Oleh: Juariah Anzib, S.Ag

Penulis Buku Menapaki Jejak Rasulullah Dan Rasulullah


Wakaf amalan mulia yang dapat mengantarkan wakif ke tempat yang diagungkan Allah Swt. Tidak ada suatu halangan yang akan  menghalanginya untuk memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat, sehingga banyak orang berlomba-lomba menunaikan amalan saleh ini. 

Pimpinan Pondok Pesantren Modern dan Tahfiz Darul Ummah, Tangerang Banten, Dr. KH. Fahrorazi, Lc, MA, dalam bukunya Wakaf Kontemporer menyebutkan, dalam sebuah atsar dari Jabir bin Abdullah disebutkan bahwa semua sahabat yang memiliki harta menunaikan wakaf. Wakaf tidak dijual, tidak dihibahkan, dan tidak diwariskan kepada keturunannya. Para sahabat tidak meninggalkan harta benda kepada anak cucu mereka. Akan tetapi, mereka tinggalkan Allah dan Rasul-Nya.                           

Hal ini sebagaimana yang dilakukan Umar bin Khathab yang mewakafkan sebidang tanah miliknya di Khaibar, Abu Thalhah yang telah mewakafkan kebun kurmanya di Bairoha, Ustman bin Affan yang mewakafkan sumur Raumah, Ali bin Abi Thalib yang mewakafkan tanahnya di Yanbu, Zubair bin Awwam yang mewakafkan rumahnya. Demikian juga dengan sahabat-sahabatnya yang lain seperti, Muadz bin Jabbal, Zaid bin Tsabit, Aisya Ummul Mukminin, Asma binti Abu Bakar, Sa'ad bin Abi Waqas, Khalid bin Walid, Jabir bin Abdullah, Uqbah bin Amir dan Abdullah bin Zubair.

Para sahabat menunaikan wakaf dengan kesadaran sendiri. Bahkan, mereka berlomba-lomba berwakaf karena ingin memperoleh keutamaan wakaf dengan mendapatkan pahala amal jariah, yang pahalanya akan terus menerus mengalir atas manfaat harta yang diwakafkan. Bahkan, ada diantara mereka yang miskin seperti Ali bin Abi Thalib. Akan tetapi, mereka tidak khawatir hartanya berkurang bahkan habis sekalipun. Mereka tidak takut jika anak keturunannya hidup tanpa adanya harta, karena harta bukan jaminan kebahagiaan. 

Dalam hal ini, para sahabat berpedoman kepada sebuah hadits Rasulullah saw yaitu, "Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya, kecuali tiga perkara, yaitu sedekah jariah, ilmu yang bermanfaat dan doa anak shalih." (HR. Muslim). Sedekah jariah yang dimaksudkan  Rasulullah adalah wakaf,  karena pokok harta yang diwakafkan ditahan. Sementara yang disalurkan adalah hasil dari pengelolaan harta tersebut.  

Fahrorazi menulis, para sahabat tidak hanya berlomba-lomba dalam berwakaf, bahkan mereka juga berlomba-lomba memberikan harta terbaik untuk diwakafkan, seperti Umar bin Khathab yang mewakafkan tanahnya di Khaibar, memiliki nilai paling tinggi dan sangat berharga baginya. Tiada tanah yang lebih bagus selain tanahnya di Khaibar. 

Dalam berwakaf, para sahabat tidak tanggung-tanggung. Kepuasan mereka adalah pada harta yang paling bagus, sebagaimana Umar berkata kepada Rasulullah saw, ya Rasulullah, aku telah mendapatkan tanah di Khaibar yang nilainya tinggi dan tidak pernah aku peroleh tanah yang lebih tinggi nilainya selain dari padanya. Apa yang harus aku lakukan dengan tanah tersebut? Rasulullah saw bersabda, "Kalau kamu mau tahan sumbernya dan sedekahkan hasilnya." Lalu Umar menyedekahkannya, ia tidak boleh dijual, diwariskan dan diberikan. Umar menyedekahkannya kepada fakir miskin, keluarga, memerdekakan budak, untuk orang yang berperang di jalan Allah, orang musafir dan para tamu. Dan tidak dilarang bagi yang mengurus wakaf makan dari hasilnya dengan cara yang baik dan pantas, atau memberi makan orang lain yang tidak bermaksud menumpuk harta." (HR. Muslim). 

Fahrorazi menuturkan, bukan hanya Umar sebagai objek wakaf, demikian juga dengan sahabat-sahabat yang lain, seperti Abu Thalhah yang mewakafkan kebunnya di Bairuha. Kabun yang sangat berharga dan tinggi nilainya bagi Abu Thalhah. Ia mendatangi Rasulullah dan berkata, ya Rasulullah, sungguh harta yang paling aku cintai adalah Bairuha, dan aku jadikannya sedekah (wakaf) karena Allah Swt...(HR. Bukhari Muslim).

Begitu antusiasnya para sahabat berwakaf, tanpa adanya keraguan dalam beramal saleh. Tidak ada rasa penyesalan terhadap harta yang diwakafkan. Bahkan, menjadi kebanggaan yang membahagiakan bagi mereka. Islam  menganjurkan umatnya  mengikuti para sahabat, karena mereka orang-orang yang mendapatkan pengetahuan secara langsung dari Rasulullah saw. Sudah saatnya kita mengikuti dan  berlomba-lomba mengejar kebaikan, seperti berwakaf yang telah  dicontohkan di masa Rasulullah saw dan para sahabat.

Editor: Sayed M. Husen

SHARE :

0 facebook:

Post a Comment

 
Top