Lamurionline.com--JAKARTA - Tidak sedikit negara-negara sahabat yang membantu Aceh ketika bencana gempa dan tsunami terjadi tahun 2004 silam. Dari mulai bantuan pangan hingga pembangunan infrastruktur, sejumlah negara donor mengulurkan bantuan di bawah koordinasi Badan Rekonstruksi dan Rehabilitasi (BRR) Aceh-Nias.
 
Salah satu negara donor kala itu adalah Jerman, yang merehabilitasi Rumah Sakit Zainal Abidin, Banda Aceh.   
 
"Ketika tsunami, Jerman adalah donor yang kuat sekali, paling banyak memberikan dana pembangunan. Minggu pertama mereka sudah datang untuk bantuan darurat, macam-macam yang diberikan, ada bantuan sekolah dan terakhir saya minta mereka bangun rumah sakit yang sudah dua tahun dipakai. Orang-orang Aceh sebut itu Rumah Sakit Jerman, bukan rumah sakit Zainal Abidin," ungkap mantan Gubernur Aceh Azwar Abubakar kepada acehonline.info, di Jakarta Jumat lalu, di sela-sela perayaan "Hari Integrasi Jerman", yang diperingati setiap tanggal 3 Oktober.
 
Dalam waktu dekat, Azwar yang kini menjabat sebagai Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, akan berkunjung ke Jerman untuk belajar lebih banyak mengenai demokrasi dan reformasi di negara itu.
 
"Saya ingin mempelajari kerjasama bidang reformasi dan birokrasi, banyak pengalaman mereka yang bisa kita ambil untuk Indonesia. Desember nanti saya akan belajar kesana, karena ada yang saya belum dalami lebih banyak. Tetapi dalam situasi Eropa krisis sekarang 'kan Jerman tetap bertahan, berarti pondasi ekonomi mereka lebih kuat ya?," kata Azwar.
 
Sementara Duta Besar Republik Federal Jerman untuk Indonesia, Georg Witschel, percaya bahwa demokrasi di Indonesia akan berkembang dengan baik. Ini dibuktikan dengan perjanjian dan bantuan di berbagai bidang, terkait dengan demokrasi dan ekonomi, yang telah dilakukan kedua negara.
 
"Secara pribadi saya optimis dan percaya bahwa Indonesia akan memiliki pemilihan presiden dan parlemen yang baik dan sukses. Pemilu akan menjadi kompetisi yang keras, dan Indonesia akan memilih presiden dan anggota dewan lewat pemilu damai juga kampanye politik yang baik. Akan ada debat dan diskusi politik dan suka atau tidak, akan ada demonstrasi, tapi itulah yang namanya demokrasi, asalkan dilakukan tanpa kekerasan," kata Witschel.
 
Terpilihnya kembali Angela Merkel sebagai kanselir Jerman, lanjut Witschel, sejauh ini pun tidak akan merubah kebijakan luar negeri Jerman terhadap Indonesia.
 
"Secara pribadi, saya kira tidak akan ada perubahan dalam kebijakan luar negeri Jerman untuk Indonesia. Tetapi sebagai negara demokrasi, biarlah parlemen Jerman nanti yang akan menentukan langkah selanjunya. Hubungan Jerman dan Indonesia selalu baik, tidak ada kesulitan," kata Witschel.

Hampir seluruh bidang kerjasama yang sudah ada akan tetap dilanjutkan, seperti kebijakan keamanan luar negeri, kesehatan, pertukaran pelajar, serta kerjasama teknik dan keuangan.
 
"Jadi kita punya 8 bidang kerjasama di bawah Jakarta Declaration yang dipimpin Presiden Yudhoyono dan Kanselir Merkel, dan 8 bidang kerjasama ini akan berlangsung sesuai jalurnya. Termasuk juga kerjasama di bidang konservasi lingkungan hidup dan perubahan iklim. Kedua pihak sudah menandatangani kerjasama bidang keuangan untuk penyediaan dana pembangunan energi geothermal dan juga untuk proyek REDD+ (pengurangan emisi gas rumah kaca dari sektor kehutanan)," ujar Witschel.
 
Mantan Presiden Habibie sendiri menilai kerjasama Indonesia dan Jerman sesuatu yang menguntungkan kedua pihak, terutama pasca penyatuan Jerman pada tahun 1990.
 
"Saya di Jerman sejak 1954 dan dari peristiwa penyatuan dua Jerman (Barat dan Timur), banyak hal di bidang demokrasi yang bisa kita pelajari," kata Habibie.(Wella Sherlita) acehonline.info,
SHARE :
 
Top