Oleh Sri Suyanta Harsa

Ilustrasi
Muhasabah 7 Muharam 1441
Saudaraku, di antara akhlaqul karimah yang diajarkan oleh Islam adalah tuntunan menjauhi su'udzan. Dan sebaliknya, kita dituntun untuk mengembanhkan sikap husnudzan.

Su'udzan atau buruk sangka (negatif thinking) secara populis dipahami sebagai sikap yang mengedepankan persepsi negatif tentang diri sendiri, orang lain atau bahkan juga terhadap Allah. Karena persepsinya negatif, maka energinya juga negatif kemudian melahirkan sikap yang negatif juga.

Berburuk sangka terhadap diri sendiri mewujud dalam sikap pesimis, misalnya ketidakpercayaannya pada kemampuan untuk menyelesaikan masalah sehingga pasrah begitu saja. 

Bersikap buruk sangka terhadap sesamanya yang memiliki kelebihan atau rezeki yang ada padanya. Misalnya ketika temannya memperoleh nilai bagus dikiranya karena kepintarannya dalam melobi guru/dosennya. Saat tetangga membangun rumah atau membeli mobil baru dipikirnya semua itu dari hasil korupsi atau dari sumber-sumber yang haram lainnya. Dan seterusnya.

Adapun bersikap buruk sangka pada Allah biasanya muncul saat diuji dengan kesulitan, dicoba dengan masalah. Dalam pikirannya menyimpulkan bahwa Allah tidak menyayanginya lagi, atau dikira Allah sudah tidak mendengar atsu mengabulkan doanya, atau disangka Allah tidak peduli lagi padanya dan pikiran begatif lainnya. Semuanya ini adalah su'udzan yang mestinya dijauhi.

Tentang larangan su'udzan terutama terhadap orang lain dan bahayanya dapat langsung diketahui dari firman Allah, yang artinya Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan buruk sangka (kecurigaan), karena sebagian dari buruk sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.(Qs. Al-Hujurat 12)

Nabi Muhammad saw berabda yang artinya, berhati-hatilah kalian dari tindakan berprasangka buruk, karena prasangka buruk adalah sedusta-dusta ucapan. Janganlah kalian saling mencari berita kejelekan orang lain, saling memata-matai, saling mendengki, saling membelakangi, dan saling membenci. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara. (Hr. Bukhari)

Nah dalam realitasnya, meskipun rada-rada langka adanya, bahwa suatu komunitas atau masyarakat yang anggotanya semua baik tanpa kecuali. Atau juga sebaliknya semuanya jahat tanpa kecuali. Tetapi seandainya mendekati pun kita layak mengambil ibrah dari nasihat Ali bin Abi Thalib bahwa sekiranya kebaikan meliputi suatu masa bersama orang-orang di dalamnya, lalu seseorang berburuk sangka terhadap orang lain yang belum pernah berbuat suatu cela, maka sesungguhnya ia telah berlaku dzalim. Tetapi, apabila kejahatan telah meliputi suatu masa dan orang-orang di dalamnya, lalu seseorang berbaik sangka terhadap orang yang belum dikenalnya, maka akan mudah tertipu.

Husnudzan atau baik sangka (positif thinking) secara populis dipahami sebagai sikap yang mengedepankan persepsi positif tentang diri sendiri, orang lain atau bahkan juga terhadap Allah. Karena persepsinya positif, maka husnudzan secara internal kemudian melahirkan sikap yang positif juga, seperti optimis tetapi tetap rendah hati.

Ketika dianugrahi hati yang lapang sehingga mau dan mampu mengedepankan husnudzan dan menjauhi su'udzan, maka sebagai orang Islam semestinya kita mensyukuri  di hati, lisan dan dibuktikan dalam perbuatan nyata.

Pertama, mensyukuri dalam hati dengan meyakini bahwa sikap yang dilarang diikuti oleh orang Islam seperti su'udzan pasti manfaat menjauhinya berpulang kepada yang memeluknya. Demikian juga sebaliknya. sikap yang diapresiasi seperti husnudzan pasti manfaat mematuhinya berpulang kepada yang memeluknya.

Kedua, mensyukuri dengan lisan seraya mengucapkan alhamdulillahi rabbil 'alamin semoga kita senantiasa dianugrahi hidayah dan inayahnya untuk menjauhi sikap suz'udzan. Dan diberi kesempatan untuk berdikap husnudzan.

Ketiga, mensyukuri dengan perbuatan nyata, yaitu tidak memperturutkan su'udzan dan sebaliknya, kita dituntun berhuas debgan sikap husnudzan.

Sehubungan dengan tema muhasabah hari ini, maka dzikir pengkodisian hati penyejuk kalbu guna menjemput hidayahNya adalah membasahi lisan dengan lafal ya Allah ya Razzaq ya  Wahhab ya Ghaniy ya Mughniy ya Tawwab ya 'Afuwun...dan seterusnya. Ya Allah zat yang maha mengaruniai rezeki, zat yang memberi kenikmatan, zat yang maha Kaya dan zat yang mengayakan, zat yang maha menerima taubat, zat yang maha menghapus segala dosa.
SHARE :

0 facebook:

Post a Comment

 
Top