Oleh : Wardatul Ula, B.A.

Alumni Theology Islam, Gaziantep Universiti, Turki (Penggiat Literasi yang saat ini fokus pada peran besar di rumah)

Musibah adalah bagian dari takdir Allah

Al-Qur’an sebagai panduan hidup selalu mengajarkan cara berpikir yang luar biasa. Sebagai seorang mukmin, kita harus bisa mengaitkan semua fenomena yang terjadi di alam semesta dengan keimanan. Tidak ada yang kebetulan, semua yang terjadi adalah kehendak dari Allah subhanahu wa ta’ala.

“Tidak ada suatu musibah yang menimpa (sesorang) kecuali dengan izin Allah, dan barang siapa yang beriman kepada Allah, niscaya Allah akan memberi petunjuk kepada hatinya. Allah Maha mengetahui segala sesuatu.” (Q.S. At-Taghabun, 11)

Bencana banjir siklon senyar yang melanda sebagian wilayah Sumatera akhir November lalu; Aceh, Sumut, dan Sumbar menyisakan banyak kepedihan. Bencana ini merenggut ribuan nyawa yang korbannya terus bertambah, menghancurkan hingga menenggelamkan ribuan sarana dan prasarana, dan juga menyebabkan ratusan ribu orang harus menetap di pengungsian. Musibah memang telah usai, namun luka dan cerita masih terus bersama. Dua dekade silam, Aceh juga pernah mengalami bencana alam serupa, tsunami yang merenggut banyak nyawa dan meluluhlantakkan sebagian daerah yang berada di pusat kota Banda Aceh. Cerita tentang tsunami tak akan pernah hilang sampai hari ini dan mungkin akan tetap dikenang dan tercatat puluhan hingga ratusan tahun mendatang. Begitupun dengan musibah menjelang akhir tahun 2025 ini. Terlihat bagaimana kisah perjuangan saudara-saudara kita yang terdampak, yang hingga hari ini masih berjuang untuk kembali bangkit dan memulai kembali kehidupannya dari nol. Semua cerita yang sangat memilukan dan menyesakkan dada.

Setiap mukmin akan diuji dengan ujian masing-masing sesuai kesanggupannya, tidak mungkin ia dibiarkan melalui hidupnya di dunia tanpa ujian. Baik ujian kenikmatan maupun ujian musibah yang semuanya untuk menguji keimanan kepada Rabbul ‘alamin. Tentunya ini tidak lepas dari panduan kita, kalamullah yang banyak menjelaskan tentang hal tersebut.

“Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang bersabar.”

“Yaitu orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka berkata “Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un” (sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nya lah kami kembali)” (Al-Baqarah 155-156)

Musibah tidak hanya menjadi ujian, namun juga sebagai bentuk kasih sayang Allah kepada hamba-hamba pilihanNya. Setiap musibah akan menggugurkan dosa dan meningkatkan derajat seorang mukmin. Musibah juga akan menyisakan banyak hikmah dan pelajaran-pelajaran bagi orang-orang yang mau mengambil ibrah dari setiap kejadian dalam hidup.

Nikmat tiada limit dari Allah yang terlupakan

Bertahun-tahun kita hidup di zaman digital yang membuat ketergantungan kepada banyak ciptaan manusia. Apalagi generasi digital  natives : Gen Z dan Gen Alpha yang dari lahir sudah terbiasa dengan berbagai kecanggihan teknologi. Terlihat sangat berkembang, namun ternyata dilabeli dengan sandwich genertions, generasi yang lemah, mungkin dari segi kekuatan fisiknya, dan juga keimanan nya. Bagaimana tidak, dari mulai membuka mata di pagi hari hingga mata terpejam lagi di malam hari, semuanya tak luput dari bantuan elektronik. Sehingga akal yang sudah Allah lebihkan dari makhluk lainnya menjadi mati dari kreasi dan imajinasi. Kitapun menjadi budak teknologi yang seakan tak bisa lepas darinya.

Disaat listrik mati saja, kita sulit untuk tidur malam. Karena sudah terbiasa dengan berbagai alat elektronik bantuan seperti lampu, kipas angin, ac, cooler, diffuser, speaker,  Bahkan di zaman serba canggih ini, untuk bisa terlelap saja membutuhkan alat bantu ataupun obat-obatan, karena manusia sudah kehilangan fitrah insaniyahnya yang diciptakan oleh Allah ta’ala. Tanpa kita sadari, semua hal tersebut mempengaruhi aspek kesehatan sehingga berbagai jenis penyakit baru bermunculan. Pemanasan global juga membuat bumi semakin panas sehingga udara alami sudah tidak cukup. Ac atau cooler tidak hanya difungsikan di dalam kamar, tapi juga di semua ruangan. Hingga tidak ada lagi pertukaran udara sehat di rumah-rumah, sekolah, maupun gedung-gedung perkantoran. Malam yang Allah subhanahu wa ta'ala ciptakan sebagai selimut yang menenangkan dengan dingin nya sebagai perisai untuk manusia beristirahat seakan tidak lagi berfungsi, rembulan dan bintang -bintang sudah kalah indah dengan berbagai penerang di kafe-kafe yang beroperasi dua puluh empat jam. Semuanya sudah terlalu modern, hingga kita sudah kehilangan kenikmatan malam yang sesungguhnya. 

Begitu juga untuk melakukan pekerjaan rumah tangga sehari-hari, kita sudah terlalu nyaman dengan berbagai kemudahan elektronik. Mencuci baju dengan mesin cuci, bisa langsung menjemur di dalam rumah karena sudah dikeringkan dalam mesin. Kebermanfaatan matahari sebagai sumber energi sudah digantikan oleh peran alat-alat ciptaan manusia. Padahal di satu sisi kecanggihan teknologi yang memudahkan tersebut justru menciptakan problematika baru seperti kurang geraknya manusia yang menjadikannya kian malas. Semua bisa dilakukan sambil rebahan hingga akhirnya berdampak kepada aliran darah yang tidak lancar, lemak tertimbun dimana-mana, fisik yang semakin lemah karena tidak terbiasa bekerja, hingga keringat yang tidak lagi keluar.

Contoh lainnya, langkanya gas imbas dari musibah menyulitkan kegiatan masak-memasak terlebih untuk warung-warung makan ataupun pelaku bisnis lainnya, tapi bukan berarti kita tidak punya pilihan lain untuk bisa memasak, toh pada zaman dahulu tanpa gas juga manusia bisa tetap bertahan hidup.

Teknologi ciptaan manusia tidak selamanya ada, ia punya limit dalam situasi dan kondisi tertentu seperti kondisi sekarang yang kita rasakan. Namun Allah subhanahu wa ta’ala telah menciptakan semua fasilatas yang tiada limit di bumi ini sebelum menurunkan Nabi Adam sebagai khalifah pertama. Menariknya, manusia pun Allah ciptakan dinamis, bisa menyesuaikan diri dengan berbagai keadaan yang dilaluinya. Musibah ini kembali mengingatkan kita akan banyak nikmat yang terlupakan, yang sudah Allah berikan dan tetap bisa kita gunakan kapan saja untuk keberlangsungan hidup di dunia. Kondisi yang tidak normal juga memaksa akal untuk berfikir mencari solusi mengeluarkan ide-ide cemerlang.

Ada banyak kenikmatan yang dirasakan dari setiap hal yang dikembalikan kepada fitrahnya walau terasa sulit bagi kita yang sudah terbiasa hidup serba sat set dengan bantuan teknologi. Hingga akhirnya kita menyadari, bahwa kecanggihan teknologi tak selamanya ada, Kita punya fasilitas gratis dari yang Maha Kuasa yang bisa kita gunakan kapanpun.

Dampak musibah yang menambah syukur

Dampak lain dari musibah banjir adalah terputusnya sinyal berhari-hari. Hal ini memang menyulitkan kita memantau keadaan saudara-saudara yang terkena musibah. Di sisi lain, kita memberikan jarak kepada handphone dan internet yang hari ini menyita banyak sekali waktu kita. Ketika spase itu hadir, kitapun menyadari akan banyak hal. Kita didominasi oleh hal-hal yang jauh, sehingga hal-hal di sekitar menjadi biasa bahkan hambar. Tak jarang kita juga terlalu disibukkan dengan mengurus urusan orang lain yang bukan tugas kita.

Kitapun kembali menikmati hal-hal sederhana. Yang awalnya mungkin tidak bisa kompromi dengan panas, menjadi terbiasa setelah berhari-hari melewati malam-malam dan hari-hari tanpa listrik. Kembali memasak dengan kayu hingga ketagihan dengan rasanya yang tidak biasa, makan malam sebelum maghrib ketika masih terang, dan tidur awal setelah isya menjadi rutinitas yang mungkin kembali dilakukan. Banyak berjalan kaki untuk menghemat bbm yang langka, kembali menimba air dari sumur karena listrik mati sebagai ganti olahraga ringan, menampung air hujan sebagai cadangan air dan banyak hal lainnya yang terpaksa kita lakukan, namun secara tidak langsung memberikan efek yang baik bagi kesehatan.

Kita juga kembali melihat pemandangan langka anak-anak remaja yang dahulunya memadati warnet untuk bermain game online atau sibuk dengan gadget, kini kembali mencari aktifitas di lingkungan sekitar seperti bermain sepak bola, bersepeda, dan aktifitas outdoor lainnya. Walaupun dibalik itu juga terlihat pemandangan kafe-kafe maupun warkop yang penuh di malam hari dengan wayer dan carger dimana-mana untuk mencari nyawa HP atau menggunakan wifi.

Teknologi ada untuk memudahkan kehidupan, tapi bukan berarti kita menjadi tidak bisa melakukan apapun tanpanya. Ada banyak sekali nikmat dari Allah subhanahu wa ta’ala yang tidak kita sadari dan terkadang baru tersadarkan ketika nikmat tersebut telah hilang. Ketika kita melihat bagaimana keadaan saudara-saudara kita yang tertimpa musibah hari ini di media elektronik yang kadang terhubung kadang tidak, semuanya sangat miris dan menyedihkan. Lantas keadaan kita yang masih bisa bangun di pagi hari dengan kondisi sehat, tercukupi makanan, dan aman di lingkungan yang kita tinggali, tidakkah menjadikan kita sebagai orang-orang yang sangat bersyukur?

“Barang siapa diantara kalian bangun pagi dalam keadaan aman di lngkungannya, sehat badannya, dan dia memiliki makanan untuk hari itu, maka seakan-akan dunia seluruhnya telah diberikan kepadanya.” (HR. Thirmidzi dan Ibnu Majah)

Sungguh tidak pantas rasanya kita mengeluhkan banyak hal tentang keadaan hari ini, sementara mereka yang Allah timpa musibah saja, masih terus bersyukur dalam keterbatasannya.

Ada banyak hal-hal sederhana saat ini yang kian menambah syukur kita atas semua nikmat Allah.

musibah yang melanda membuka kembali mata kita akan kegiatan sederhana yang bisa dinikmati dengan penuh kesyukuran. Mengokohkan lagi iman yang naik turun. Me-refresh kembali ingatan akan tujuan utama penciptaan manusia adalah untuk menyembah Allah dan sebagai khalifah yang memakmurkan bumi, bukan merusak! Tentunya dengan akhlak sebagai bekal utama.

Memanfaatkan peran sederhana sebagai khalifah

Sebagai khalifah di muka bumi ini, kita diperintahkan untuk memakmurkan bumi dengan berbagai skill yang kita punya. Hal paling dasar yang sangat bermanfaat seperti menciptakan kebun halaman rumah sederahana maupun beternak. Menanam tumbuh-tumbuhan, sayuran yang bisa kita manfaatkan sehari-hari juga hasil ternak kecil-kecilan dari rumah. Ini juga bentuk menjaga ketahanan pangan saat dilanda inflasi akibat musibah, kita tidak terpengaruh oleh kenaikan harga bahan pokok karena akses yang sulit. Kita masih bisa bertahan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan memanfaatkan hasil dari rumah. Karena menanam dan beternak, tidak hanya memberikan manfaat di dunia, namun keberkahan dan pahalanya bersambung hingga akhirat. Lagi-lagi, Nabi Adam sebagai orang pertama yang Allah turunkan ke bumi menanam banyak tumbuh-tumbuhan untuk bertahan hidup. 

Sebagai khalifah, kita juga wajib menjaga ketentraman negeri ini, dari segala bentuk kerusuhan, penjarahan, provokasi, dan hal-hal merusak lainnya yang mendhalimi diri kita dan orang lain. Sebagaimana pesan Rasulullah bahwa seorang muslim sejati adalah yang bisa menjaga lisan dan tangannya dari memberikan keburukan kepada saudaranya. Semoga Allah mampukan kita untuk terus membantu saudara-saudara kita yang tertimpa musibah dengan kemampuan yang kita punya, karena apapun itu akan sangat bermanfaat bagi mereka.

Tiada yang abadi didunia

Semua pencapaian dunia; pasangan, anak keturunan, harta benta yang kita usahakan bisa hilang dalam sekejap atas izin Allah. Mudah juga bagi Allah mengembalikan semuanya dalam sekejap saja. Banyak orang-orang kaya yang kehilangan semua asetnya ketika tsunami, dan banyak juga orang-orang yang biasa saja seketika berubah menjadi orang kaya setelah tsunami. Tiada yang abadi di dunia, semua bisa hilang dan pergi kapan saja, kecuali keimanan yang harus terus kita jaga hingga ajal menjemput. Namun kita punya harapan besar akan perbaikan kondisi di berbagai daerah yang terkena musibah. Harapan kepada pemerintah begitu besar, walau nampaknya semuanya didominasi oleh narasi dan retorika daripada aksi nyata di lapangan. Mungkin juga mereka saudara-saudara kita disana sudah lelah berharap, karena memang manusia tempat luka dan kecewa. Namun pengharapan dan doa kepada Rabb adalah solusi ter-agung. Tiada yang tidak mungkin jika Allah sudah mengatakan “KUN”. Doa adalah senjata disaat rakyat tak lagi punya kekuatan dan menjadi korban akibat dari ulah tangan buruk oknum yang tak bertanggung jawab. Berhati-hatilah dengan doa rakyat yang terdhalimi wahai pemimpin!

Terakhir, sebagai seorang mukmin kita juga harus bisa melihat setiap kejadian yang terjadi dengan kacamata sejarah. Sudah terlalu banyak kisah-kisah para nabi dan orang-orang shalih dari sepertiga Al-Quran untuk kita ambil pelajaran. Musibah tidak hanya datang sebagai azab kepada orang-orang yang ingkar. Tapi juga ujian bagi orang-orang beriman sebagai tempaan untuk lebih kuat. Sirah selalu bisa menjadi solusi, motivasi, dan inspirasi bagi kita di setiap zaman, hingga bisa menguatkan kondisi kita hari ini.

Semoga Allah meringankan ujian mereka dan memberikan mereka balasan terbaik atas kesabaran mereka dalam melalui musibah ini. Karena sejatinya dunia hanyalah persinggahan sementara yang dipenuhi dengan ujian dan cobaan, kepada Allah kelak kita semua akan kembali. Dimana semua kenikmatan kekal. Tiada ujian berupa rasa lapar, dahaga, kekurangan, rasa takut dan cemas. Yang ada hanyalah kenikmatan yang tiada henti dan keamanan yang abadi.

Wallahu’alam.

SHARE :

0 facebook:

 
Top