakaan akan terus relevan di tengah arus perkembangan teknologi dan perubahan perilaku pengguna. Dan justru karena sifat dinamis inilah, perpustakaan menjadi sumber inspirasi yang tidak pernah habis.
Perpustakaan tidak akan hidup tanpa pengunjung, dan
pengunjung tidak akan terinspirasi tanpa budaya literasi yang kuat. Oleh karena
itu, penting bagi setiap perpustakaan untuk menumbuhkan semangat membaca dan
mencintai ilmu. Program seperti “Gerakan Literasi Sekolah”, “Pojok Baca Desa”,
atau “Literasi Digital” adalah langkah nyata yang bisa mengubah cara pandang
masyarakat terhadap perpustakaan.
Ketika masyarakat melihat perpustakaan sebagai tempat yang menyenangkan, bermanfaat, dan inspiratif, maka minat baca pun meningkat. Dari sinilah terbentuk masyarakat literat yaitu masyarakat yang tidak hanya membaca, tetapi juga berpikir kritis dan mampu menghasilkan gagasan baru.
Pada akhirnya, pepatah lama “buku adalah jendela dunia” kini bisa diperluas menjadi “perpustakaan adalah rumah dari jendela-jendela dunia.” Di sanalah kita bisa menemukan beragam pandangan, pengalaman, dan gagasan yang memantik inspirasi. Buku hanya menjadi alat, tetapi perpustakaan adalah wadah yang menghidupkan alat itu menjadi sesuatu yang bermakna.
Perpustakaan bukan sekadar tempat penyimpanan buku, melainkan ruang yang menumbuhkan harapan, ide, dan kreativitas. Di setiap sudutnya tersimpan ribuan kisah yang siap menginspirasi siapa pun yang datang dengan rasa ingin tahu. Maka, sudah saatnya kita berhenti memandang perpustakaan sebagai gudang buku. Ia adalah gudang inspirasi yaitu tempat di mana ilmu hidup, imajinasi tumbuh, dan masa depan dimulai.

0 facebook:
Post a Comment