LAMURIONLINE.COM I SUMATERA UTARA - Mahasiswa Kesejahteraan Sosial (Kesos) yang mengikuti kegiatan Internasional summer course mengunjungi salah satu destinasi wisata bersejarah ditanah batak. Salah satu bukti kentalnya nuansa budaya Batak bisa dilihat di Huta Siallagan, salah satu desa di daerah Ambarita, Pulau Samosir yang masih tertinggal keaslian bangunan-bangunan adat dan juga pagelaran budaya Batak. 

Huta artinya desa atau kampung, dan Siallagan adalah nama marga raja pendiri desa tersebut.  Siallagan sendiri adalah marga Batak Toba keturunan dari Raja Nai Ambaton yang mengikuti garis keturunan Raja Isumbaon, putra kedua Si Raja Batak.

Huta Siallagan peninggalan budaya Batak Toba dengan latar belakang Ruma adat yamg terdiri dari 3 jenis,  yaitu Rumah Bolon, Rumah Siamporik, dan Rumah Sibola Tali. Rumah Bolon bentuknya lebih besar, tangga dari dalam dan dihuni oleh raja dan anaknya. Rumah Siamporik, bentuknya lebih kecil, tangga dari luar, dihuni oleh keluarga yang diundang tinggal di huta itu (boru, bere, dan marga siallagan yang bukan keturunan raja). Sedangkan rumah Sibola Tali bentuknya lebih langsing dan kecil, dihuni oleh kerabat raja (anak laki-laki), bedanya dengan rumah bolon adalah anak sulung laki-laki yang berhak tinggal dan memilikinya.

Huta Siallagan kental dengan sejarah dan kepercayaan mereka terhadap hal-hal magic yang sudah ada pada zaman Sang raja. Orang-orang memberi julukan tanah batak dengan sebutan " kanibal " 

Huta Siallagan sangat dikenal dengan adanya batu kursi atau batu persidangan dan batu parhapuran, dan dikelilingi tembok batu setinggi 1,5 meter. Batu persidangan ini merupakan tempat raja Siallagan zaman dahulu mengadili penjahat. Di samping kursi persidangan tumbuh pohon yang disebut sebagai pohon kebenaran, yang merupakan Pohon Hariara. Semua keputusan pengadilan yang diambil raja disampaikan atau disumpahkan ke pohon ini. 

Disamping itu, ada keunikkan lain pada boneka Sigale-gale dia dapat menari bahkan mengeluarkan air mata dan dapat bergerak sendiri saat ritual tertentu. Ritual tersebut memiliki tujuan untuk memanggil arwah anak dari sang raja yang sudah meninggal. 

Pada saat berkunjung kemarin,  peserta mendapatkan kesempatan untuk mengikuti menari tor-tor. Pengunjung mengikuti pemandu  untuk melakukan tarian. Tidak hanya itu, pengunjung bisa memakai topi dan selendang ulos, sehingga nuansa adat batak lebih terasa.

Selanjutnya, kunjungan itu ditutup dengan foto bersama dan mengeksplor oleh-oleh khas batak. (Sabirin)

SHARE :

0 facebook:

Post a Comment

 
Top