Oleh Sri Suyanta Harsa

ilustrasi
Muhasabah 27 Rabiul Awal 1441
Saudaraku, buru-buru diberi anotasi bahwa judul muhasabah kali ini tidak untuk menelisik tentang judul film tahun 70-80an yang rada berkenaan dengan seksualita manusia, tetapi untuk mengingatkan bahwa suatu saat ketika tiba dimana keinginan kita tidak lagi ditopang oleh kemampuan yang ada untuk mewujudkannya. Bila kondisi seperti ini sudah dirasakan dalam kehidupan sehari-hari, maka sadarlah bahwa diri kita sudah tidak muda lagi.  Kalau masih muda juga dan ternyata masih punya "nafsu besar tetapi tenaga kurang:, pastilah sedang dalam kondisi sakit, baik sakit fisiknya atau sakit mentalnya. Mengapa? 

Kalau sakit fisik karuan saja tidak bisa mewujudkan banyak keinginannya karena keterbatasan fisiknya. Tetapi ketika tidak sakit dan belum juga tua, sementara nafsunya besar tetapi tenaga kurang, maka sejatinya hatinya yang sedang mengidap penyakit, di antaranya adalah rakus bin loba. Na'udzubillahi min dzalika!

Saudaraku, kali ini kita kembali mengingat masa-masa tua atau sedang menua seperti segerasi ulon tuan 50an ke ataslah. Usia tua sering digambarkan sebagai senja telah tiba. Saat usia senja, terutama dari sisi lahiriyahnya, ada saja keinginan yang tak tertopang dengan kemampuan untuk meraihnya. 

Keinginan menikmati makanan dan buah-buahan, sudah tidak mudah untuk bisa memenuhinya. Bukan karena tidak mampu membelinya, bahkan mungkin berlebih, tetapi fisik sudah tidak mengizinkan mengonsumsinya, lantaran obesitas lah, atau kolesterol lah, darah rendah atau tinggi lah... Parahnya bila ada yang bernasib, saat usia muda badan masih kuat tapi dalam kondisi papa sehingga tidak kuasa membeli apa-apa, apalagi makanan atau buah-buahan yang relatif "mewah" seperti sea food, durian sehingga tidak bisa mengonsumsinya, eh di saat tua meski kaya sekalipun juga tidak bisa mengonsumsinya karena fisik melarangnya.

Keinginan mengenakan pakaiannya yang mahal-mahal yang telah dibelinya ternyata hanya untuk memenuhi lemari saja karena tidak tahu mau dipakai kapan dan untuk ke mana, lantaran hendak ke mana mau bepergian, fisik lahiriyah sudah tidak membolehkannya, karena sudah harus banyak istirahat.

Keinginan melakukan ini dan itu, juga tidak bisa dilakukan semuanya, lantaran tenaga yang tersisa tidak memadahi lagi melakukannya. Bahkan sering sekali anggota badan tak lagi bisa setia menuruti perintah otak kita; mau mengunyah suatu makanan, eh bibir yang malah tergigit, tangan mau meraih sesuatu tapi tidak sampai-sampai juga, saat menguap sudah susah menormalkannya, mau menggerakkan kaki sekedar berjalan mengunjungi cucu, tidak semudah dulu... dan seterusnya.

Agaknya, hanya orang-orang yang beriman, berilmu dan betamal shalih saja yang dijauhkan dari kepikunan. Makanya tuntunan normativitas untuk menambahi kualitas iman, ilmu dan amal shalih berlaku sepanjang hidupnya. Bekerja dan mencari sampai menemukan penghidupan di saat muda harus selalu berbanding lurus dengan cita cinta kesejahteraan hidup seseorang di masa-masa berikutnya. Ragam respon dan apresiasi terhadap tersedianya peluang saat usia muda melahirkan dinamika dan strata capaiannya akan segera dirasakan saat usia tua. Maka waspadailah saat usia senja. Mengapa? Karena usia muda yang diliwati tidak akan berulang lagi.

Bila usia tua disetarakan dengan hari telah senja, maka dapat bermakna waktu atau di kala hari setengah gelap sesudah matahari terbenam. Tetapi, senja juga dapat diartikan sebagai suatu masa dan usia dimana kita tinggal menikmati apa yang kita lakukan sedari pagi hingga siang hari, atau apapun yang kita tanam sebelumnya. Di samping itu, senja juga menjadi transisi dimana kerja kita mulai mengendur dan bersiap nemulai masa istirahat di malam hari.  

Perhatikankan seiring dengan tergelincirnya matahari, kemudian berganti asar hingga cahaya meredup pertanda mentari akan kembali ke peraduannya, maka akan terasa hiruk pikuk kehidupanpun mulai mengendur, para pekerja mulai pulang teratur, keramaian lalu lintas kehidupan siang hari berangsur surut. Bila saat senja tiba, maka siang tinggal cerita. Untungnya masih banyak di antara kita yang oleh Allah, kita dianugrahi kesempatan di esok hari sehingga bisa segera berbenah diri. Tetapi ketika yang senja adalah usia, lalu apa bisa muda kembali sehingga bisa berbenah lagi?

Bila ada terbit, dhuha, dhuhur, asar dan magrib, maka juga ada lahir, kanak-kanak, remaja, dewasa, tua, senja pertanda ajal hampir tiba. Senja transisi menuju peristirahatan menunggu fajar kebahagiaan surga. Insyaallah.

Ketika dikaruniai umur panjang, sehat badan, ilmu dan hikmah meluas, iman terus bertambah, maka tidak ada sikap lain kecuali mensyukurinya, baik dengan hati, lisan dan perbuatan nyata.

Pertama, mensyukuri di hati dengan meyakini bahwa hidup adalah anugrah, sehat badan adalah nikmat, ilmu dan hikmah meluas adalah keberkahan, iman terus bertambah merupakan hidayah. Semoga saja termasuk diri kita.

Kedua, mensyukuri dengan lisan yakni memperbanyak mengucapkan alhamdulillahi rabbil'alamin. Semoga Allah mengaruniai kesehatan badan, ilmu dan hikmah yang meluas, iman yang terus bertambah.

Ketiga, mensyukuri dengan perbuatan nyata, yakni dapat memanfaatkan  seluruh karunia yang dianugrahkan Allah pada kita sesuai peruntukan dan tujuan syar'inya.

Sehubungan dengan tema muhasabah hari ini, maka dzikir pengkodisian hati penyejuk kalbu guna menjemput hidayahNya adalah membasahi lisan dengan lafal ya Allah ya 'Aziz ya Allah ya Qawiyun dan seterusnya. Ya Allah, zat yang perkasa, zat yang maha kuasa,  maka tunjukilah kami agar menjadi orang-orang yang pandai mensyukuri karuniaMu ya Rabb.
SHARE :

0 facebook:

Post a Comment

 
Top