Muzaris Masyhudi., S.Pd., M.Pd., 
Ketua Demisioner Senat Pascasarjana UIN Ar-Ranir
y


lamurionline.com -- Sistem pendidikan di Indonesia sampai saat ini masih sering menuai kritik. Dibandingkan dengan pendidikan di negara lain, Indonesia dinilai terlalu memaksa para siswanya dengan aturan ketat.


Disadari atau tidak, pendidikan merupakan hal penting bagi setiap perkembangan manusia. Pada era globalisasi dan moderenisasi dewasa ini mengalami perkembangan yang sangat pesat. Hal ini harus didukung dengan adanya sumber daya manusia (SDM) yang bermutu. Pendidikan sendiri sangat penting bagi setiap individu karena dengan adanya pendidikan manusia akan memperoleh kesejahteraan didalam hidupnya. Hal ini juga dikemukakan oleh jean piaget pendidikan berarti menghasilkan, menciptakan, sekalipun tidak banyak, sekalipun suatu penciptaan dibatasi oleh pembandingan dengan ciptaan yang lain.


Sehubungan dengan itu pendidikan merupakan kegiatan interaksi. Dalam kegiatan interaksi tersebut pendidik atau guru bertindak mendidik peserta didik. Tujuannya agar menjadikan perkembangan peserta didik menjadi mandiri. Dan untuk mendapatkan perkembangan mandiri harus dilakukan dengan belajar. Hal ini ditegaskan dalam undang-undang sistem pendidikan nasional No. 20 Tahun 2003 bahwa: “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta perdaban bangsa yang bermatabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada tuhan yang maha esa, berkahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis dan tanggung jawab.”


Dalam agama Islam sendiri tujuan pendidikan ialah membentuk manusia supaya sehat, cerdas, patuh dan tunduk kepada perintah tuhan serta menjauhi laranga-larangannya. Sehingga dapat berbahagia hidupnya lahir batin dunia akhirat. Dengan adanya pendidikan, maka akan timbul dalam setiap diri individu untuk lebih baik dan bertanggung jawab dalam melaksanakan tugasnya. Tidak hanya itu pendidikan juga mampu merubah pandangan manusia, agar menjadi lebih baik untuk diri sendiri maupun untuk lingkungannya.


Sekolah merupakan lingkungan sekunder anak, anak yang bersekolah sehari penuh (full day) menghabiskan waktu sekitar 8 jam di sekolah. Hampir sehari penuh anak berada di sekolah. Anak dengan lama berada di sekolah sehari penuh tidak memiliki waktu yang banyak untuk dihabiskan di luar sekolah sehingga akan mengalami kesulitan dalam berinteraksi dengan teman sebaya di luar lingkungan sekolah, orang tua, saudara, dan masyarakat sekitar. Anak yang kesulitan untuk berinteraksi dengan lingkungannya dikaitkan dengan resiko depresi, gangguan kejiwaan seperti mudah cemas, stress, sering marah-marah, gangguan tidur, kurang nafsu makan sehingga dapat mempengaruhi kesehatan dan tumbuh kembang anak.


Kemunculan sistem baru Full Day School tentunya melalui beberapa  pertimbangan dan perbincangan dengan beberapa ahli sehingga nanti harapan ke depannya pendidikan di Indonesia ini menjadi lebih baik dari saat ini. Istilah tersebut sering terdengar di televisi, tapi saya yakin banyak di antara pembaca yang dalam hati ingin menanyakan beberapa hal terkait itu, seperti misalnya konsep sistem full day school ini seperti apa?, (yang jelas full day school tidak harus dijalankankan dengan cara siswa berada sehari penuh di sekolah), Apakah anak-anak nanti diharuskan untuk belajar sepanjang waktu di sekolah? Apakah nantinya beban mata pelajaran yang diajarkan berkali-kali lipat dari sebelumnya? Dan pertanyaan-pertanyaan lainnya.


Dunia pendidikan seolah-olah menggambarkan dua situasi yang saling bertolak belakang. Di salah satu situasi, sekolah mampu menjadi lingkungan yang baik dan penuh dukungan positif bagi perkembangan peserta didik, sehingga peserta didik mampu mengembangkan diri mereka secara optimal, namun situasi lain, sekolah juga dapat menjadi lingkungan yang banyak menimbulkan masalah baik itu masalah yang berkaitan dengan emosi ataupun dengan perilaku peserta didik. Salah satu masalah yang berkaitan dengan emosi maupun perilaku adalah jenuh dan bosan.


Menurut Sayyid Muhammad Nuh, jenuh atau future ialah suatu penyakit hati yang efek minimalnya timbulnya rasa malas, lamban dan sikap santai dalam melakukan sesuatu amaliyah yang seblumnya pernah dilakukan dengan penuh semangat dan menggebu-gebu serta efek maksimalnya terputus sama sekali dari kegiatan amaliyah tersebut.


Kejenuhan belajar ialah rentang waktu tertentu yang digunakan untuk belajar, tetapi tidak mendatangkan hasil. Seorang peserta didik yang mengalami kejenuhan belajar merasa seakan-akan pengetahuan dan kecapean yang diperoleh dari belajar tidak ada kemajuan. Tidak adanya kemajuan hasil belajar ini pada umumnya tidak berlangsung selamanya, tetapi dalam rentang waktu tertentu saja, misalnya seminggu. Namun tidak sedikit peserta didik yang mengalami rentang waktu yang membawa kejenuhan berkali-kali dalam waktu periode belajar tertentu.


Kejenuhan peserta didik dalam dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya tugas yang berat, kurangnya perhatian dari orang tua dan guru, hilangnya motivasi peserta didik, faktor yang terakhir itu dari segi kebosanan dalam hal ini terlalu padatnya kegiatan pembelajaran akibat penerapan full day school.


Anak usia sekolah menengah pertama (SMP) merupakan kelompok yang paling berisiko tinggi mengalami masalah-masalah psikososial. Reaksireaksi yang dapat muncul pada anak saat menghadapi sebuah masalah adalah menarik diri, suka mengganggu atau sulit berkonsentrasi, tingkah laku yang mundur dari tahapan usianya, mudah tersinggung, menolak masuk sekolah, marah yang meledak-meledak, dan suka berkelahi. Ada keluhan lain seperti sakit perut atau mengalami rasa tertekan (depresi). Pada masa ini juga mood (suasana hati) bisa berubah dengan sangat cepat. Hasil penelitian Chicago oleh Mihalyi Csikzentmi halyi dan Red Larson sebagai mana dikutip oleh Efri menemukan bahwa remaja rata-rata memerlukan hanya 45 menit untuk berbuah dari mood “senang luar biasa” ke “sedih luar biasa”, semesntara orang dewasa memerlukan beberapa jam untuk hal yang sama. Perubahan mood yang drastis pada remaja ini seringkali dikarenakan beban pekerjaan rumah, pekerjaan sekolah, atau kegiatan sehari-hari dirumah, meski mood remaja mudah berubah-ubah dengan cepat, hal tersebut belum tentu merupakan gejala atau masalah psikologis.


Belajar yang terus-menerus hanya akan berpusat pada kegiatan akademis dan membutuhkan mental tinggi yang berkepanjangan. Dampaknya membuat anak lelah, emosi terganggu, atensi konsentrasi yang kurang, dan banyak keluhan fisik, seperti sering pusing, badan pegal, sakit perut. Anak dalam usia sekolah masih dalam tahap tumbuh dan berkembang sehingga tidak hanya belajar, anak memerlukan bermain dan berinteraksi dengan lingkungan di luar sekolah.


Aspek-aspek kejenuhan belajar juga mempunyai tanda-tanda atau gejala-gejala yang sering dialami yaitu timbulnya rasa enggan, malas, lesu dan tidak bergairah untuk belajar. Adapun aspek-aspeknya meliputi: Kelelahan emosional, dimana kelelahan emosional ditandai dengan perasaan lelah yang dialami oleh individu baik itu Kelelahan Emosional maupun fisik; Kelelahan Fisik, individu mulai merasakan anggota badan yang sakit dan gejala fisik kronis yang disertai dengan sakit kepala, mual, susah tidur, dan kurangnya nafsu makan; Kelelahan Kognitif, kejenuhan cendrung sedang mendapat beban yang terlalu berat pada otak; Kehilangan Motivasi, kehilangan motivasi pada individu ditandai dengan hilangnya semangat.


Sehingga dampak yang dialami bagi peserta didik antara lain seperi; Adanya peserta didik yang merasa acuh saat belajar, adanya peserta didik yang tidak fokus saat belajar, adanya peserta didik yang sibuk dengan dunianya sendiri, adanya peserta didik yang membuat keributan saat kegiatan belajar mengajar berlangsung, adanya peserta didik yang mengalami prestasi menurun, mudah stress/depresi, membentuk pribadi yang perfeksionis, menjadi introvert dan susah bersosialisasi, menjadi pemberontak, serta fisik mudah lelah jadi gampang sakit.


Lantas bagaimana cara untuk melakukan memaksa secara bijaksana? Dalam hal ini, ada satu hal yang harus diingat, jangan terlalu berambisi dengan kesempurnaan anak. Biarkan mereka bebas dalam mengembangkan kreativitas dan minatnya. Untuk memaksa secara bijaksana para pendidik juga bisa melakukan pendekatan dan pengungkapan yang mengubah paksaan menjadi sebuah dorongan.

SHARE :

0 facebook:

Post a Comment

 
Top