Lamurionline.com-- Jakarta Kisah perjuangan Birrul Qodriyah, mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada (UGM), dalam meraih impiannya menjadi dokter pantas diacungi jempol. Terlahir dari orangtua yang "hanya" bekerja sebagai buruh tani, Birrul tak pernah patah arang meraih cita-citanya.

Kisah Birrul yang penuh haru ini sampai membuat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyeka air matanya dalam acara silaturahim mahasiswa Bidik Misi di Hotel Bidakara, Jakarta, Rabu (27/2/2014).
Birrul mewakili ratusan mahasiswa peraih beasiswa Bidik Misi dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk menyampaikan testimoni. Birrul bercerita, sejak kecil dia rajin belajar dan hidup sederhana bersama orangtuanya yang merupakan buruh tani.
"Orangtua saya bukan hanya petani, tapi lebih dari itu, mereka buruh tani. Sekali menanam hanya mendapat uang Rp 5.000," ujarnya dengan suara bergetar.
Birrul muda hidup serba pas-pasan. Beranjak dewasa hingga menjelang lulus jenjang SMA, Birrul mengaku bimbang untuk menyatakan keinginannya menempuh ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Impiannya menjadi dokter selalu dituliskan Birrul dalam sebuah catatan yang ditempel di dinding.
"Orang-orang tertawa, untuk apa anak petani bercita-cita menjadi dokter? Pasti tidak akan bisa," katanya.
Namun, Birrul memberanikan diri menyatakan keinginannya kuliah kedokteran kepada orangtuanya. "Saya bilang saya mau melanjutkan kuliah, tidak ada jawaban apa pun dari bapak ibu. Saya lihat pas subuh, bapak hanya mengayuh sepeda. Saya tahu mereka tidak punya uang," tutur Birrul lirih sambil menahan airmata.
Semenjak itu, Birrul pun bertekad untuk menjadi siswa berprestasi dan mendapatkan beasiswa. Akhirnya, Birrul mendapat bantuan beasiswa Bidik Misi untuk siswa miskin berprestasi. Kini, Birrul tengah menjalani tugas profesi di FK UGM. Birrul berterima kasih.
"Kami tidak akan gunakan beasiswa ini dengan biasa-biasa saja. Kami akan jadi mahasiswa berkualitas dan siap menjadi generasi emas," papar Birrul berapi-api.
Mendengar cerita perempuan bertubuh mungil dan berkerudung itu, Presiden SBY tak kuasa menahan tangis. Setelah Birrul memberikan testimoni, Presiden menyampaikan sambutannya.
"Saat mendengar testimoni dan tayangan itu, saya ikut menitikkan air mata karena itulah yang saya rasakan dulu," ucap SBY.
SBY juga menceritakan pengalamannya. Ia lahir di Pacitan, Jawa Timur, dengan ayah yang bekerja sebagai tentara dengan pangkat kapten. Saat itu, sebut SBY, gaji seorang kapten sangat pas-pasan.
"Sahabat saya rata-rata mereka yang termasuk golongan tidak mampu, hanya sedikit teman-teman saya yang tergolong mampu. Pacitan dulu kota kecil, terisolasi dalam suasana yang penuh dengan ketertinggalan," kata SBY.
SBY mengatakan bahwa dirinya juga bermimpi bisa meneruskan pendidikan ke perguruan tinggi.
"Alangkah bangganya jadi mahasiswa di UGM, ITS, atau Unair. Kenyataannya teman-teman saya tidak semua bisa mewujudkan mimpi-mimpinya. Mereka banyak yang pandai, yang cerdas, tetapi harus kandas," ujarnya.
SBY memang tidak melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi umum. Dia memutuskan mengikuti jejak sang ayah terjun ke dunia militer. KOMPAS.com 
SHARE :
 
Top