Oleh Dr. Johansyah, MA
Dosen STIT Al-Washliyah Aceh Tengah
Kita sudah berada di bulan Sya’ban. Ini berarti, bulan Ramadhan semakin dekat. Bagi orang-orang yang beriman, jejak langkah menuju bulan mulia ini persis seperti seorang calon pengantin yang menunggu puncak pesta pernikahan. Suasana hatinya berbunga-bunga dan sudah tidak sabar ingin segera sampai ke sana.Ramadhan salah satu akses spiritual yang ditempuh seseorang dalam upaya menempa diri untuk memaksimalkan penghambaan kepada-Nya. Pada bulan ini, sesorang diwajibkan berpuasa. Tujuannya bukan hanya melatih seseorang agar mampu menahan diri dari makan dan minum, tetapi lebih dari itu, mampu mengendalikan hawa nafsu yang kerap menjerumuskan seseorang kepada perbuatan keji dan munkar.
Mewajibkan puasa Ramadhan bagi orang-orang yang beriman (QS. Al-Baqarah: 183) adalah wujud nyata kasih sayang Allah Swt kepada hamba-Nya. Sebab, umumnya manusia hanya peduli pada kebutuhan jasmani saja; makanan, minuman, pakaian, tempat tinggal, dan lain-lain. Di sela itu, mereka sering lupa dengan kebutuhan ruhaninya. Untuk itu, Allah Swt mewajibkan puasa agar kebutuhan ini senantiasa terpenuhi.
Betapa banyak orang yang mengkhawatirkan kesehatan jasmaninya. Sedikit saja terkena demam, langsung sibuk mencari obat, apalagi kalau divonis mengidap penyakit berat, pasti segera berobat ke dokter meski harus mengeluarkan biaya mahal. Tetapi sedikit sekali yang peduli dengan kesehatan ruhaninya. Alih-alih mengobati, justru banyak orang yang tenggelam menikmati penyakit hati yang dideritanya, seperti penyakit iri dan dengki yang dibiarkan subur bersemi, membuka aib orang lain seakan menjadi hobi, senang memuji diri, dan beragam penyakit hati lainnya.
Maka memasuki Sya’ban, mari segarkan ingatan, bahwa kita adalah manusia yang sejatinya senantiasa hidup dalam bingkai pengabdian kepada Allah dengan sepenuh hati (QS.Al-Bayyinah: 5). Penyakit-penyakit hati yang sering kali membuat kita berperilaku tidak manusiawi harus segera diobati dengan keseriusan menjalani terapi ruhani, membersihkan sifat kotor, serta menggantinya dengan sifat yang baik. Sebab, semakin bersih hati seseorang, semakin berkualitas pula amalannya.
Untuk itu, menuju Ramadhan, kiranya kita terus melakukan persiapan diri. Di antara persiapan tersebut meluruskan niat untuk memperbaiki diri sekiranya dipertemukan dengan Ramadhan. Nabi saw menegaskan, semua pekerjaan tergantung pada niatnya, sebab tidak semua orang yang gembira menyambut Ramadhan karena niat memperbaiki diri, melainkan ada juga yang hanya memperlancar usaha dagang dan tujuan lainnya.
Persiapan selanjutnya membiasakan diri untuk mengerjakan amalan-amalan yang dapat melembutkan jiwa, di antaranya puasa sunnah. Puasa sunnah yang banyak dilakukan Nabi saw di luar bulan Ramadhan adalah puasa di bulan Sya’ban. Amalan selanjutnya yang perlu diperbanyak, berdo’a dan beristighfar, membaca al-Qur’an, bersedekah, serta terus memperbaiki hubungan sosial.
Dengan memperbanyak amalan seperti ini secara istiqamah, kita sudah melakukan persiapan secara maksimal dalam menghadapi bulan Ramadhan. Mari terus berdo’a seperti do’anya Nabi saw di bulan rajab: “Ya Allah berkahilah kami di bulan Rajab dan Sya’ban, serta sampaikanlah kami ke bulan Ramadhan”.
Semoga kita dipertemukan dengan bulan berkah itu, diberikan kesehatan, dan kemudahan dalam menjalaninya. Pada akhirnya nanti menjadi salah satu lulusan terbaik (muttaqin). Wallahu a’lam bishawab.
Editor: Sayed M. Husen
0 facebook:
Post a Comment