Di abad ke 21 ini berbagai permasalahan cukup rumit telah kita lihat, baik dari segi perekonomian, sosial, budaya, maupun agama. Di belahan dunia, terutama negara-negara islam sangat sering kita dengar dengan konflik dan kekacauan yang disebabkan oleh berbagai hal, sehingga semua ini menyebabkan hubungan antar ummat menjadi kacau, dan ummat islam menjadi tidak tenang dalam menjalani berbagai kegiatan terutama dalam menjalani kewajibannya sebagai ummat Islam. 

Di Aceh sendiri telah cukup lama dilandai oleh berbagai konflik, yang mana disana terjadi berbagi kekerasan yang sangat asusila dan tidak sesuai dengan kaidah islam, yang menjadikan ummat islam di Aceh tak dapat menikmati kedamaian dalam beragama. Islam itu sendiri merupakan suatu agama yang madani dimana di dalamnya terdapat berbagai rahmat dan ketenangan jiwa, suatu agama yang selalu mencontohkan kedamaian, kebersamaan, saling melindungi, dan saling memberikan kesejukan baik antara sesamanya maupun terhadap agama yang lain. 

Seseorang yang mampu memahami islam secara sempurna, maka ia pasti mempunyai suatu pemikiran dan pandangan yang cukup cerdas dan bijaksana dalam mengartikan setiap sudut dan seluk beluk Islam itu sendiri, sehingga ia mampu mengelola dirinya dan orang-orang di sekitrnya untuk bersikap dan bertindak sesuai dengan kaidah dan aturan islam, serta berbagai aturan kehidupan lainnya baik antara sesama islam maupun non islam, terutama antar sesama ummat yang berada di Aceh. Yang mana Aceh sendiri merupakan suatu daerah yang tidak hanya diduduki oleh suatu agama, tetapi disini ditempati oleh berbagai agama lainnya. Meskipun di Aceh merupakan daerah khusus yang memiliki wewenang dalam menjalani syari’at Islam secara kaffah, tetapi bukan berarti kita harus mengusir dan menindas orang-orang non islam apabila mereka tidak membuat kekacauan dan merugikan kita, karena hal tersebut sangat tidak sesuai dengan moral islam. Sebab Rasulullah SAW sendiri, yang menjadi panutan kita dalam berakhlak dan bertingkah laku, tidak pernah mencontohkan kepada ummatnya hal yang demikian. 

Apalagi Aceh salah satu bagian dari indonesia, yang mana di Indonesia memiliki beberapa agama yang diakui, sehingga kita sendiri sebagai ummat islam harus mampu untuk menyesuaikan diri dengan hal ini, malahan kita harus mampu memberi suatu contoh teladan bagi ummat yang lain, agar mereka mampu memandang bahwa islam itu merupakan suatu agama yang madani, indah, beradab dan mempunyai toleran yang tinggi terhadap orang lain. Seperti sebuah pepatah mengatakan, “Gajah diburu orang karena gadingnya, Rusa menjadi indah karena tanduknya dan Badak di kejar orang karena culaknya”. Dan apabila ketiganya kehilangan ciri khasnya masing-massing maka akan segera kehilangan indahnya. 

Begitu juga ummat Islam, terutama ummat Islam yang berada di Aceh yang merupakan Serambi Makkah, sudah seharusnya kita sebagai masyarakat Aceh harus mempunyai hati yang bersih dan indah untuk mewujudkan kedamaian, karena orang yang mempunyai hati bersih itu pasti didalamnya mempuyai iman yang kuat, dan orang yang beriman itu sebagian besar hatinya diisi oleh Allah, yang mana dengan asma Allah mampu menggugah hatinya dan ketika orang lain melihatnya dapat menggetarkan hati orang-orang yang melihatnya, sehingga dapat menunjukkan ciri khas kita orang Aceh sebagai masyarakat Islam. Yang mana masyarakat Aceh selama ini telah dikenal sebagai bangsa yang damai, beradab, dan memuliakan orang lain, dan disinilah peluang kita agar dapat mewujudkan islam yang damai dan toleran. 

Seperti sebuah kisah Rasulullah SAW yang mana pada saat itu beliau sedang tidur, sehingga datanglah seorang kafir yang bernama Daksur menghunus pedang kepadanya, dan kafir itu bertanya, “Muhammad kalo saya tebas batang lehermu siapa yang akan menolongmu”, dengan tenang dan tegas Rasul menjawab “Allah”. Mendengar kalimat Allah Daksur bergetar , sehingga pedangnya terjatuh dan diambil oleh Rasul, dan kemudian Rasul balik bertanya, “Daksur kalo saya menghunus pedang kelehermu, siapa yang akan menolong mu”. Daksur mejawab, “tidak ada kecuali jika engkau mau memaafkanku. Dengan hati mulia Rasul melepaskan Daksur dan memberikan kembali pedangnya. Dari cerita diatas dapat kita petik sebuah pelajaran, betapa damai dan mulianya hati Rasulullah SAW, yang dengan mudahnya beliau memaafkan orang lain yang jelas-jelas mau mebunuhnya, dan dengan budi pekertinya dapat menggetarkan hati orang lain, serta dapat menciptakan suatu suasana yang tentram tanpa harus ada rasa permusuhan. 

Maka dari itu apabila kita mampu mencontohkan teladan-teladan dari Rasul maka dengan sangat mudah kita dapat mewujudkan Islam yang damai dan toleran di Serambi Mekah ini, karena dengan hal ini kita dapat memberikan suatu pandangan yang bijak, dan indah terhadap diri kita, Agama Islam khususnya, dan bagi daerah kita tentunya. Sehingga disini kita bisa saling memberi pandangan positif baik sesama islam maupun non islam, yang dapat menciptakan kedamaian dan saling toleransi serta dapat membuat Aceh dipandang sebagai suatu daerah yang bernuansa Islami yang penuh dengan kedamaian yang dapat membuat orang menjadi tentram apabila berada di dalamnya. Tapi untuk mewujudkan semua itu bukanlah suatu hal yang mudah semudah mengucapkan kata-kata dan membolak-balikkan telapak tangan, hal ini di karenakan setiap kita mempunyai pandangan yang berbeda dalam menanggapi berbagai hal, di tambah lagi dengan watak orang Aceh yang bisa dikatakan cukup keras dan susah untuk menerima pendapat dan masukan dari orang lain, serta kita sebagai mukmin sering berselisih, yang bisa menyebabkan suatu perpecahan, padahal hanya karena hal-hal yang kecil seperti perbedaan dalam menjalankan ibadah sunnat, misalnya tarawih dan kunut. Nah karena hal demikian saja kita mau berselisih antara sesama saudara kita, sampai-sampai ada yang mau memutuskan tali silaturrahmi karena hal sekecil itu. Jadi apabila prinsip-prinsip ini terus dipertahankan oleh masyarakat Aceh, maka akan sangat kecil peluang untuk menciptakan Islam yang damai dan toleran di daerah kita tercinta ini. 

Dan hal ini merupakan suatu tantangan yang sangat berat utuk kita lakukan perubahan, ditambah lagi dengan kondisi masyarakat Aceh yang sebagian besar masih terdiri dari orang-orang awam yang masih sulit untuk diberi pemahaman dan masukan, yang mana jika kita berikan suatu perubahan dan pemahaman yang baru akan sulit diterima, dan bahkan mereka akan berontak ketika pemahaman mereka dibantah. Apalagi kalau masalah agama dan adat memang sudah menjadi harga mati bagi mereka meskipun terkadang pemahaman mereka belum tentu benar. Jadi setelah kita lihat berbagai tantangan yang ada, sudah otomatis disini memerlukan peran yang cukup besar dari berbagai pihak, baik peran dari pemerintah maupun seluruh masyarakat. Karena apabila kita mewujudkannya secara bersama akan menghasilkan suatu hasil yang cukup optimal, karena sebesar apapun permasalahannya apabila kita kerjakan bersama akan jauh lebih ringan dan lebih mudah. 

Dan yang terpenting disini hanyalah bagaimana caranya agar kita mau menumbuhkan kesadaran dalam diri kita untuk mewujudkannya serta bagaimana pula caranya agar kita bisa menumbuhkan kesadaran orang lain, karena apabila setiap kita mempunyai kesadaran maka tidak akan mustahil tujuan kita tercapai. Sebab untuk mencapai suatu tujuan itu tidak mesti dilakukan secara Top-Down (dari atas kebawah) atau bisa kita bilang dari hal yang besar ke hal yang kecil, justru secara Buttom-Up (dari bawah ke atas) yaitu dari hal yang kecil ke hal yang besar itu lebih baik. Jadi sekarang hanya tinggal keputusan dari kita masing-masing mau atau tidak untuk mewujudkan Islam damai dan toleran di Aceh kita tercinta ini. Dan marilah secara bersama kita satukan paham, pendapat dan tujuan agar kita dapat melangkah kedepan untuk mewujudkan islam yang damai dan toleran dengan cara mengelola masa kini, melalui pengalaman massa lalu untuk mencapai masa depan yang yang lebih baik, sehingga kita dapat mewujudkan dan merasakan indahnya berislam secara damai dan toleran dalam bingkai keberagamaan di Aceh.
SHARE :
 
Top