Oleh Sri Suyanta Harsa

Ilustrasi sumber: titiknol.com
Muhasabah 18 Rabiul Akhir 1441
Saudaraku, dua kata yang menjadi judul muhasabah hari ini merupakan prinsip penting dalam mengarungi hidup dan kehidupan, baik dalam kapasitasnya sebagai makhkuk atau hamba Allah maupun sebagai makhluk sosial.

Dalam relasinya antara kita sebagai makhluk, atau sebagai hamba dengan Allah sang Khalik, kita semua selalu menerima karuniaNya yang tak terbilang jumlahnya tak terkira kadarnya, sedangkan memberi (baca membayarnya dengan mensyukurinya) teramat sangat sedikit dan sporadis. 

Setelah memenuhi kewajiban, ada di antara kita yang istiqamah bangun dini hari larut dalam kekhusyukan shalat lail, tetapi belum pada amalan sunah lainnya. Ada di antara kita yang istiqamah dalam zikrullah lisan tidak henti-henti komat kamit menyebut asma Allah, tetapi belum biasa pada amalan sunah lainnya. Ada di antara kita yang istiqamah dalam puasa sunah seperti Senin Kamis, Ayyamul Bidh, tetapi belum pada amala sunah lainnya. Ada di antara kita yang istiqamah dalam shalat dhuha dan shalat rawatib, tetapi belum pada amalan sunah lainnya. Ada di antara kita yang istiqamah dalam tilawah al-Qur'an, tetapi belum pada amalan sunah lainnya. Dan seterusnya. 

Intinya, meminjam istilah Ustad Adi Hidayat, kepada Allah sudah berakhlak terpuji (hamid) untuk sebagian akhlaqul karimah yang dikukuhkan dalam keseharian, dan terus berharap berusaha menambahi agar menjadi sangat terpuji (ahmad), ya shalat lail, ya rawatib, ya dhuha, ya zikrullah, ya tilawah al-Qur'an dan seterusnya.

Adapun dalam relasi sosial, antarsesama manusia prinsip menerima dan memberi sering mewujud dalam ragam kenyataan, meski terdapat hukum causalitas yang meniscaya. Kita memberi rasa sayang kepada sesama, maka kita akan menerima kasih sayang dari orang lain. Kita memberi penghormatan kepada sesama, maka kita pun dihormati oleh orang lain. Kita memberi perhatian kepada sesama, maka kita pun diperhatikan oleh orang lain. Begitulah seterusnya, kita menjual, orang lain membeli. 

Dalam tataran praktis, setelah memenuhi kewajiban sosialnya, ada di antara kita yang istiqamah dalam berbagi kepada tetangga sekitarnya, tetapi belum pada amalan sunah lainnya. Ada di antara kita yang istiqamah dalam menyantuni fakir miskin dan yatim piatu, tetapi belum pada amalan sunah lainnya. Ada di antara kita yang istiqamah dalam menjaga perasaan orang lain, tetapi belum pada amalan sunah lainnya. Dan seterusnya.

Intinya, kepada sesamanya istilah Ustad Adi Hidayat sudah berakhlak terpuji (mahmud) untuk sebagian akhlaqul karimah yang dikukuhkan dalam keseharian, dan terus berharap berusaha menambahi agar menjadi sangat terpuji di segala aspek kehidupan (muhammad), ya berbagi, ya ramah, ya peduli, ya santun, ya mendirikan lembaga pendidikan, mendirikan rumah sakit dan seterusnya.

Adapun sebaliknya, sesiapa yang memberi atau berlaku dzalim kepada orang lain, maka hal yang sama akan diterima dari sesamanya. Sikap menebar kebencian, maka kebencian itu akan kembali ke atas dirinya. Menyemai permusuhan, maka permusuhan akan diterima oleh yang bersangkutan. Begitulah seterusnya, kita menjual, orang lain membeli. 

Inilah realitas sosial yang sering berbanding lurus. Mengapa? Agaknya prinpin menanam maka akan memetik. Jadi sekali lagi, sebagai makhluk sosial, diri kita hidup di dunia ini tidak sendiri, tetapi ada dan bersama orang lain. Oleh karenanya saling memerlukan, saling asih asah asuh dan saling melengkapi merupakan keniscayaan kehidupan. Bahkan untuk tersenyum sekalipun diperlukan orang atau pihak lain. Di sinilah pentingnya memeluk prinsip menerima and memberi, take and givei. 

Ya pada saat yang sama prinsip menerima dan memberi menjadi setali mata uang, tak terpisahkan sehingga saling melengkapi demi keberlakuan transaksi kehidupan.

Persoalan mana yang didahulukan apakah menerima dulu baru memberi, atau sebaliknya memberi dulu kemudian baru akan nenerima, disesuaikan saja dengan situasi dan kondisi yang ada. Namun harus tetap pandai-pandai memenangkan yang prioritas untuk keberkahan dan kemaslahatan.

Kita memberi perhatian penuh dan mencurahkan segala kemampuan yang dimiliki untuk melaksanakan tugas dan amanah, maka kita akan menerima apresiasi. Saat dapat memberi pendidikan  pada saat sama justru menerima hikmah yang tak terhingga.

Bila memberi berharap menerima kembali sudah dinilai sebagai kebaikan, maka ketika memberi tanpa berharap menerima balasannya adalah kearifan yang memuliakan.  

Di samping itu, tuntunan, tuntutan dan tatanan berbagi telah menjadi keniscayaan, antara menerima dan memberi selalu silih berganti. Namun demikian tuntunan untuk dapat memberi tetap merupakan kemuliaan yang diprioritaskan. Oleh karenanya memberi bantuan, memberi bimbingan, menumpahkan kasih sayang, memberi santunan, memberi sapaan, memberi senyuman, memberi perhatian atau memberi apapun kebaikan kepada siapapun - atau bahkan kepada apapun - tetap diapresiasi tinggi.

Karena merupakan kemuliaan, maka idealnya pemberian tidak terikat dan karena mengharap balasan. Inilah di antara sikap mulia banyak orangtua ketika ''memberikan'' segalanya untuk putra-putrinya. Semoga sikap ini bisa meluas seluas samudra.

Ketika mampu memenuhi atau bahkan melampaui standar minimal kebaikan dalam memegangi prinsip menerima dan memberi,  maka kita layak mensyukurinya baik dalam hati, lisan maupun perbuatan nyata.

Pertama, mensyukuri di hati  dengan meyakini bahwa hanya dengan memenuhi kewajiban dan melampaui ketaatan pada Allah, kita akan memperoleh kebahagiaan baik di dunia maupun di akhirat dengan sesempurna rasa bahagia

Kedua,  mensyukuri  di lisan dengan memperbanyak melafalkan alhamdulillahi rabbil 'alamin. Dengan terus memujiNya, semoga Allah menganugrahi kemampuan untuk terus dalam memenuhi kewajiban dan melampaui ketaatan pada Allah,

Ketiga, mensyukuri dengan langkah konkret. Di antaranya dengan terus memenuhi kewajiban dan melampaui ketaatan pada Allah.

Sehubungan dengan tema muhasabah hari ini, maka zikir pengkodisian hati penyejuk kalbu guna menjemput hidayahNya adalah membasahi lisan dengan lafal ya Allah ya Razzaq ya Wahhab.Ya Allah zat yang maha mengaruniai dengan karunia yang sempurna, tunjuki kami jalan untuk meraih keridhaanMu ya Rabb. Aamiin.
SHARE :

0 facebook:

Post a Comment

 
Top