Oleh Sri Suyanta Harsa

sumber ilustrasi: bingkaibiru.blogspot.com
Muhasabah 24 Syakban 1441
Saudaraku, di antara pesan hikmah dari pandemi covid 19 ini adalah tuntunan mencuci tangan. Ya, kan? sebagai langkah preventif, setelah berdoa, pokoknya sebentar-sebentar kita harus mencuci tangan, apalagi setelah memegang atau melakukan sesuatu. Setelah membuka pintu, karena memegang gagang stainlessnya, maka bersegera mencuci tangan. Setelah batuk atau bersin, atau menerima uang atau barang dari orang lain, juga harus segera mencuci tangan. Apatah lagi sebelum dan sesudah makan. Intinya tangan harus steril, kapanpun, di manapun dan mau atau sesudah melakukan apapun. 

Dalam Islam, ini merupakan praktik baik, karena bersih dan menjaga kebersihan bagian dari kesempurnaan iman seseorang. Dan Allah menyukai orang-orang yang bersih nan indah. Tetapi tentu, bukan hanya bersih tangan (fisik), tetapi juga akal dan hatinya. Maka tuntunannya, di samping mencuci tangan, juga harus dibarengi dengan mencuci akal dan mencuci hati. Apalagi, sekarang ini adalah saat-saat menyambut bulan suci Ramadhan, bulan tazkiyah, bulan sesuci diri 

Pertama, mencuci tangan. Mencuci tangan sangat penting (syukur-syukur sekalian berwudhu atau mandi agar sempurna) sebagai representasi dari menjaga kebersihan fisik lahiriyah manusia. Dan ini menjadi awal yang baik dan modal utama untuk dapat mencuci pikiran dan mencuci hati.  

Allah berfirman yang artinya Hai orang yang berkemul (berselimut), bangunlah, lalu berilah peringatan! dan Tuhanmu agungkanlah! Dan pakaianmu bersihkanlah, dan perbuatan dosa tinggalkanlah, dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak. Dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu, bersabarlah. (Qs. Al-Mudatsir 1-7)

Allah sudah mengaruniai kita fisik yang sempurna kepada manusia. Tetapi kesempurnaannya berproses dan keikutsertaan manusia memberdayakan dan menjaga kebersihannya menjadi niscaya. 

Kedua, mencuci akal. Di samping potensi fisik lahiriyah, Allah juga  menganugrahi akal kepada manusia. Bahkan hanya manusia sajalah, satu-satunya makhluk yang sempurna, dianugrahi potensi fisik juga akal, di samping potensi hati. Kekuatan akal pikiran manusia bisa menjadi luar biasa menakjubkan ketika diasahberdayakan, tetapi bisa juga kebablasan atau mencampuradukkan antara kebenaran dan kebatilan. Nah saat seperti inilah perlunya mencuci akal pikiran  (mensibghah, meencelubkan) agar jernih dan lurus menapaki jalan Ilahi, berpikir untuk mengapai keridhaanNya bukan yang mengundang murkaNya.

Ketiga, mencuci hati. Di samping potensi fisik dan akal, maka kesempurnaan manusia, dikarenakan Allah juga menganugrahi hati. Nah orang yang menciderai atau menelantarkan ketiga potensi ini dari jangkauan keridaan Allah, sejatinya ia tidak sempurna lagi, tetapi pecah kepribadiannya (split personality).

Semua manusia dianugrahi dan memiliki hati, bahkan nurani, hati yang bersih dan hati yang mengesakan Allah, tetapi dalam perjalanan kehidupannya di dunia ini bisa mengalami distorsi dan pengotoran atas hati. Seperti mulanya melakukan sebuah kesalahan, terbersit sedikit kesombongan, terlanjur dengan sebutir kelalaian, mengerjakan sebiji sawi kedzaliman, maka akan menorehkan noda berwujud noktah hitam di hati. Ketika semakin banyak kesalahan dilakukan, maka semakin banyak pula noktah hitamnya, sebanyak seiring dengan banyaknya dosa, maka noda hitamnya menjadi banyak. Nah, dalam kondisi ini hati bila tidak dicuci, maka lama-lama hati akan menjadi sakit, bahkan bisa mati. Na'udzubillahi min dzalika.

Oleh karena itu mencuci hati atau dalam bahasa agama dikenal tazkiyatun nafs menjadi sangat krusial bagi setiap orang. Karena berawal dari sini rasa bahagia akan bersemi.

Karena kotornya hati itu karena dosa, maka bila terlanjur salah, terlanjur berbuat dosa, maka mencucinya dengan STOP sekarang juga. Dalam bahasa agama difasilitasi dengan instrumen taubat nasuha. Taubat nasuha ini adalah upaya mencuci hati persis seperti kita membersihkan cermin, mengelapnya atau mencucinya, agar cermin bersih dan bersinar kembali.

Oleh karena itu sebagai orang Islam tentunya kita mensyukuri potensi fisik yang bersih dan sehat, potensi akal yang jernih dan lurus dalam berpikir dan potensi hati yang nurani selalu bersih, tidak ada noda padanya 

Pertama, mensyukuri di hati dengan meyakini bahwa fisik adalah modal awal untuk memaksimalkan pengabdian pada Allah, akal dapat membantu mempercepat menemukan Allah, dan hati adalah lokus dimana Allah bersemayam di setiap hambaNya, yang terus akan membimbing, menolong dan mengantarkan kepada kebahagiaan hakiki di bawah keridhaanNya.

Kedua, mensyukuri di lisan dengan memperbanyak melafalkan alhamdulillahi rabbil 'alamin. Dengan terus memujiNya semoga Allah mengaruniai hidayah kepada kita untuk tetap istiqamah dalam menjaga kebersihan lahiriyah, aqliyah dan bathiniyah.

Ketiga mensyukuri dengan perbuatan nyata. Di antaranya dengan mencuci tangan, mencuci akal, dan mencuci hati. Hanya dengan ini kita mau dan mampu mengerjakan petintah Allah dan rasulNya, menjauhi laranganNya sepenuhnya.

Sehubungan dengan muhasabah hari ini, maka dzikir penggugah jiwa penyejuk qalbu guna menjemput hidayah Allah ta'ala agar dianugrahi hati dan kehidupan yang lapang hari ini adalah membasahi lisan dengan ya Allah ya Quddus ya Salam, zat yang maha suci, maha menyelamatsejahterakan, tunjuki kami ke jalan meraih ridhaMu ya Rabb. Aamiin.
SHARE :
 
Top