Oleh: Dr. Muhammad Yusran Hadi, Lc., MA


Aksi pembakaran bendera tauhid yang bertuliskan kalimat tauhid laa ilaaha illallah Muhammadur rasulullah oleh para anggota Barisan Ansor Serba Guna Nahdatul Ulama (Banser NU) pada Senin (21/10/2018) bertepatan acara peringatan Hari Santri Nasional di Garut, Jawa Barat menjadi topik hangat di berbagai media bahkan menjadi viral di medsos beberapa hari ini. Aksi ini dilakukan dengan sengaja dan terang-terangan sambil menyanyikan mars NU Hubbul Wathan dan dipertontonkan kepada publik dengan bangga dan gembira. Parahnya lagi, perbuatan mereka dibela dan diaminkan oleh ketua umum GP Ansor Yaqut Cholil Qaumas  dan ketua PBNU Said Agil Siraj dengan dalih bendera HTI.

Tentu saja aksi ini spontan menuai kecaman dan kritikan keras dari umat Islam seluruh Indonesia, bahkan dunia. Aksi ini dianggap telah melecehkan kalimat dan bendera tauhid (bendera Rasulullah Saw). Tindakan Banser NU ini telah melukai hati seluruh umat Islam di Indonesia, bahkan dunia. Umat Islam dari seluruh elemen dan ormas Islam bersatu mengadakan Aksi Bela Tauhid di Jakarta dan berbagai daerah di Indonesia. Mereka mengecam para pelakunya dan menuntut agar para pelakunya ditangkap dan dihukum dengan seberat-beratnya. Selain itu, umat Islam mendesak agar Banser NU dan GP Ansor NU  dibubarkan dan meminta Banser, GP Ansor dan  PBNU meminta maaf kepada umat Islam.
Tulisan ini bertujuan untuk membela tauhid dan agama, melaksanakan kewajiban nahi munkar, dan menasehati dalam kebenaran, untuk mendapatkan ridha Allah Swt dan tegaknya keadilan dan kedamaian di negeri muslim yang kita cintai ini. Penulis adalah seorang muslim yang masih punya tauhid dan iman terpanggil untuk membela tauhid. Agar menjadi saksi dihari Kiamat nanti bahwa penulis telah melakukan pembelaan terhadap tauhid.

Kewajiban Membela Tauhid
Sebagai seorang muslim, penulis mengecam aksi pembakaran bendera tauhid laa ilaaha illallah Muhammadur rasulullah. Perbuatan ini tidak bisa ditolerir. Pembakaran bendera tauhid sama saja melecehkan kalimat Tauhid dan bendera Rasulullah Saw. Penulis tidak rela kalimat dan bendera tauhid dilecehkan. Penulis tidak rela agama ini dilecehkan.

Setiap muslim pasti marah ketika kalimat tauhid dan bendera Rasulullah Saw dilecehkan. Imannya pasti terpanggil untuk membela tauhid. Pembelaan bendera tauhid ini merupakan konsekuensi dan tuntutan iman dan tauhid itu sendiri. Jika seorang muslim tidak marah dan tidak benci atas kelakuan Banser ini, bahkan mendukungnya, berarti imannya sudah bermasalah. Bisa jadi imannya sudah terkena virus liberalisme yang telah mematikan imannya atau sudah “sakit” karena maksiat sehingga tidak ada respon dan sensitivitas sedikitpun untuk membela tauhid dan agama Allah Swt.

Dalam sirah Rasulullah saw, fenomena penghinaan terhadap Islam sering muncul dari orang-orang Yahudi dan Munafik saja. Terhadap orang yang menghina dirinya, Rasulullah Saw masih bisa memaafkannya. Namun terhadap orang yang menghina Islam, beliau tidak memaafkan, bahkan bertindak tegas. Hampir semua tindakan penghinaan tersebut dihukum mati atau diperangi oleh Rasulullah Saw. Begitu pula sikap para sahabat terhadap penghina Islam, mereka tidak memaafkan dan bersikap tegas. Bahkan ada kasus salah seorang sahabat yaitu Umair bin ‘Adi yang langsung membunuh seorang wanita menghina Nabi Saw tanpa menanyakan kepada Rasulullah saw. Namun ketika tindakan tersebut dilaporkan kepada Rasulullah saw, beliaupun menyetujuinya bahkan kemudian berujar kepada para sahabat, “Barangsiapa yang ingin melihat orang yang menolong Allah dan Rasul-Nya maka lihatlah Umair bin ‘Adi.” (Ibnu Taimiyyah, Ash-Sharim Al-Maslul, hal. 95).

Kasus penghinaan terhadap Islam lainnya yaitu penghinaan raja kerajaan Persia Kisra terhadap Islam dengan merobek-robek surat Rasulullah Saw yang tertuliskan kalimat tauhid. Rasulullah Swt mengirimkan surat kepadanya untuk mengajaknya masuk Islam. Namun surat Rasul saw dirobeknya. Pelecehan terhadap Allah Swt ini ditanggapi oleh Nabi Saw dengan tegas yaitu pernyataa perang terhadap kerajaan Persia dan mendoakan kehancuran kerajaan Persia seperti Kisra merobek-robek surat Rasul Saw.

Seorang muslim wajib bersikap al-wala’ dan al-bara’. Perbuatan Al-wala’ dan al-bara’ merupakan konsekuensi dari kalimat tauhid laa ilaaha illallah Muhammad Rasulullah. Al-Wala’ (loyalitas) adalah sikap mencintai, membela dan menghormati. Seorang muslim wajib berwala’  kepada Allah Swt, Rasul-Nya, agama-Nya, kitab-Nya, Sunnah Nabi-Nya dan para penolong agama-Nya dari orang-orang mukmin. Sebaliknya seorang muslim haram berwala’ kepada orang-orang kafir dan munafik. Adapun al-Bara’ adalah sikap menjauhi, berlepas diri dan memusuhi setelah memberikan alasan dan peringatan.  Seorang muslim wajib bersikap al-bara’ terhadap orang-orang kafir dan orang-orang yang memusuhi Allah Swt dan Rasul-Nya, agama-Nya,  kitab-Nya dan Sunnah Rasul-nya dan para penolong-Nya dari orang-orang mukmin. Persoalan al-wala’ dan al-bara’ ini termasuk persoalan aqidah dan tauhid. Maka belum beriman seseorang sebelum dia beraqidah al-wala’ dan al-bara’.

Oleh karena itu, sudah sepatutnya kita marah dan membenci perbuatan para anggota banser NU dan para pendukungnya. Mereka telah melecehkan Allah Swt dan Rasul-Nya dengan sengaja dan terang-terangan. Pelecehan seperti ini hanya dilakukan oleh orang kafir dan munafik saja. Mustahil seorang muslim melakukannya. Konsekuensi hukumnya berat bagi pelakunya. Hukumnya murtad (kafir) sesuai dengan kesepakatan para ulama. Menurut ijma’ para ulama, perbuatan menghina atau melecehkan Allah Swt,  Al-Quran, Nabi Saw dan Sunnahnya, hukumnya murtad. Hukuman bagi orang yang murtad adalah dibunuh. Yang melaksanakan hukuman bunuh ini adalah pemimpin atau hakim.

Oleh karena itu, kita wajib membela kehormatan dan kemuliaan kalimat tauhid. Jika kita diam dan tidak marah, sama saja kita meridhai atau mendukung perbuatan mereka. Sikap meridhai atau mendukung kemungkaran sama hukumnya dengan melakukan kemungkaran tersebut. Oleh karena itu, seorang muslim diperintahkan oleh Rasulullah Saw untuk mencegah kemungkaran atau maksiat sesuai kemampuan sebagai bukti keimanannya. Paling tidak, membenci kemungkaran tersebut. Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa di antara kalian melihat kemungkaran, maka ubahlah kemungkaran tersebut dengan tangannya; jika tidak mampu, maka ubahlah dengan lisannya; Jika tidak mampu, maka ubahlah dengan hatinya; dan yang demikian itu tingkatan iman yang paling lemah.” (HR. Muslim).

Pembakaran kalimat tauhid oleh Banser NU merupakan kemungkaran atau maksiat yang dapat mengundang azab Allah Swt berupa bencana alam yang akan menimpa semua orang, baik para pelaku maksiat maupun orang-orang shalih. Oleh karena itu tidak bisa ditolerir. Selama ini, Indonesia selalu ditimpakan musibah oleh Allah Swt berupa bencana alam seperti gempa, tsunami, gunung meletus, dan sebagainya. Maka jangan tambah lagi bencana lagi dengan kemaksiatan Banser NU ini. Sepatutnya kita ambil pelajaran dari berbagai bencana itu, dengan bertaubat dan meninggalkan maksiat serta mendekatkan diri kepada Allah Swt. Bencana itu datang dari Allah Swt sebagai azab dan peringatan-Nya karena maksiat yang merajalela seperti dijelaskan oleh Alquran dan Hadits-Hadits Nabi Saw.

Sikap kita sebagai orang yang bertauhid terhadap pembakaran bendera tauhid bukan hanya sekedar persoalan melaksanakan kewajiban nahi munkar terhadap perbuatan munkar yang dilakukan oleh Banser NU ini, namun kita harus bersikap lebih dari itu yakni membela tauhid. Persoalan ini sudah menyangkut keimanan dan tauhid kita. Setiap orang yang bertauhid pasti marah dan melakukan pembelaan terhadap kalimat dan bendera tauhid. Sikap ini menunjukkan bahwa dia orang yang beriman dan bertauhid. Namun jika sebaliknya dia hanya diam atau tidak marah atau tidak melakukan pembelaan terhadap bendera tauhid berarti iman dan tauhidnya sudah mati atau sakit. Maka, jika kita masih punya iman dan tauhid, pasti kita membela kalimat dan bendera tauhid.

Pembelaan Sahabat Terhadap Bendera Tauhid
Jika kita merujuk kepada sirah Rasulullah saw dan para sahabatnya, maka kita menemukan sikap para sahabat yang agung dan mulia dalam melakukan penjagaan dan pembelaan terhadap bendera tauhid atau bendera Rasul Saw.  Mereka sangat mencintai dan mengagungkan bendera tauhid (bendera Rasulullah Saw). Begitu agungnya bendera tauhid sehingga mereka siap mati syahid dalam membela dan mempertahankan bendera tauhid. Komitmen mereka terhadap tauhid dan Islam telah dibuktikan dan dicatat dalam sejarah.

Di antaranya, kisah Mush’ab bin Umair dalam perang uhud pada tahun ke 3 Hijriah atau 625 Masehi. Pada perang ini Rasullah saw menyerahkan bendera tauhid kepada Mush’ab bin Umair. Dalam perang ini, Mush’ab berjuang luar biasa biasa. Dia berperang sebagai pahlawan mukmin demi membela akidahnya dan panji yang haq yang dibawanya. Orang-orang musyrikin menyerang menuju pembawa panji Rasul saw ini. Salah seorang dari mereka menebas tangan kanan Mush’ab sampai putus. Kemudian Mush’ab mengambil panji dengan tangan kirinya agar tidak jatuh ketanah. Maka musuh itu kembali menebas tangan kirinya sampai putus. Maka  dia merangkul panji dengan kedua lengannya ke dadanya. Kemudian orang terlaknat itu menyerang lagi untuk ketiga kalinya dengan tombak hingga tembus. Maka Mush’ab tersungkur ke tanah dan mati syahid. Lalu bendera ini diambil oleh Suwaibith bin Sa’ad bin Harmalah dari Bani abdud Dar dan Abu Ar-Rum bin Umair, saudara Mush’ab. Bendera ini terus dipegang olehnya hingga ia masuk ke Madinah saat kaum muslimin pulang.

Kisah mempertahankan bendera tauhid paling fenomenal terjadi pada saat perang mu’tah di tahun 8 Hijriah atau tahun 629 Masehi. Pada waktu itu kaum muslimin berjumlah 3 ribu orang melawan pasukan Romawi Nasrani 100 ribu orang ditambah dengan pasukan kabilah-kabilah Arab Nasrani sebanyak 100 ribu orang. Dengan demikian, jumlah pasukan musuh 200 ribu orang. Rasulullah Saw dengan tegas memerintahkan para sahabat menjaga bendera Tauhid harus tetap berkibar sampai umat Islam mencapai kemenangan.

Rasulullah saw menunjuk Zaid bin Haritsah sebagai panglima perang dan pemegang bendera tauhid. Beliau berpesan kepada kaum muslimin, jika Zaid syahid maka posisinya harus digantikan oleh Ja’far bin Abi Thalib. Jika Ja’far juga syahid maka posisinya digantikan oleh Abdullah bin Rawahah. Dan jika Abdullah juga syahid, maka kaum muslimin harus tetap mempertahankan bendera Tauhid sampai titik darah penghabisan.

Perangpun berkecamuk sangat dasyat. Pusat perhatian musuh tertuju kepada pembawa bendera tauhid dan keberanian para panglima Islam dalam memerangi musuh, hingga mati syahidlah panglima pertama Zaid bin Haritsah radhiyallahu anhu. Lalu bendera tauhid diambil oleh panglima kedua, Ja’far bin Abi Thalib radhiyallahu anhu. Beliau berperang habis-habisan hingga tangan kanannya terputus, lalu bendera dibawa dengan tangan kirinya hingga terputus pula dan merangkul bendera dengan dadanya hingga terbunuh syahid. Setelah beliau syahid ditemukan pada tubuhnya terdapat 90 luka lebih antara tebasan pedang, tusukan panah atau tombak yang menunjukkan keberaniaannya dalam menyerang musuh.

Kemudian bendera tauhid dibawa oleh panglima ketiga Abdullah bin Rawahah radhiyallahu anhu. Beliau berperang dengan gagah berani hingga mati syahid menyusul kedua rekannya. Agar bendera tauhid tidak jatuh ke tangan musuh, maka kaum muslimin membawa bendera tersebut dan bersepakat untuk menyerahkannya kepada Khalid bin Walid radhiyallahu anhu. Mereka bersepakat mengangkat Khalid bin walid sebagai panglima dan pembawa bendera tauhid. Dengan semangat yang berkobar, Khalid bin Walid maju ke tengah medan peperangan, mengamuk membunuh musuh dengan gagah berani. Sungguh hatinya ingin mati syahid seperti ketiga saudaranya yang membela bendera tauhid. Akhirnya dengan pertolongan Allah Swt, kaum muslimin berhasil memenangkan peperangan ini.

Tampak mukjizat kenabian, tatkala Rasulullah saw menyampaikan kepada para sahabat di Madinah tentang kematian tiga panglimanya. Rasulullah saw naik mimbar dalam keadaan menetes air mata seraya berkata, “Bendera Tauhid dibawa oleh Zaid lalu berperang hingga mati syahid, lalu bendera diambil oleh Ja’far dan berperang hingga mati syahid, lalu bendera dibawa oleh Ibnu Rawahah dan berperang hingga mati syahid, lalu bendera dibawa oleh Saifullah (pedang Allah yakni Khalid bin Walid) hingga Allah menangkan kaum muslimin.” (HR. Al-Bukhari).

Begitulah kisah para sahabat yang agung dan mulia dalam menjaga dan membela bendera tauhid yang merupakan bendera Rasul saw. Mereka selalu menjaga dan memuliakan bendera tauhid dalam segala kondisi, baik dalam peperangan maupun dalam kondisi damai. Jika ada orang yang melecehkan dan melarang bendera tauhid, maka mereka segera membela dan mempertahankannya mati-matian. Ini menunjukkan bahwa bendera tauhid itu mempunyai kedudukan yang agung dan mulia dalam Islam. Selain itu, menunjukkan kuatnya iman dan tauhid para sahabat serta komitmen mereka dalam membela Islam.

Akhirnya, kita meminta kepada para pelaku pembakaran bendera tauhid untuk bertaubat dan meminta maaf kepada umat Islam. Meskipun demikian, para pelaku harus tetap dihukum dengan seberat-beratnya agar memberi pelajaran dan efek jera kepada mereka dan orang lain sehingga tidak terulang lagi kasus seperti ini. Tindakan mereka ini telah meresahkan dan menimbulkan kemarahan umat Islam seluruh Indonesia bahkan dunia sehingga berpotensi menganggu stabilitas dan perdamaian bangsa dan negara.

Penulis adalah Ketua Majelis Intelektual & Ulama Muda Indonesia (MIUMI) Aceh, Pengurus Dewan Dakwah Aceh dan Anggota Ikatan Ulama & Da’i Asia Tenggara.



SHARE :
 
Top