Muhammad Nuh
LAMURIONLINE.COM | BANDA ACEH -Ketua Badan Wakaf Indonesia (BWI), Muhammad Nuh mengisi kuliah umum tentang penguatan dan pemberdayaan wakaf sebagai aset umat di Gedung Serbaguna Kantor Gubernur Aceh, Selasa (18/09).

Dalam pemaparannya, Muhammad Nuh memulainya dengan mengenang tokoh wakaf asal Aceh yaitu Habib Bugak. Menurutnya, jika Habib Bugak mewakafkan tanah ratusan abad tahun lalu, maka sekarang ada kemungkinan lahir Habib Bugak yang baru. Jika kita tak mampu seperti Habib Bugak, minimal kita wakaf dalam bentuk uang. 

"Jika setiap hari kita mewakafkan Rp5000 per orang dikali 1 juta orang jumlahnya mencapai Rp5 miliar. Kekuatan umat itu pada jamaah yaitu pada jumlah kolektifnya. Bayangkan kalau setiap bulan seperti itu maka di Aceh akan lahir projek keumatan, " jelas Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia itu. 

Ia menambahkan, jika masyarakat Aceh mampu mewujudkan itu maka bisa mendirikan bank dan bisa membangun jalan tol sendiri. Sekarang ini memungkinkan bagi kita untuk mengkoordinirkan saty juta orang. Dengan digital banking semua sangat dimungkinkan. 

"Sekali lagi, kita ingin di Aceh lahir Habib bugak baru, kalau itu terjadi, pembangunan Aceh tanpa harus ada APBA dan APBN. Mumpung masih punya kesempatan mari kita menyemai Habib Bugak baru," ujar Komisaris Bank Mega Syariah tersebut. 

Selanjutnya ia juga mengajak peserta yang hadir untuk merenungkan kebijakan apa yang bermanfaat bagi orang lain selama setahun terakhir atau selama kita hidup. 

"Sehingga ketika kita dihisab kita bisa menjawab apa yang telah kita lakukan di dunia ini. Ketika Allah memanggil kita, maka kita sudah punya tiket ke Surga." lanjutnya 

Oleh karena itu, ia juga mengajak masyarakat untuk menjadikan wakaf sebagai gerakan umat, sehingga kemiskinan di Aceh bisa terkurangi.  Beda wakaf dengan zakat, zakat bisa dibagikan langsung, sedangkan wakaf hasilnya yang dibagikan. Maka para nazir itu harus seorang bisnis man. Dia harus mampu mengembangkan hasil wakaf tersebut.

"Kita belajar pada Sayyidina Usman ketika beliau mewakafkan sumur yang ia beli pada Yahudi, awalnya cuma menyewa per hari, yang lama-lama dengan kecerdasan Usman mampu dibeli dari Yahudi," ujarnya. 

Terakhir katanya, ada tiga instrumen dalam kehidupan ini yaitu, logika, etika dan estetika. Kalau dalam kehidupan hanya mengutamakan kebenaran tidak bisa karena harus ada kebaikan dan keindahan. 

"Kalau kebaikan larinya ke kebijakan, maka perlu ada ketiga-tiganya," tutupnya .[smh]
SHARE :
 
Top